JAKARTA – Kabar kedekatan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumut Irham Buana Nasution dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) non-aktif Akil Mochtar bukan isapan jempol semata.
Tak hanya makan durian bareng di perkebunan milik Universitas Sumatera Utara (USU) di Desa Tambunan, Kecamatan Salapian, Langkat, seperti diberitakan koran ini pada edisi Jumat (11/10) lalu, belakangan Sumut Pos memperoleh fakta dua pertemuan Irham dengan Akil yang sifatnya personal. Temuan ini semakin mengindikasikan kelekatan hubungan keduanya.
Irham pernah mengajak Akil plesiran di Pantai Cermin, Perbaungan, Serdang Bedagai, sewaktu keduanyan
masih aktif di jabatan masing-masing. Nah, satu pertemuan lagi sifatnya bisa dibilang istimewa, yakni Akil mengunjungi rumah Irham saat acara ‘turun ayunan’ alias akekahan anaknya
“Itu terjadi sekitar tahun 2009 lalu. Saya juga hadir di acara itu,” ujar sumber koran ini yang namanya tersimpan rapat-rapat di file redaksi, kemarin (15/10).
Di kalangan pengacara yang mengurusi sengketa Pilkada di Sumut, sumber menegaskan, kedekatan Akil dengan Irham bukan rahasia lagi. “Sekitar 70 persen sengketa pilkada di wilayah Sumut, itu semua lewat Irham. Karena dia sudah menjadi semacam ‘kaki tangan’ Akil untuk wilayah Sumut,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, Irham sudah membantah kabar kedekatan pribadinya dengan Akil. Dia mengaku, kedekatannya bersifat kelembagaan diantara KPUD Sumut dengan MK.
Lebih jauh dikatakan, Irham mengeruk keuntungan berlapis-lapis dari fee sebagai broker kasus sengketa Pilkada yang tarifnya hingga miliaran rupiah. Mantan Ketua KPUD Sumut yang kini beralih mencalonkan diri sebagai caleg DPR dari Partai Golkar ini juga mengeruk ongkos sengketa Pilkada KPUD Sumut.
‘’Caranya dengan menunjuk tim kuasa hukum yang sudah disetirnya, yakni Sedarita Ginting dkk. Dalam tim yang menjadi pengacara sebagian besar KPUD kabupaten/kota di Sumut itu ada nama Nasrul Ichsan Nasution, yang disebut-sebut sebagai adik kandung Irham,’’ katanya.
Untuk tarif sekali beracara, lanjut sumber, tim kuasa hukum meminta tarif minimal Rp300 juta. Dana itu disediakan oleh KPUD kabupaten/kota yang keputusannya digugat ke MK.
‘’Hampir seluruh komisioner KPUD kabupaten/kota tak kuasa menolak. Mereka itu semua sudah di bawah ketiak Irham,” sebut sumber itu.
Hanya saja temuan ini belum mendapat jawaban langsung dari Sedarita Ginting. Saat dikonfirmasi Sumut Pos ponsel Sedarita sempat tak aktif. Dalam kesempatan konfirmasi berikutnya, ada terdengar nada masuk tapi tak diangkat.
Saat upaya konfirmasi Sumut Pos mengontak Nasrul Ichsan Nasution, enggan berkomentar mengenai masalah ini. “Ke Bang Ginting (Sedarita Ginting, Red) saja ya, karena dia ketua timnya,” ujarnya.
Dihubungi kembali pada Senin (14/10), Nasrul mengangkat ponsel istrinya. Perempuan ramah itu mengatakan suaminya sibuk berkurban. Satu lagi anggota tim tunjukan Irham bernama Nur Alamsyah, ponselnya malah sudah tidak aktif dalam beberapa hari ini.
Sumber menambahkan, dalam satu Pilkada di wilayah Sumut, Irham menjadi penghubung pasangan calon yang ditetapkan sebagai pemenang dengan Akil. Dana digelontorkan dalam dua termin. Dikatakan dia, termin pertama Rp2 miliar diurus Irham dan diserahkan ke rumah Akil di kawasan Depok.
