JAKARTA- Ada saja tingkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/8). Seusai mendampingi sejumlah menteri ekonomi memberikan keterangan pers ihwal paket kebijakan stabilisasi nilai rupiah dan saham yang anjlok, dia menghindari wartawan dengan masuk toilet perempuan.
Seusai konferensi pers, para wartawan menghadang Jero. Pers ingin mewawancarai mengenai kasus dugaan suap di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). “Pak Jero, boleh wawancara sebentar?” kata seorang wartawan televisi.
Namun, permintaan ini ditolak Jero lantaran dia ingin ke kamar kecil. Mantan Menteri Pariwisata itu lantas masuk ke kamar mandi pria di lantai dasar Kantor Kepresidenan. Selama kurang lebih tiga menit ia di kamar kecil, wartawan setia menanti.
Saat Jero keluar dari kamar kecil pria, dia melihat para wartawan yang masih menunggunya. Bukannya menghadapi wartawan, dia malah tiba-tiba masuk ke toilet perempuan yang terletak persis di samping kamar kecil pria. Tak jelas apa yang dilakukan Jero di dalam.
Selama sekitar dua menit ia ada di sana, kemudian keluar dan akhirnya melayani rentetan pertanyaan wartawan. Salah satu pertanyaan wartawan adalah ihwal kesiapan Jero jika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Semenjak kasus dugaan suap di SKK Migas bergulir di KPK, Jero kini bersikap lebih berhati-hati pada media massa. Politisi Demokrat yang biasanya ramah pada wartawan ini, sekarang nampak tak nyaman jika ditanya rinci terkait kasus yang menjerat mantan wakilnya Rudi Rubiandini.
Kini setiap kali ada yang menanyakan kasus itu, Jero selalu menanyakan asal media massa yang bertanya. “Anda wartawan dari mana? Dari mana itu informasinya,” tanya Jero setiap kali diberondong soal kasus SKK Migas.
Pertanyaan ketus yang dilayangkan sang menteri ini, tentu saja menjadi pertanyaan pula di kalangan awak media massa. Pasalnya, sebelum kasus itu bergulir Jero tak pernah repot menanyakan asal media massa seorang wartawan. Dia bahkan mengakrabkan diri dengan media massa. Bukan sebaliknya yang terjadi saat ini, justru ia terkesan menghindari media massa.
Seperti yang terjadi siang ini, Jumat (23/8) di kompleks Istana Negara, Jero ditanya oleh seorang wartawan koran nasional terkait pemanggilan dirinya ke Cikeas. Wartawan itu mendapat informasi bahwa saat Jero dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dia menangis karena Presiden meminta ia mempertanggungjawabkan kasus SKK Migas. Ketika hal itu dikonfirmasi, Jero langsung menampiknya.
Tak lupa, ia menanyakan pertanyaan andalannya. “Enggak, enggak benar itu. Kata siapa itu. Kamu wartawan dari mana?” tanya Jero. Meski bertanya demikian, Jero berusaha tetap menjawab setiap pertanyaan wartawan.
Jero beberapa kali juga memperingatkan media massa agar tidak berspekulasi terkait kasus SKK Migas itu. Ia mengaku kasus itu sudah masuk ranah hukum sehingga sebaiknya diserahkan sepenuhnya ke KPK. “Gini aja lah serahkan aja pada hukum kalau yang begitu. Jangan berspekulasi,” katanya.
Begitu pula saat ditanyai wartawan begitu selesai mengikuti rapat di kantor Presiden, Jero mengaku tak tahu soal mafia migas yang dibeberkan Kepala SKK Migas non-aktif Rudi Rubiandini. Jero pun mengaku tidak pernah dilapori soal penjahat-penjahat migas yang berkeliaran di organisasi itu. “Tidak, saya tidak pernah dapat laporannya,” katanya.
Alumnus Teknik Perminyakan ITB ini mengklaim sejak awal kasus Kernel Oil, dia pun tidak pernah tahu. Mengaku masih baru menjadi Menteri ESDM, Jero menyatakan belum banyak yang ia pelajari. Ia mengaku saat ini masih melakukan evaluasi atas apa yang terjadi.
Dikonfrontir soal ucapan Rudi Rubiandini dalam wawancara terdahulu dengan JPNN (grup Sumut Pos) yang menyebut bahwa dirinya akan membongkar penjahat-penjahat migas pada KPK, Jero mempersilakannya. Ia mengklaim mendukung KPK dan Rudi untuk membongkar hal tersebut. “Ya silakan aja lah. Saya sangat setuju kalo diadakan pemberantasan yang tidak baik, gitu ya,” tandasnya.
Jero mengaku siap memberikan keterangan kepada KPK, jika komisi yang dipimpin Abraham Samad tersebut membutuhkannya.
