Desakan agar Bandara Polonia segera dipindahkan sudah lama didengungkan. Salah satu alasannya, Kota Medan sulit berkembang karena tidak bisa membangun gedung bertingkat tinggi. Masih lekat diingatan ketika Hotel JW Marriot dibangun di Medan pada 2007 lalu. Hotel yang semula didesain 28 lantai ini sempat tersendat pembangunannya karena dinilai melanggar Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP).
Inilah salah satu yang memicu tuntutan agar Medan segera memiliki bandara yang lebih representatif. Bila Bandara Polonia Medan bisa segera dipindahkan, peluang pembangunan Kota Medan bisa lebih baik lagi. Bukan itu saja, iklim invetasi juga bisa menunjukkan Kota Medan menjadi kota metropolitan.
Apalagi, letak Kota Medan sangat startegis. Bila dikaji, letaknya ini berada pada Geo-Ekonomi dunia, sehingga peluang majunya Kota Medan bisa lebih cepat lagi ketika Bandara Polonia Medan ini segera pindah.
Pemindahan bandara Polonia telah direncanakan sejak tahun 1991. Dalam kunjungan kerja ke Medan, Azwar Anas, Menteri Perhubungan saat itu, berkata bahwa demi keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota.
Persiapan pembangunan diawali pada tahun 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga muncul momentum baru saat terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada September 2005 yang jatuh sesaat setelah lepas landas dari Polonia. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin tersebut juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara meninggal dunia akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan pemukiman. Hal ini menyebabkan munculnya kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai. Selain itu, kapasitas Polonia yang telah lebih batasnya juga merupakan faktor direncanakannya pemindahan bandara.
Dihitung dari jumlah arus penumpang, Bandara Polonia Medan merupakan bandara terbesar keempat di Indonesia setelah Soekarno-Hatta (Cengkareng, Jakarta), Juanda (Surabaya), dan Ngurah Rai (Bali). Sejak dioperasionalkan secara resmi sejak tahun 1928, pertumbuhan penumpang di bandara ini terus meningkat. Bahkan, angka pertumbuhannya lebih besar bila dibandingkan dengan bandara internasional di Indonesia.
Tercatat, pertumbuhan penumpang yang menggunakan jasa Polonia setiap tahunnya mencapai 15 hingga 20 persen. Tak heran, bila Polonia yang terakhir kali direnovasi pada tahun 2000 an sudah over kapasitas. Mengingat, Polonia dirancang hanya mampu menampung maksimum 900 ribu penumpang pertahun. Tetapi, akibat maraknya laju udara di Sumatera Utara, Polonia menampung hingga 7,1 ribu penumpang setiap tahunnya.
Pada tahun 2003, arus penumpang dari Polonia mencapai 2.736.332 orang, naik sebesar 645.813 dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.090.519 orang. Sedangkan untuk pergerakkan pesawat mengalami kenaikan sebesar 6.465 pergerakkan pesawat, dari 29.894 pergerakkan pada 2002 menjadi 36.359 pergerakkan pada 2003. Tercatat, ada 13.713 penerbangan domestik dan 4.387 penerbangan internasional dari Polonia pada 1998, dan pada 2004 jumlahnya telah mencapai 35.100 penerbangan domestik dan 8.266 penerbangan internasional.
Dari segi jumlah penerbangan, pada 1998 terdapat 56 penerbangan dalam sehari, namun pada tahun 2005 telah meningkat antara 125 hingga melebihi 150 penerbangan perhari, dengan penumpang lebih kurang 3,8 juta orang pertahun, baik domestik dan internasional. (sih/ram)
Hadir Setelah Orang Polandia Minta Bandara
Bandara Polonia menjadi sebuah alasan kenapa Medan menjadi salah satu kota metropolis di Indonesia. Selain karena bandara merupakan pintu gerbang, pada zamannya, hanya Medan yang memiliki bandara.
Sebelum menjadi sebuah bandara, Polonia merupakan lahan perkebunan, terutama tembakau Deli. Lahan ini disewakan oleh Sultan Deli kepada Baron Michaelskw yang merupakan warga Polandia. Meningkatnya produksi tembakau dan sumber alam di Sumut, membuat transportasi pun bertambah. Akhirnya, pemerintahan Belanda yang saat itu menjajah Indonesia meminta secara khusus kepada Baron agar tanah yang disewanya pada Sultan Deli dapat diubah menjadi sebuah bandara. Tepat pada tahun 1928 pesawat KNILG mendarat pertama kali di bandara yang terletak di Kota Medan. Pesawat tersebut merupakan pesawat anak perusahaan dari KLM yang berasal dari Belanda, dan khusus mengangkut sumber daya alam Sumut untuk dibawa keluar negeri.