‘’Termin kedua Rp3 miliar dikirim setelah pasangan calon itu dilantik. Uangnya ditransfer ke rekening Irham. Yang Rp1 miliar dikirim ke Akil, sisanya lagi Rp2 miliar dibagi dua, Rp1 milar untuk Irham, Rp1 miliar lagi untuk kawannya yang juga menjadi broker,’’ tukasnya. Hanya saja, identitas kawan Irham ini belum bisa dibuka karena sampai saat ini belum bisa dikonfirmasi.
“Keduanya lantas membeli Fortuner. Saya pikir dia (Irham, Red) ketua KPUD provinsi terkaya di Indonesia,” kata si sumber dengan nada meyakinkan.
Selain itu, Irham juga pernah mempertemukan Akil dengan salah seorang calon yang menang, yang sengketa Pilkadanya dibawa ke MK. “Pertemuan dilakukan di Grand Angkasa Medan,” cetus sumber.
Mengonfirmasi temuan ini, Sumut Pos mendatangi rumahnya di Jalan Karya Dalam atau Jalan Sutan Sinumba Nomor 7, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia. Saat di depan pintu rumah, seorang perempuan yang tampak seperti pembantu rumah tangga mengatakan Irham ada di rumah.
Berselang satu menit perempuan itu mengatakan Irham tidak ada di rumah. “Bang, bapak nggak ada. Bapak pergi, nggak tahu ke mana,” katanya. Saat ditanya, apakah Irham sedang pergi ke Jakarta, wanita itu mengaku tak tahu dan langsung menutup pintu.
Seorang warga yang tinggal di sebelah rumah Irham mengaku tidak pernah melihat sosok Irham. “Nggak tahu Bang. Kami jarang ketemu,” katanya. Hal senada juga disampaikan seorang penjaga pos keamanan. “Wah kurang tahu Bang, ada atau tidak dia di rumah. Coba langsung saja datangi ke rumahnya,” ujar penjaga pos ini seraya menunjukkan rumah Irham.
Hingga tadi malam sekitar pukul 23.00 WIB saat dikontak kembali, Irham belum bisa juga dihubungi. Nomor ponsel yang biasa digunakan mantan direktur LBH Sumut itu tak juga aktif.
Luka lama
Kasus tertangkapnya Akil Mochtar mau tak mau membuka luka lama. Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Pengacara Pilkada (SiPP), belum lama ini berkumpul dan menyampaikan testimoninya saat menangani perkara sengketa pilkada di MK, yang proses sidangnya dipimpin Akil Mochtar.
Sejumlah sengketa pilkada di MK yang putusannya berbau suap dibeber. Di antaranya yang mencuat kemarin adalah putusan sengketa pilkada Mandailing Natal (Madina), pilkada Samosir, Lebak, Kota Palembang, dan beberapa lagi yang lain.
Dengan tegas, Koordinator SiPP , Ahmad Suryono, SH., MH, mendesak seluruh putusan sengketa pilkada di MK yang majelis hakimnya dipimpin Akil, agar dianulir.
“Sengketa pilkada yang panelnya dipimpin Akil Mochtar agar dianulir dan disidang ulang. Karena keputusannya hasil suap,” ujar Ahmad Suryono di depan ratusan penggiat antikorupsi dan wartawan yang memenuhi sebuah kafe di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Satu per satu pengacara dan pihak yang bersengketa, menyampaikan testimoni. Taufik Basari, mantan pengacara penggugat hasil pilkada Samosir, yakni pasangan Ober Sihol Parulian – Tigor Simbolon, bersuara keras.
Dia menyebut, dari 20 perkara yang pernah ditangani, empat di antaranya dinilai janggal putusannya, karena berbau suap. Yakni pilkada Tulang Bawang, Yahukimo, Kuantansingingi, dan Samosir.
