26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Wawancara dengan Kopertis Prof Dian Armanto

Konflik di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang mulai terjadi sejak 2006 dan puncaknya 9 Mei 2007 lalu hingga kini belum juga menunjukkan titik terang. Lima tahun sudah berlalu, namun belum bisa diputuskan yayasan mana yang sah mengelola Universitas Islam tertua di Sumatera Utara itu.
Ironisnya UISU telah terpecah menjadi dua yakni UISU Al Munawarah di bawah kepemimpinann
Rektor Zulkarnain Lubis dan Ketua Yayasannya Helmi Nasution serta UISU Al Manar di bawah kepemimpinan Rektor Muhammad Aasad dan Ketua Yayasannya Raja Muda.
Aroma tak sedap akan konflik semakin kental terasa ketika Koordinator Perguruan Tinggi Sumatera Utara (Kopertis) Wilayah I Sumut-Aceh,  Prof Dian Armanto kembali mengumumkan jika UISU Al Munawwarah sebagai kampus yang tidak sah, sehingga tamatannya tidak akan diterima di manapun. Kondisi ini meruncing hingga Rektor UISU Al Munawwarah menggugat Kopertis senilai Rp127 Miliar karena dinilai tidak netral dalam menjalankan tugas dan mengutamakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Mengapa permasalahan tersebut bisa berlanjut ke ranah hukum, berikut wawancara Kopertis Prof Dian Armanto dengan wartawan koran ini, Kesuma Ramadhan, Senin (9/9).

Sebelumnya UISU ini sempat adem ayem pascakonflik yang terjadi 2007 lalu. Boleh diceritakan, kenapa UISU ini kembali memanas?
Sebenarnya, awal kepemimpinan saya di Koopertis, pernah kita mencoba melakukan pendekatan untuk menyatukan kedua kampus yang di Karya Bakti (UISU Al Manar) dan kampus di Sisingamangaraja (Al-Munawwarah).  Kita merasa prihatin dengan tamatan UISU Sisingamangaraja karena kampusnya  tidak terdaftar di Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI). Setelah tiga kali pemanggilan, sekitar April lalu, Rektor Sisingamangaraja, Zulkarnain Lubis akhirnya mendatangi saya. Saat itu kita coba tawarkan agar mereka bergabung saja dengan catatan rektornya dipimpin oleh Aasad dan wakilnya Zulkarnain. Begitu juga dekannya dipimpin oleh dekan yang ada di kampus Karya Bakti dan wakilnya dari UISU Al Manar.
Apa tanggapan kedua kubu terkait rencana penyatuan yang dijembatani oleh Kopertis saat itu?
Ya kalau pihak UISU Karya Bakti mereka setuju dengan rencana ini, tapi Zulkarnainnya saat itu justru meminta waktu dua bulan untuk memutuskan dan jujur kita tunggu dengan tangan terbuka saat itu. Tiba-tiba sebulan berikutnya atau tepatnya Mei, mereka  (Zulkarnain Lubis) justru mengirimkan surat ke kita untuk menghadiri wisudanya mereka.

Apa tanggapan Anda saat itu?
Saya heran saja, kenapa diwisuda, sementara mahasiswa UISU Jalan Sisingamangaraja itu tidak terdaftar berdasarkan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PPDT). Apalagi jelas-jelas DIKTI telah menyatakan jika UISU Sisingamangaraja tidak sah. Akhirnya kita diskusikan kepada DIKTI terkait rencana mereka, dan saat itu saya dapat perintah dari DIKTI untuk mengumumkan ke media , mana saja kampus yang terdaftar di Sumatera Utara. Untuk melihatnya di www.evaluasi dikti.go.id, dan yang terdaftar itu cuma UISU di Karya Bakti. Kita juga buat surat ke seluruh PTS  dan instansi agar tidak memperhitungkan tamatan dari UISU Sisingamangaraja. Itulah puncaknya, ketika USU yang telah menerima surat dari Kopertis, menolak tamatan dari UISU Sisingamangaraja untuk melanjutkan studinya. Bayangkan kampus sekelas USU saja menolak tamatan UISU Sisingamangaraja.