“Siapa warga negara yang berani tidak mau, tidak siap. Penegakan hukum berlaku untuk semua. Tapi jangan besok headline kamu “Jero Wacik Siap”, kesannya saya menantang-nantang. Saya hormati KPK,” ketusnya.
Tapi Jero mengaku belum mendapat panggilan resmi dari KPK terkait kasus suap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini tersebut. “Belum, belum (surat pemanggilan),” tukasnya.
Ketika ditanyakan kembali soal uang 200.000 dollar AS yang ditemukan penyidik KPK di ruangan Sekjen ESDM Waryono Karno, kali ini Jero menjawab tidak tahu-menahu soal uang tersebut.
“Termasuk uang itu, Pak Bambang (Wakil Ketua KPK, Red) bilang, kok biaya operasional kok dollar? Itu saya keliru. Saya katakan kalau ada uang, cek saja, jangan-jangan uang operasional di Sekjen. Di pikiran saya, kalau di Sekjen, adalah uang kas mestinya. Tapi, oh kalau dollar, silakan dicek saja apa uang itu, silakan cek, saya kan enggak tahu,” ungkapnya.
Dicecar wartawan seputar tudingan dana suap Rudi Rubiandini yang mengalir ke konvensi Partai Demokrat. “Mengenai konvensi begini, saya umumkan pada saudara, begitu konvensi dibentuk maka majelis tinggi sudah menyerahkan urusan konvensi kepada komite semuanya,” kata Jero lagi.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga meminta bila ada pertanyaan seputar konvensi diserahkan sepenuhnya kepada komite konvensi.
“Sudah kita serahkan ke sana. Setelah semua anggota komite dibentuk dan dipanggil ketua majelis tinggi , maka semua diserahkan ke komite. Mulai saat ini saudara pun kalau tanya jangan tanya ke saya, tanya ke komite konvensi,” tegasnya.
Dalam penelusuran hingga Jumat (23/8), temuan KPK berupa uang berbentuk senilai 200 ribu dollar AS di ruangan Sekjen Kementerian ESDM diduga kuat ada benang merahnya dengan kasus suap migas yang menyeret mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
Saat ini, KPK tengah mendalami masalah ini dengan serius. Khususnya mempelajari spesifikasi mata uang dolar AS yang ditemukan di dua tempat berbeda.
Menurut sumber koran ini di KPK, ada kemiripan mata uang dolar AS. ‘’Nomor serinya (dolar AS) kelihatannya memang berurutan,’’ ungkapnya di Jakarta, kemarin.
Lalu dana yang mana yang nomor serinya berurutan? Ternyata, nomor seri duit di Kementerian ESDM berdekatan atau berurutan dengan dana milik Rudi Rubiandini yang tersimpan di deposit boks Bank Mandiri.
“Dari berbagai temuan uang dalam bentuk dolar AS, memang bisa dilacak. Apakah suap Rudi ada kaitannya dengan uang Kementerian ESDM atau tidak. Itu sedang didalami,” ujar sumber tersebut. Tentu saja, lanjut sang sumber, temuan duit besar di Kementerian ESDM sulit dipercaya akal sehat. Kalau uang operasional seharusnya letaknya di bendahara Kementerian ESDM dan berbentuk rupiah.
Di tengah gencarnya penyidikan KPK atas kasus suap SKK Migas, puluhan mahasiswa yang berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) melakukan aksi di depan kantor SKK Migas pada Jumat (23/8) petang . Aksi tersebut menuntut agar Kepala SKK Migas yang menggantikan posisi Rudi Rubiandini yakni Johannes Widjonarko diusut tuntas atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya selama menjabat sebagai Wakil Kepala SKK Migas.
“Kami mendesak Presiden SBY agar segera mencopot kepala SKK Migas Johanes Widjonarko,” kata Koordinator Aksi BEM RI, Andika Febriandhanu, saat melakukan orasinya di depan kantor SKK Migas.
Selain itu, para mahasiswa itu juga meminta KPK mengusut pula dugaan korupsi yang dilakukan oleh Mantan Kepala SKK Migas, Raden Priyono. Lantaran menurutnya, Priyono diduga hanya menjadi mesin atm partai politik saja selama menjabat sebagai Kepala SKK Migas. “Kami meminta KPK untuk mengusut tuntas mega skandal yang terbukti menjadi mesin ATM partai,” tuturnya.
Dalam pemberitakan sebelumnya, ICW menyatakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas sangat rawan penyimpangan dan rentan diselesaikan secara hukum.
Hal itu terlihat, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak tahun 2009-2012, atau ketika SKK masih bernama BP Migas yang ketika itu dinakhodai Raden Priyono.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan pada era Raden Priyono itu, BPK menemukan 28 dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Migas. (flo/bbs/jpnn)