Dia menyebut, menjelang putusan empat perkara itu, berhembus isu-isu tak sedap berbau suap. Pihak-pihak yang bersengketa disodori draf putusan dalam dua versi, dikabulkan dan ditolak. “Ada dua versi putusan, tunggu bayaran. Itu isu-isu yang beredar,” cetus dia.
Pengacara ternama itu mendesak agar dilakukan eksaminasi seluruh putusan yang sidangnya dipimpin Akil. Jika mau, lanjutnya, proses eksaminasi gampang karena seluruh persidangan di MK direkam secara audio visual, termasuk risalah sidangnya juga lengkap.
Dokumen berita JPNN, sengketa pilkada Samosir diputusan 8 Juli 2010. MK menolak gugatan yang diajukan klien Taufik. Yang mencuat saat proses persidangan, ada rombongan mahasiswa dari Medan yang disebut-sebut massa bayaran atau pemilih siluman.
Bahkan, dalam materi gugatannya, kuasa hukum Ober-Tigor, Taufik Basari, SH, S.Hum, menyebutkan sedikitnya diketahui 30.217 massa bayaran yang masuk dari luar Samosir, yang kemudian tersebar ke berbagai TPS di seluruh Kecamatan, untuk memenangkan pasangan Mangindar-Mangadap. Hakim MK menilai, klaim itu tidak benar. Dengan putusan ini, MK mengukuhkan kemenangan pasangan Mangindar Simbolon- Mangadap Sinaga.
Di tempat yang sama, mantan calon bupati Madina, Irwan H. Daulay, tak kalah keras. Saking sebelnya dengan Akil, dalam pernyataannya Irwan tak mau menyerang Akil. Irwan malah menyalahkan Mahfud MD, yang saat itu Ketua MK. “Saya condong ke Mahfud MD. Akil saya anggap sudah mati,” cetusnya.
Irwan mengaku sudah berkali-kali protes ke MK, termasuk mengirim surat ke Mahfud MD, terkait putusan sengketa pilkada Madina, yang dibacakan 6 Juli 2010. Dalam putusannya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang pilkada Madina. (sam/mag-2)
Akil Kunjungi Rumah Irham
JAKARTA – Kabar kedekatan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumut Irham Buana Nasution dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) non-aktif Akil Mochtar bukan isapan jempol semata.
Tak hanya makan durian bareng di perkebunan milik Universitas Sumatera Utara (USU) di Desa Tambunan, Kecamatan Salapian, Langkat, seperti diberitakan koran ini pada edisi Jumat (11/10) lalu, belakangan Sumut Pos memperoleh fakta dua pertemuan Irham dengan Akil yang sifatnya personal. Temuan ini semakin mengindikasikan kelekatan hubungan keduanya.
Irham pernah mengajak Akil plesiran di Pantai Cermin, Perbaungan, Serdang Bedagai, sewaktu keduanyan
masih aktif di jabatan masing-masing. Nah, satu pertemuan lagi sifatnya bisa dibilang istimewa, yakni Akil mengunjungi rumah Irham saat acara ‘turun ayunan’ alias akekahan anaknya
“Itu terjadi sekitar tahun 2009 lalu. Saya juga hadir di acara itu,” ujar sumber koran ini yang namanya tersimpan rapat-rapat di file redaksi, kemarin (15/10).
Di kalangan pengacara yang mengurusi sengketa Pilkada di Sumut, sumber menegaskan, kedekatan Akil dengan Irham bukan rahasia lagi. “Sekitar 70 persen sengketa pilkada di wilayah Sumut, itu semua lewat Irham. Karena dia sudah menjadi semacam ‘kaki tangan’ Akil untuk wilayah Sumut,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, Irham sudah membantah kabar kedekatan pribadinya dengan Akil. Dia mengaku, kedekatannya bersifat kelembagaan diantara KPUD Sumut dengan MK.
Lebih jauh dikatakan, Irham mengeruk keuntungan berlapis-lapis dari fee sebagai broker kasus sengketa Pilkada yang tarifnya hingga miliaran rupiah. Mantan Ketua KPUD Sumut yang kini beralih mencalonkan diri sebagai caleg DPR dari Partai Golkar ini juga mengeruk ongkos sengketa Pilkada KPUD Sumut.
