27 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Nasionalisme yang (Tak) Luntur

 sumpah pemuda

sumpah pemuda

Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober diharapkan dapat menjadi momentum bagi kaum muda untuk bersatu.

Pasalnya, reformasi 1998 yang didengungkan menuju perbaikan bangsa justru tidak menjadi kenyataan.

“Rezim reformasi ini jauh lebih parah karena pemimpinnya tidak paham perjuangan Indonesia merdeka, dan hanya memikirkan kelompoknya sendiri,” ujar Ketua Yayasan Reinaissance Jakarta (YRJ) Didi Purnomo usai diskusi menyambut Hari Sumpah Pemuda bertema ‘Bangkit, Bersatu & Bertanggung Jawab: Kepemimpinan Pemuda Melempangkan Kembali Jalan Kebangsaan’ di Galeri Cafe, Cikini Jakarta, Minggu (27/10)n
Didi mencontohkan, di era Orde Baru, kerusakan alam yang terjadi di Indonesia baru sekitar 10 persen, tapi sekarang ini justru meningkat puluhan kali lipat. Padahal, semangat sumpah pemuda seyogianya dapat membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang makmur, adil, dan berdaulat.

Karena itu, perlu adanya penyatuan dua kekuatan yang selama ini saling bertentangan. Yakni kekuatan kelompok yang kooperatif dengan penjajah dan yang tidak kooperatif dengan penjajah.

“Kita harus bersatu dalam rangka membangun Indonesia yang baru, perbedaan harus tetap ada, justru di situ kekuatan bangsa Indonesia. Pemuda juga harus ikut menjaga teritorial negara dari Sabang sampai Merauke, dan ikut membangun bangsanya,” jelas Didi.

Semangat nasionalisme masih ada di dalam jiwa pemuda pemudi Indonesia. Justru, para pemimpinlah yang tidak memiliki nasionalisme terhadap bangsanya. Apalagi menjiwai semangat sumpah pemuda.

“Anak-anak muda nasionalismenya masih tinggi. Terbukti, yang menyelamatkan rakyat waktu reformasi 98 itu kan anak-anak muda yang juga gemar disko, ngepunk, nonton Mtv,” timpal Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardie.

Adhie menyayangkan, lunturnya semangat nasionalisme justru di kalangan para elit pemimpin. Hal ini terlihat dari maraknya praktik korupsi serta hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya ketimbang mengurus rakyat.

“Semangat sumpah pemuda ini sebetulnya sudah ada dalam diri masing-masing. Anak muda sekarang memang kelihatannya seperti tidak memiliki nasionalisme, tapi Ini hanya bagian dari tren saja,” jelas mantan jubir Presiden Abdurrahman Wahid itu.

“Persoalan besarnya bukan tidak ada rasa nasionalisme di pemuda kita, tapi di kalangan penyelenggara negara yang tidak ada,” demikian Adhie.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) pun merasa prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini lantaran adanya sistem hukum yang tebang pilih, praktik politik dinasti, demokrasi diskriminatif, dan tidak terwujudnya kesejahteraan sosial.

“(Ini) menjadi fakta bahwa pengkhianatan terbesar terhadap bangsa ini dilakukan oleh mereka yang saat ini memegang kekuasaan,” ujar Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda PB HMI Abdul Azis Udin.

Para pemegang kekuasaan itu, lanjut Azis, telah mengkhianati semangat utama monumental pada 28 Oktober 1928 silam. Dimana pada saat itu, seluruh pemuda Indonesia berkumpul menyatakan sumpahnya untuk mewujudkan Indonesia satu, Indonesia yang sejahtera dan bermartabat.

PB HMI berharap pemerintah segera membentuk pemerataan pembangunan, mengalihkan industri ke luar Jawa, membentuk ketahanan energi dan pangan melalui kemandirian lokal. Selain itu pemerintah juga harus melakukan renegoisasi kontrak karya perusahaan pengelola sumber daya alam, menegakkan supremasi hukum, dan melakukan pemberantasan korupsi di semua sistem.

“(Kami juga) mendorong reformasi birokrasi, mendorong penegakkan demokrasi substansial dan mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menuntaskan kasus besar korupsi seperti Century, BLBI dan Hambalang,” lanjut Azis.

Terlepas dari itu, peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober tahun ini sepertinya tidak terlalu mendapat perhatian generasi muda. Tidak banyak terlihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak muda untuk memperingatinya, baik di kota-kota besar maupun di daerah-daerah.

“Terkesan seolah hari sumpah pemuda itu sudah kurang bermakna bagi generasi muda sekarang. Padahal, peran Sumpah Pemuda 1928 sangat besar dalam menginspirasi kemerdekaan dan mempersatukan bangsa ini,” tegas anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat.

Menurut Ketua Fraksi Gerindra di MPR-RI ini, tidak dapat terbayangkan bagaimana bentuk Indonesia sesudah memproklamasikan kemerdekaannya tanpa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bisa-bisa terjadi perpecahan hanya karena perbedaan bahasa.