Kalau melihat  ke belakang, Kopertis di masa kepemimpinan sebelum Anda, yakni  Prof Nawawi, sepertinya tidak mempermasalahkan kondisi tersebut. Atau memang sengaja ada proses pembiaran saat itu, karena mungkin kedekatannya dengan Rektor UISU Sisingamangaraja, hingga akhirnya berdampak saat ini?
Kedekatan itu saya ‘gak tahu pasti. Tapi sebenarnya pada tahun 2010 saat Kopertis dipimpin Pak Zainuddin, pernah melayangkan surat ke UISU Sisingamangaraja untuk tidak menerima mahasiswa baru dan melakukan wisuda karena statusnya. Dan di masa Pak Nawawi, dia juga tidak menganulir surat tersebut. Tapi tetap saja UISU Sisingamangaraja yang masih berani menerima mahasiswa baru dan tetap melakukan wisuda.

Terkait masih berjalannya gugatan di pengadilan tentang penentuan Yayasan, bagaimana Anda menyikapinya?

Ini kan cerita PTS. Di sini Kopertis hanya perpanjangan tangan DIKTI mengurusi bidang akademiknya saja, kalau nantinya pengadilan menentukan siapa yayasan yang berhak mengelola UISU, Ya kita serahkan kepada yayasan yang memenangkan gugatan. Tapi pertanyaannya, apakah Yayasan UISU Sisingamangaraja terdaftar di Kumham, kalau ‘gak punya untuk apa?

Mengenai adanya gugatan yang disampaikan Rektor UISU Sisingamangaraja Zulkarnain Lubis terhadap Anda senilai Rp127 miliar, karena dianggap tidak netral dalam menjalan tugas. Bagaimana sikap Anda saat ini?

Kalau itu silahkan saja. Tapi gugatan Zulkarnain itu Saya anggap lucu-lucu saja. Bayangkan ya, Rektornya tidak pernah punya izin tertulis dari Kopertis sebagai pimpinan. Kedua, tidak punya izin tertulis dari UMA (Universitas Medan Area, Red) tempat dirinya menjabat Rektor sebelumnya. Pantaskah dia namakan dirinya rektor?
Berdasarkan itu juga karena PTS nya tidak terdaftar, Kopertis pernah mengeluarkan surat pada 19 Agustus lalu untuk balik ke UMA. Karena kampus yang dipimpinnya saat ini tidak terdaftar, mending dia balik ke “Home Base”aja lah. Lagian Kopertis ‘gak pernah takut dengan gugatannya, apalagi kita di back up oleh Dirjen DIKTI kok. (*)

Konflik di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang mulai terjadi sejak 2006 dan puncaknya 9 Mei 2007 lalu hingga kini belum juga menunjukkan titik terang. Lima tahun sudah berlalu, namun belum bisa diputuskan yayasan mana yang sah mengelola Universitas Islam tertua di Sumatera Utara itu.
Ironisnya UISU telah terpecah menjadi dua yakni UISU Al Munawarah di bawah kepemimpinann
Rektor Zulkarnain Lubis dan Ketua Yayasannya Helmi Nasution serta UISU Al Manar di bawah kepemimpinan Rektor Muhammad Aasad dan Ketua Yayasannya Raja Muda.
Aroma tak sedap akan konflik semakin kental terasa ketika Koordinator Perguruan Tinggi Sumatera Utara (Kopertis) Wilayah I Sumut-Aceh,  Prof Dian Armanto kembali mengumumkan jika UISU Al Munawwarah sebagai kampus yang tidak sah, sehingga tamatannya tidak akan diterima di manapun. Kondisi ini meruncing hingga Rektor UISU Al Munawwarah menggugat Kopertis senilai Rp127 Miliar karena dinilai tidak netral dalam menjalankan tugas dan mengutamakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Mengapa permasalahan tersebut bisa berlanjut ke ranah hukum, berikut wawancara Kopertis Prof Dian Armanto dengan wartawan koran ini, Kesuma Ramadhan, Senin (9/9).