‘’Caranya dengan menunjuk tim kuasa hukum yang sudah disetirnya, yakni Sedarita Ginting dkk. Dalam tim yang menjadi pengacara sebagian besar KPUD kabupaten/kota di Sumut itu ada nama Nasrul Ichsan Nasution, yang disebut-sebut sebagai adik kandung Irham,’’ katanya.
Untuk tarif sekali beracara, lanjut sumber, tim kuasa hukum meminta tarif minimal Rp300 juta. Dana itu disediakan oleh KPUD kabupaten/kota yang keputusannya digugat ke MK.
‘’Hampir seluruh komisioner KPUD kabupaten/kota tak kuasa menolak. Mereka itu semua sudah di bawah ketiak Irham,” sebut sumber itu.
Hanya saja temuan ini belum mendapat jawaban langsung dari Sedarita Ginting. Saat dikonfirmasi Sumut Pos ponsel Sedarita sempat tak aktif. Dalam kesempatan konfirmasi berikutnya, ada terdengar nada masuk tapi tak diangkat.
Saat upaya konfirmasi Sumut Pos mengontak Nasrul Ichsan Nasution, enggan berkomentar mengenai masalah ini. “Ke Bang Ginting (Sedarita Ginting, Red) saja ya, karena dia ketua timnya,” ujarnya.
Dihubungi kembali pada Senin (14/10), Nasrul mengangkat ponsel istrinya. Perempuan ramah itu mengatakan suaminya sibuk berkurban. Satu lagi anggota tim tunjukan Irham bernama Nur Alamsyah, ponselnya malah sudah tidak aktif dalam beberapa hari ini.
Sumber menambahkan, dalam satu Pilkada di wilayah Sumut, Irham menjadi penghubung pasangan calon yang ditetapkan sebagai pemenang dengan Akil. Dana digelontorkan dalam dua termin. Dikatakan dia, termin pertama Rp2 miliar diurus Irham dan diserahkan ke rumah Akil di kawasan Depok.
‘’Termin kedua Rp3 miliar dikirim setelah pasangan calon itu dilantik. Uangnya ditransfer ke rekening Irham. Yang Rp1 miliar dikirim ke Akil, sisanya lagi Rp2 miliar dibagi dua, Rp1 milar untuk Irham, Rp1 miliar lagi untuk kawannya yang juga menjadi broker,’’ tukasnya. Hanya saja, identitas kawan Irham ini belum bisa dibuka karena sampai saat ini belum bisa dikonfirmasi.
“Keduanya lantas membeli Fortuner. Saya pikir dia (Irham, Red) ketua KPUD provinsi terkaya di Indonesia,” kata si sumber dengan nada meyakinkan.
Selain itu, Irham juga pernah mempertemukan Akil dengan salah seorang calon yang menang, yang sengketa Pilkadanya dibawa ke MK. “Pertemuan dilakukan di Grand Angkasa Medan,” cetus sumber.
Mengonfirmasi temuan ini, Sumut Pos mendatangi rumahnya di Jalan Karya Dalam atau Jalan Sutan Sinumba Nomor 7, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia. Saat di depan pintu rumah, seorang perempuan yang tampak seperti pembantu rumah tangga mengatakan Irham ada di rumah.
Berselang satu menit perempuan itu mengatakan Irham tidak ada di rumah. “Bang, bapak nggak ada. Bapak pergi, nggak tahu ke mana,” katanya. Saat ditanya, apakah Irham sedang pergi ke Jakarta, wanita itu mengaku tak tahu dan langsung menutup pintu.
Seorang warga yang tinggal di sebelah rumah Irham mengaku tidak pernah melihat sosok Irham. “Nggak tahu Bang. Kami jarang ketemu,” katanya. Hal senada juga disampaikan seorang penjaga pos keamanan. “Wah kurang tahu Bang, ada atau tidak dia di rumah. Coba langsung saja datangi ke rumahnya,” ujar penjaga pos ini seraya menunjukkan rumah Irham.
