26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Di Sumut, Tiap Bulan 11 Ibu Hamil Meninggal

indexAngka kematian ibu hamil di Sumatera Utara (Sumut) belum bisa dikurangi. Bahkan, sejak Januari hingga Juni 2013, setiap bulan ada 11 ibu hamil yang meninggal.
MEDAN-Hal ini menjadi sebuah ironi di saat Indonesia telah berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan utama pembangunan dengan program Millennium Development Goals (MDGs) 2015, di antaranya memperbaiki kualitas ibu hamil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, pada tahun 2012, kasus Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumut ada sebanyak 173 kasus. Dan, hingga Juni 2013 ada sebanyak 67 kasus. Angka ini masih dapat bertambah karena belum semua kabupaten/kota yang melaporkannya.
“Belum semua kabupaten/kota melaporkannya, paling tidak dinas kesehatan bisa mengupdate data agar lebih akurat dan kita memang berharap tidak ada kematian,” katanya.
AKI memang semangkin meningkat, tidak hanya di Sumut, bahkan di banyak daerah di Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh pengamat kesehatan, Delyuzarn
“Beberapa hari lalu, Ibu Menteri Kesehatan juga kaget dengan peningkatan angka kematian pada ibu ini, sampai dia bilang, ‘untung saya tidak bunuh diri’ artinya memang ini menjadi masalah serius dan betul-betul menjadi perhatian,” katanya kepada Sumut Pos.
Ia menilai, jika AKI tidak mengalami perubahan kedepannya, maka akan menjadi sebuah masalah besar, gagalnya target MDGs 2015. Hal yang sebenarnya dibutuhkan adalah membangkitkan semua sistem, di antaranya masyarakat dan pemerintah. “Kalau saya melihat, kasus AKI biasanya karena lamanya penanganan. Bisa dari transportasi, keputusan yang lama atau harus menunggu dari pihak laki-laki (suami), keterbelakangan persoalan medis yang memang disebabkan kurangnya sosialisasi. Maka caranya semua sistem harus bisa terbangun,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Kesehatan, Umar Zein mengatakan peningkatan AKI merupakan gambaran akan kegagalan pemerintah. “Jangan bercita-cita menuju MDGs 2015 kalau seperti ini kenyataannya. Program pemerintah seperti program di atas kertas, pemerintah menciptakan program kesehatan yang tidak benar atau bisa dibilang program kesehatan yang sakit. Apa yang diprogramkan bukan apa yang dibutuhkan masyarakat, tampak tidak ada peninjauan langsung ke lapangan,” katanya.
Kasus meningkatnya AKI, menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah keterlamabatan pertolongan, keterlambatan mendiagnosis, informasi pada ibu hamil, rumah sakit, dan peralatan yang tidak memadai. “Tahun lalu dilaporkan di Sumut ada 173 dan sampai Juni mencapai 67 kasus, berarti peningkatan kesehatan tidak berjalan. Seharusnya bukan hanya sekedar program namun Dinkes dapat terjun ke lapangan. Kami pernah melakukan survei ke daerah yang rentan terkena malaria. Ternyata di sana tidak ada dikasih obat. Padahal program malaria dari global fun itu dananya besar. Berarti yang diperbincangkan berbeda, di lapangan tidak seperti itu. Seharusnya ini dapat diperhatikan apalagi pada AKI, ini tidak boleh dianggap sepele,” ujarnya.
Tambahnya, menurut survei yang ia lakukan, banyak masyarakat yang tidak tahu mengenai program-program kesehatan dari pemerintah, seperti Jamkesda dan BPJS 2014 nanti. “Saya suka tanya sama pasien saya, mereka banyak juga yang tidak tahu. Bahkan survei kita ke daerah juga seperti itu,” ujarnya.
Sementara itu, sebelumnya, saat disinggung mengenai sebab kematian pada ibu, Retno mengatakan, hal tersebut terjadi disebabkan beberapa faktor yaitu pendarahan pada persalinan yang bisa dikarenakan adanya penyakit yang diderita pasien. “Disebabkan oleh banyak faktor, mungkin dari pendarahan dan pendarahan ini jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan ibu tidak tertolong,” katanya.
