1 Yohanes 3:18
“Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Apa sih yang Allah lihat dalam dunia ini sehingga Ia mempertaruhkan Putra-Nya yang sangat dikasihi-Nya itu? Coba kita renungkan, kira-kira apa yang pantas dari kita yang sedemikian berharganya sehingga Bapa sampai mengorbankan Anak-Nya itu? Apakah karena kita cukup baik? Saya kira tidak. Sesungguhnya tidak ada yang pantas kita banggakan dalam hidup ini sehingga berkata, wajar Yesus dikorbankan untuk manusia. Sungguh sangat tidak sebanding harganya.
Lalu apa alasannya? “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” KASIH.
Pada umumnya, manusia mau berkorban bagi sesuatu adalah jika sesuatu itu menguntungkan baginya. Tetapi Kasih, tidak mempesoalkan itu. Tindakan kasih, tidak mempersoalkan apakah si pemberi kasih akan diuntungkan atau dirugikan. Itulah yang Tuhan kita lakukan.
Setelah kita menerima kasih itu, maka apa yang harus kita lakukan? Kristus menghendaki dan mengharapkan anak-anak-Nya itu pun berlaku sama. Yesus berpesan: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Yohanes 13:34-35 Karakteristik Kristus adalah Kasih, dan dunia akan mengenal Kristus melalui kita. Mahatma Ghandi, begitu kagum kepada Kristus karena kasih-Nya, tetapi kecewa kepada pengikut-Nya pada waktu itu karena tidak melihat kesamaan karakteristik itu. Bagaimana sekarang, apakah dunia dapat melihat kasih itu mewarnai hidup kristiani kita? Inilah yang Tuhan harapkan.
Sebenarnya kasih sayang harus dinyatakan setiap saat bukan hanya pada satu saat tertentu saja. Sebagai orang Kristen, kita harus menjalani hidup ini dengan kasih, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan, akal budi dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Itu artinya senantiasa, selamanya kita perlu kasih sayang dan kesempatan bagi kita untuk menyatakan kasih sayang.
Hari Valentine belakangan hari diperingati sebagai hari Kasih Sayang. Momentum ini dimanfaatkan oleh banyak orang untuk menyatakan cinta atau kasih sayang kepada orang yang dikasihinya. Itu baik, setidak-tidaknya kita diingatkan kembali apakah kita sudah melakukan apa yang difirmankan Tuhan yaitu mengasihi sesama. Bukankah kita harus menunjukkan kasih kita kepada semua orang? Itulah ajaran Kristus yang telah memberi teladan bagi kita. Tetapi bukan hanya sekadar mengasihi dengan kata-kata belaka, melainkan harus membuktikan kasih itu sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
Jauh sebelum peristiwa Valentine, sebuah tindakan kasih telah dinyatakan di bumi ini. Kasih yang begitu besar telah diberikan kepada manusia, Kasih yang Tuhan nyatakan dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal agar setiap orang yang mau menerima-Nya diselamatkan. Kasih yang bukan hanya dirasakan sesaat saja melainkan kasih yang menyelamatkan dan membawa kehidupan kekal. Kalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Mengasihi sesama seperti Yesus mengasihi kita. Ada buktinya, bukan sekadar kata-kata.
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yohanes 3:16-18)
Kepekaan terhadap penderitaan orang lain akan mendorong kita untuk berbuat kasih. Yesus Kristus, selama pelayanan-Nya di bumi ini selalu memperhatikan dan peka terhadap kebutuhan orang-orang. Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan ketika Ia menelusuri kota dan desa dalam menyampaikan Kabar Sukacita, Injil Kerajaan Sorga. Kasih-Nya tidak berhenti sampai di situ, bahkan sebagai klimaks dari pelayanan-Nya Ia berikan hidup-Nya sebagai korban persembahan di kayu salib Golgota yang menjadi bukti kasih-Nya akan dunia ini.
Kasih adalah memberi. Kala kita memberi berarti ada sesuatu yang berkurang dari diri kita, bukan bertambah. Hidup yang demikianlah yang akan memperlihatkan kepada dunia ini bahwa Allah ada di dalam kita yaitu jika kita mau memberi sesuatu kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia. Selama kita hidup menjadi kesempatan bagi kita berbagi kasih, berbagi hidup seperti yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (*)