Sekitar tahun 1932, tanah tersebut sah menjadi milik Belanda, dan nama Polonia dipilih untuk menghormati pemilik sebelumnya yang merupakan kebangsaan Polandia. Tahun 1958, saat Indonesia telah merdeka, terjadi nasionalisasi di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah setiap tanah yang dulunya dimiliki oleh perkebunan menjadi milik negara. Dan lahan-lahan yang tidak bertuan, diserahkan sepenuhnya ke Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanahan (kalau saat ini). Polonia pun diserahkan seutuhnya ke negara dan Dinas Kehutanan. Kehadiran Polonia di Medan menjadikan kota ini menjadi kota terbesar di Sumatera. Bahkan, kehadiran bandara internasional dikawasan ini membuat Medan terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Bahkan, pada akhir tahun 1970-an, Polonia membuka penerbangan ke Eropa, seperti Vinisia dan Belanda. Dan tahun 1979, Polonia untuk pertama kali memberangkatkan haji. Tahun 1980-an, dari pemerintah Indonesia, penyelenggaraan Polonia diserahkan ke Perum Angkasa Pura (AP), dan pada tahun 1985, dari AP ke AP II.
Airport Service Manager Bandara Polonia Medan, Ali Sofyan mengatakan dari mulai berdiri hingga saat ini, baru 2 kali mengalami perombakkan. Tepatnya pada bagian kanan (terminal keberangkatan domestik). ‘’Kalau perombakkan atau perluasan bangunan Polonia sudah dilakukan sekitar 2 kali ya. Karena lahan yang terbatas, Polonia tidak bisa di perluas lagi,” ungkapnya.
Dijelaskannya, tanah Polonia itu saat ini statusnya adalah tanah dari pangkalan TNI AU, yang kala itu diserahkan ke pemerintah untuk dikelola oleh AP. “Jadi, tanah ini milik TNI, kita hanya pakai saja. Kalau kita pindah, ya dikembalikan,” lanjutnya. Terdapat dua terminal penumpang di Polonia, satu terminal keberangkatan dan satu untuk kedatangan, dan jika ditotal luasnya mencapai 13.811 meter².
Panjang landasan pacu adalah 2.900 meter, sementara yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4 taxiway dan apron seluas 81.455 meter.
Mulai 1 Oktober 2006, dioperasikan pula terminal kargo. Permasalahan akibat letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota – sekitar 2 km – menyebabkan bangunan-bangunan di Medan dibatasi jumlah tingkatnya. Dampak dari peraturan ini adalah sedikitnya jumlah bangunan tinggi di Medan. Dan sejak pemberian izin penerbangan diringankan di Indonesia pada tahun 2000-an, jumlah penerbangan yang melayani Polonia terus meningkat tajam. (ram)
Bisa Dikembangkan jadi Pusat Wisata Aeroplane
Dahulu, wilayah di Kelurahan Sari Rejo dan Sukadame Kecamatan Medan Polonia, merupakan wilayah pertanian, perkebunan dan peternakan. Beberapa waktu kemudian menjadi kawasan yang berhubungan langsung dengan bandar udara.
“Saya di sini masih zaman perang dengan Jepang dulu. Kalau ada serangan dari pihak Jepang, maka warga akan masuk ke dalam lubang yang dikorek di tanah. Bahkan, daerah sini dulu merupakan daerah perairan hingga kami pakai perahu. Makanya nama jalan ini adalah Tertai,” ungkap seorang tetua di Keluarahan Sari Rejo, Kogelimbal, saat ditemui Sumut Pos di kediamannya di Jalan Teratai Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, Minggu belum lama ini.
Pasca pemindahan bandara, Polonia akan menjadi wilayah militer. Airport Service Manager Angkasa Pura (AP II) Bandara Polonia Medan, Ali Sophian menyatakan, bahwa Polonia akan tetap buka walaupun sudah ada Kualanamu. Hanya saja, pendayagunaan atau pengelola Polonia saja yang akan berbeda. Dari AP II ke Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
“Polonia tidak akan tutup, tetap akan beroperasi. Hanya saja, pendayagunaannya saja yang berbeda. Tidak lagi untuk komersil, tetapi untuk militer. Lebih tepatnya seperti apa, saya kurang tahu,” ujarnya.
Terkait dengan itu, menurut Muhammad Ishak, pengamat ekonomi dari Univesitas Medan (Unimed), pengalihfungsian bandara Polonia selain menjadi Pangkalan Militer TNI AU, nantinya juga bisa dijadikan tempat wisata aeroplane bagi wisatawan yang berkunjung ke Medan. Menurutnya inilah hal yang cukup memberikan efek domino dari segi ekonomi bagi pemerintah daerah dan Sumatra utara.
“Sangat bagus bila nanti bandara Polonia tersebut juga difungsikan sebagai tempat wisata. Nah disitu bisa diketahui sejarah bandara tersebut serta perkembangannya Medan sebagai tempat kunjungan wisata. Saya rasa itu bisa menjadi sarana yang cukup menarik,”ucapnya.
Dia juga mencontohkan seperti tempat wisata Pentagon Memorial yang ada di Amerika. Pentagon Memorial dibangun untuk memperingati meninggalnya 184 orang yang berada di pesawat maupun di gedung ketika tragedi 11 September 2001 terjadi. (ram)