Hingga tadi malam sekitar pukul 23.00 WIB saat dikontak kembali, Irham belum bisa juga dihubungi. Nomor ponsel yang biasa digunakan mantan direktur LBH Sumut itu tak juga aktif.
Luka lama
Kasus tertangkapnya Akil Mochtar mau tak mau membuka luka lama. Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Pengacara Pilkada (SiPP), belum lama ini berkumpul dan menyampaikan testimoninya saat menangani perkara sengketa pilkada di MK, yang proses sidangnya dipimpin Akil Mochtar.
Sejumlah sengketa pilkada di MK yang putusannya berbau suap dibeber. Di antaranya yang mencuat kemarin adalah putusan sengketa pilkada Mandailing Natal (Madina), pilkada Samosir, Lebak, Kota Palembang, dan beberapa lagi yang lain.
Dengan tegas, Koordinator SiPP , Ahmad Suryono, SH., MH, mendesak seluruh putusan sengketa pilkada di MK yang majelis hakimnya dipimpin Akil, agar dianulir.
“Sengketa pilkada yang panelnya dipimpin Akil Mochtar agar dianulir dan disidang ulang. Karena keputusannya hasil suap,” ujar Ahmad Suryono di depan ratusan penggiat antikorupsi dan wartawan yang memenuhi sebuah kafe di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Satu per satu pengacara dan pihak yang bersengketa, menyampaikan testimoni. Taufik Basari, mantan pengacara penggugat hasil pilkada Samosir, yakni pasangan Ober Sihol Parulian – Tigor Simbolon, bersuara keras.
Dia menyebut, dari 20 perkara yang pernah ditangani, empat di antaranya dinilai janggal putusannya, karena berbau suap. Yakni pilkada Tulang Bawang, Yahukimo, Kuantansingingi, dan Samosir.
Dia menyebut, menjelang putusan empat perkara itu, berhembus isu-isu tak sedap berbau suap. Pihak-pihak yang bersengketa disodori draf putusan dalam dua versi, dikabulkan dan ditolak. “Ada dua versi putusan, tunggu bayaran. Itu isu-isu yang beredar,” cetus dia.
Pengacara ternama itu mendesak agar dilakukan eksaminasi seluruh putusan yang sidangnya dipimpin Akil. Jika mau, lanjutnya, proses eksaminasi gampang karena seluruh persidangan di MK direkam secara audio visual, termasuk risalah sidangnya juga lengkap.
Dokumen berita JPNN, sengketa pilkada Samosir diputusan 8 Juli 2010. MK menolak gugatan yang diajukan klien Taufik. Yang mencuat saat proses persidangan, ada rombongan mahasiswa dari Medan yang disebut-sebut massa bayaran atau pemilih siluman.
Bahkan, dalam materi gugatannya, kuasa hukum Ober-Tigor, Taufik Basari, SH, S.Hum, menyebutkan sedikitnya diketahui 30.217 massa bayaran yang masuk dari luar Samosir, yang kemudian tersebar ke berbagai TPS di seluruh Kecamatan, untuk memenangkan pasangan Mangindar-Mangadap. Hakim MK menilai, klaim itu tidak benar. Dengan putusan ini, MK mengukuhkan kemenangan pasangan Mangindar Simbolon- Mangadap Sinaga.
Di tempat yang sama, mantan calon bupati Madina, Irwan H. Daulay, tak kalah keras. Saking sebelnya dengan Akil, dalam pernyataannya Irwan tak mau menyerang Akil. Irwan malah menyalahkan Mahfud MD, yang saat itu Ketua MK. “Saya condong ke Mahfud MD. Akil saya anggap sudah mati,” cetusnya.
Irwan mengaku sudah berkali-kali protes ke MK, termasuk mengirim surat ke Mahfud MD, terkait putusan sengketa pilkada Madina, yang dibacakan 6 Juli 2010. Dalam putusannya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang pilkada Madina. (sam/mag-2)