Faktor penyebab lain, sambungnya, adanya infeksi pada si ibu dan eklamsia atau kehamilan risiko tinggi atau penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria. Ada beberapa faktor yang seringkali menjadi faktor penunjang kejadian eklamsia dan preeklamsia seperti gangguan aliran darah ke dalam rahim, gizi yang buruk  dan juga ada yang menyebutkan karena pengaruh obesitas, kurangnya sirkulasi oksigen ke plasenta. “Masih adanya ibu yang melahirkan di rumah juga bisa menjadi penyebab kematian karena terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan,” katanya.
Selain itu, tambahnya, AKI yang meningkat juga karena kesadaran dan juga ‘4 terlalu (T)’. “Yah saya harapkan ketika melahirkan dapat ditolong tenaga kesehatan dan jangan ada ‘4T’ yakni terlalu muda atau tua saat melahirkan, terlalu banyak anak dan dekat jarak kelahiran, terlambat mengetahui keadaan darurat untuk persalinan, terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan dan mendapatkan pertolongan.  Kita juga berharap agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak 4 kali selama hamil,” ujarnya.
Disinggung mengenai upaya yang dilakukan dinas kesehatan Sumut untuk mencegah atau menekan AKI saat melahirkan, Retno mengatakan pihaknya terus berusaha meningkatkan pelayanan di 359 Puskesmas yang ada. 154 di antaranya merupakan Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas PONED. Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yaitu puskesmas yang memiliki fasilitas dan kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam.
Sumut, tambahnya lagi, memiliki 33 kabupaten/kota dan saat ini sudah memiliki 131 PONED dari yang diharapkan sebanyak 4 PONED tiap kabupaten/kota. “Jumlahnya sudah memenuhi, tetapi harus berjalan optimal. Namun permasalahannya, petugas yang sudah dilatih, dimutasi atau dipindahkan ke tempat lain. Kalau bisa petugas yang sudah dilatih bertugas paling tidak 2 atau 3 tahun. Upaya kita memperbanyak pemberian imunisasi dan makanan pengganti ASI,” pungkas Retno. (put)

indexAngka kematian ibu hamil di Sumatera Utara (Sumut) belum bisa dikurangi. Bahkan, sejak Januari hingga Juni 2013, setiap bulan ada 11 ibu hamil yang meninggal.
MEDAN-Hal ini menjadi sebuah ironi di saat Indonesia telah berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan utama pembangunan dengan program Millennium Development Goals (MDGs) 2015, di antaranya memperbaiki kualitas ibu hamil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, pada tahun 2012, kasus Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumut ada sebanyak 173 kasus. Dan, hingga Juni 2013 ada sebanyak 67 kasus. Angka ini masih dapat bertambah karena belum semua kabupaten/kota yang melaporkannya.
“Belum semua kabupaten/kota melaporkannya, paling tidak dinas kesehatan bisa mengupdate data agar lebih akurat dan kita memang berharap tidak ada kematian,” katanya.
AKI memang semangkin meningkat, tidak hanya di Sumut, bahkan di banyak daerah di Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh pengamat kesehatan, Delyuzarn
“Beberapa hari lalu, Ibu Menteri Kesehatan juga kaget dengan peningkatan angka kematian pada ibu ini, sampai dia bilang, ‘untung saya tidak bunuh diri’ artinya memang ini menjadi masalah serius dan betul-betul menjadi perhatian,” katanya kepada Sumut Pos.
Ia menilai, jika AKI tidak mengalami perubahan kedepannya, maka akan menjadi sebuah masalah besar, gagalnya target MDGs 2015. Hal yang sebenarnya dibutuhkan adalah membangkitkan semua sistem, di antaranya masyarakat dan pemerintah. “Kalau saya melihat, kasus AKI biasanya karena lamanya penanganan. Bisa dari transportasi, keputusan yang lama atau harus menunggu dari pihak laki-laki (suami), keterbelakangan persoalan medis yang memang disebabkan kurangnya sosialisasi. Maka caranya semua sistem harus bisa terbangun,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Kesehatan, Umar Zein mengatakan peningkatan AKI merupakan gambaran akan kegagalan pemerintah. “Jangan bercita-cita menuju MDGs 2015 kalau seperti ini kenyataannya. Program pemerintah seperti program di atas kertas, pemerintah menciptakan program kesehatan yang tidak benar atau bisa dibilang program kesehatan yang sakit. Apa yang diprogramkan bukan apa yang dibutuhkan masyarakat, tampak tidak ada peninjauan langsung ke lapangan,” katanya.