Sebelumnya UISU ini sempat adem ayem pascakonflik yang terjadi 2007 lalu. Boleh diceritakan, kenapa UISU ini kembali memanas?
Sebenarnya, awal kepemimpinan saya di Koopertis, pernah kita mencoba melakukan pendekatan untuk menyatukan kedua kampus yang di Karya Bakti (UISU Al Manar) dan kampus di Sisingamangaraja (Al-Munawwarah).  Kita merasa prihatin dengan tamatan UISU Sisingamangaraja karena kampusnya  tidak terdaftar di Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI). Setelah tiga kali pemanggilan, sekitar April lalu, Rektor Sisingamangaraja, Zulkarnain Lubis akhirnya mendatangi saya. Saat itu kita coba tawarkan agar mereka bergabung saja dengan catatan rektornya dipimpin oleh Aasad dan wakilnya Zulkarnain. Begitu juga dekannya dipimpin oleh dekan yang ada di kampus Karya Bakti dan wakilnya dari UISU Al Manar.
Apa tanggapan kedua kubu terkait rencana penyatuan yang dijembatani oleh Kopertis saat itu?
Ya kalau pihak UISU Karya Bakti mereka setuju dengan rencana ini, tapi Zulkarnainnya saat itu justru meminta waktu dua bulan untuk memutuskan dan jujur kita tunggu dengan tangan terbuka saat itu. Tiba-tiba sebulan berikutnya atau tepatnya Mei, mereka  (Zulkarnain Lubis) justru mengirimkan surat ke kita untuk menghadiri wisudanya mereka.

Apa tanggapan Anda saat itu?
Saya heran saja, kenapa diwisuda, sementara mahasiswa UISU Jalan Sisingamangaraja itu tidak terdaftar berdasarkan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PPDT). Apalagi jelas-jelas DIKTI telah menyatakan jika UISU Sisingamangaraja tidak sah. Akhirnya kita diskusikan kepada DIKTI terkait rencana mereka, dan saat itu saya dapat perintah dari DIKTI untuk mengumumkan ke media , mana saja kampus yang terdaftar di Sumatera Utara. Untuk melihatnya di www.evaluasi dikti.go.id, dan yang terdaftar itu cuma UISU di Karya Bakti. Kita juga buat surat ke seluruh PTS  dan instansi agar tidak memperhitungkan tamatan dari UISU Sisingamangaraja. Itulah puncaknya, ketika USU yang telah menerima surat dari Kopertis, menolak tamatan dari UISU Sisingamangaraja untuk melanjutkan studinya. Bayangkan kampus sekelas USU saja menolak tamatan UISU Sisingamangaraja.

Kalau melihat  ke belakang, Kopertis di masa kepemimpinan sebelum Anda, yakni  Prof Nawawi, sepertinya tidak mempermasalahkan kondisi tersebut. Atau memang sengaja ada proses pembiaran saat itu, karena mungkin kedekatannya dengan Rektor UISU Sisingamangaraja, hingga akhirnya berdampak saat ini?
Kedekatan itu saya ‘gak tahu pasti. Tapi sebenarnya pada tahun 2010 saat Kopertis dipimpin Pak Zainuddin, pernah melayangkan surat ke UISU Sisingamangaraja untuk tidak menerima mahasiswa baru dan melakukan wisuda karena statusnya. Dan di masa Pak Nawawi, dia juga tidak menganulir surat tersebut. Tapi tetap saja UISU Sisingamangaraja yang masih berani menerima mahasiswa baru dan tetap melakukan wisuda.

Terkait masih berjalannya gugatan di pengadilan tentang penentuan Yayasan, bagaimana Anda menyikapinya?

Ini kan cerita PTS. Di sini Kopertis hanya perpanjangan tangan DIKTI mengurusi bidang akademiknya saja, kalau nantinya pengadilan menentukan siapa yayasan yang berhak mengelola UISU, Ya kita serahkan kepada yayasan yang memenangkan gugatan. Tapi pertanyaannya, apakah Yayasan UISU Sisingamangaraja terdaftar di Kumham, kalau ‘gak punya untuk apa?

Mengenai adanya gugatan yang disampaikan Rektor UISU Sisingamangaraja Zulkarnain Lubis terhadap Anda senilai Rp127 miliar, karena dianggap tidak netral dalam menjalan tugas. Bagaimana sikap Anda saat ini?

Kalau itu silahkan saja. Tapi gugatan Zulkarnain itu Saya anggap lucu-lucu saja. Bayangkan ya, Rektornya tidak pernah punya izin tertulis dari Kopertis sebagai pimpinan. Kedua, tidak punya izin tertulis dari UMA (Universitas Medan Area, Red) tempat dirinya menjabat Rektor sebelumnya. Pantaskah dia namakan dirinya rektor?
Berdasarkan itu juga karena PTS nya tidak terdaftar, Kopertis pernah mengeluarkan surat pada 19 Agustus lalu untuk balik ke UMA. Karena kampus yang dipimpinnya saat ini tidak terdaftar, mending dia balik ke “Home Base”aja lah. Lagian Kopertis ‘gak pernah takut dengan gugatannya, apalagi kita di back up oleh Dirjen DIKTI kok. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/