Kasus meningkatnya AKI, menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah keterlamabatan pertolongan, keterlambatan mendiagnosis, informasi pada ibu hamil, rumah sakit, dan peralatan yang tidak memadai. “Tahun lalu dilaporkan di Sumut ada 173 dan sampai Juni mencapai 67 kasus, berarti peningkatan kesehatan tidak berjalan. Seharusnya bukan hanya sekedar program namun Dinkes dapat terjun ke lapangan. Kami pernah melakukan survei ke daerah yang rentan terkena malaria. Ternyata di sana tidak ada dikasih obat. Padahal program malaria dari global fun itu dananya besar. Berarti yang diperbincangkan berbeda, di lapangan tidak seperti itu. Seharusnya ini dapat diperhatikan apalagi pada AKI, ini tidak boleh dianggap sepele,” ujarnya.
Tambahnya, menurut survei yang ia lakukan, banyak masyarakat yang tidak tahu mengenai program-program kesehatan dari pemerintah, seperti Jamkesda dan BPJS 2014 nanti. “Saya suka tanya sama pasien saya, mereka banyak juga yang tidak tahu. Bahkan survei kita ke daerah juga seperti itu,” ujarnya.
Sementara itu, sebelumnya, saat disinggung mengenai sebab kematian pada ibu, Retno mengatakan, hal tersebut terjadi disebabkan beberapa faktor yaitu pendarahan pada persalinan yang bisa dikarenakan adanya penyakit yang diderita pasien. “Disebabkan oleh banyak faktor, mungkin dari pendarahan dan pendarahan ini jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan ibu tidak tertolong,” katanya.
Faktor penyebab lain, sambungnya, adanya infeksi pada si ibu dan eklamsia atau kehamilan risiko tinggi atau penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria. Ada beberapa faktor yang seringkali menjadi faktor penunjang kejadian eklamsia dan preeklamsia seperti gangguan aliran darah ke dalam rahim, gizi yang buruk  dan juga ada yang menyebutkan karena pengaruh obesitas, kurangnya sirkulasi oksigen ke plasenta. “Masih adanya ibu yang melahirkan di rumah juga bisa menjadi penyebab kematian karena terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan,” katanya.
Selain itu, tambahnya, AKI yang meningkat juga karena kesadaran dan juga ‘4 terlalu (T)’. “Yah saya harapkan ketika melahirkan dapat ditolong tenaga kesehatan dan jangan ada ‘4T’ yakni terlalu muda atau tua saat melahirkan, terlalu banyak anak dan dekat jarak kelahiran, terlambat mengetahui keadaan darurat untuk persalinan, terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan dan mendapatkan pertolongan.  Kita juga berharap agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak 4 kali selama hamil,” ujarnya.
Disinggung mengenai upaya yang dilakukan dinas kesehatan Sumut untuk mencegah atau menekan AKI saat melahirkan, Retno mengatakan pihaknya terus berusaha meningkatkan pelayanan di 359 Puskesmas yang ada. 154 di antaranya merupakan Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas PONED. Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yaitu puskesmas yang memiliki fasilitas dan kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam.
Sumut, tambahnya lagi, memiliki 33 kabupaten/kota dan saat ini sudah memiliki 131 PONED dari yang diharapkan sebanyak 4 PONED tiap kabupaten/kota. “Jumlahnya sudah memenuhi, tetapi harus berjalan optimal. Namun permasalahannya, petugas yang sudah dilatih, dimutasi atau dipindahkan ke tempat lain. Kalau bisa petugas yang sudah dilatih bertugas paling tidak 2 atau 3 tahun. Upaya kita memperbanyak pemberian imunisasi dan makanan pengganti ASI,” pungkas Retno. (put)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/