Martin melanjutkan, peristiwa Sumpah Pemuda di Jakarta mempunyai andil sangat besar dalam mempersatukan bangsa ini. Sebanyak 750 pemuda dari berbagai suku, ras dan agama berikrar waktu itu untuk menjadi bangsa yang satu dan menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Padahal mayoritas yang hadir pada kongres pemuda di Jalan Kramat itu adalah anak-anak muda dari suku Jawa. Sehingga apabila diadakan pemungutan suara, pasti bahas Jawa-lah yang akan terpilih menjadi bahasa persatuan, bukan bahasa yang berasal dari Melayu sebagai bahasa Indonesia.

“Demi kepentingan lebih luas, semuanya bersepakat bahwa bahasa melayu menjadi bahasa persatuan kita. Ini adalah contoh betapa kuatnya semangat persatuan itu dalam diri pemuda-pemudi masa dulu. Semangat seperti itulah yang perlu kita tanamkan pada generasi muda setiap memperingati hari Sumpah Pemuda,” tandasnya. (wid/ian/rm/jpnn)

 sumpah pemuda

sumpah pemuda

Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober diharapkan dapat menjadi momentum bagi kaum muda untuk bersatu.

Pasalnya, reformasi 1998 yang didengungkan menuju perbaikan bangsa justru tidak menjadi kenyataan.

“Rezim reformasi ini jauh lebih parah karena pemimpinnya tidak paham perjuangan Indonesia merdeka, dan hanya memikirkan kelompoknya sendiri,” ujar Ketua Yayasan Reinaissance Jakarta (YRJ) Didi Purnomo usai diskusi menyambut Hari Sumpah Pemuda bertema ‘Bangkit, Bersatu & Bertanggung Jawab: Kepemimpinan Pemuda Melempangkan Kembali Jalan Kebangsaan’ di Galeri Cafe, Cikini Jakarta, Minggu (27/10)n
Didi mencontohkan, di era Orde Baru, kerusakan alam yang terjadi di Indonesia baru sekitar 10 persen, tapi sekarang ini justru meningkat puluhan kali lipat. Padahal, semangat sumpah pemuda seyogianya dapat membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang makmur, adil, dan berdaulat.

Karena itu, perlu adanya penyatuan dua kekuatan yang selama ini saling bertentangan. Yakni kekuatan kelompok yang kooperatif dengan penjajah dan yang tidak kooperatif dengan penjajah.

“Kita harus bersatu dalam rangka membangun Indonesia yang baru, perbedaan harus tetap ada, justru di situ kekuatan bangsa Indonesia. Pemuda juga harus ikut menjaga teritorial negara dari Sabang sampai Merauke, dan ikut membangun bangsanya,” jelas Didi.

Semangat nasionalisme masih ada di dalam jiwa pemuda pemudi Indonesia. Justru, para pemimpinlah yang tidak memiliki nasionalisme terhadap bangsanya. Apalagi menjiwai semangat sumpah pemuda.

“Anak-anak muda nasionalismenya masih tinggi. Terbukti, yang menyelamatkan rakyat waktu reformasi 98 itu kan anak-anak muda yang juga gemar disko, ngepunk, nonton Mtv,” timpal Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardie.

Adhie menyayangkan, lunturnya semangat nasionalisme justru di kalangan para elit pemimpin. Hal ini terlihat dari maraknya praktik korupsi serta hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya ketimbang mengurus rakyat.

“Semangat sumpah pemuda ini sebetulnya sudah ada dalam diri masing-masing. Anak muda sekarang memang kelihatannya seperti tidak memiliki nasionalisme, tapi Ini hanya bagian dari tren saja,” jelas mantan jubir Presiden Abdurrahman Wahid itu.

“Persoalan besarnya bukan tidak ada rasa nasionalisme di pemuda kita, tapi di kalangan penyelenggara negara yang tidak ada,” demikian Adhie.

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) pun merasa prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini lantaran adanya sistem hukum yang tebang pilih, praktik politik dinasti, demokrasi diskriminatif, dan tidak terwujudnya kesejahteraan sosial.

“(Ini) menjadi fakta bahwa pengkhianatan terbesar terhadap bangsa ini dilakukan oleh mereka yang saat ini memegang kekuasaan,” ujar Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda PB HMI Abdul Azis Udin.

Para pemegang kekuasaan itu, lanjut Azis, telah mengkhianati semangat utama monumental pada 28 Oktober 1928 silam. Dimana pada saat itu, seluruh pemuda Indonesia berkumpul menyatakan sumpahnya untuk mewujudkan Indonesia satu, Indonesia yang sejahtera dan bermartabat.

PB HMI berharap pemerintah segera membentuk pemerataan pembangunan, mengalihkan industri ke luar Jawa, membentuk ketahanan energi dan pangan melalui kemandirian lokal. Selain itu pemerintah juga harus melakukan renegoisasi kontrak karya perusahaan pengelola sumber daya alam, menegakkan supremasi hukum, dan melakukan pemberantasan korupsi di semua sistem.

“(Kami juga) mendorong reformasi birokrasi, mendorong penegakkan demokrasi substansial dan mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menuntaskan kasus besar korupsi seperti Century, BLBI dan Hambalang,” lanjut Azis.

Terlepas dari itu, peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober tahun ini sepertinya tidak terlalu mendapat perhatian generasi muda. Tidak banyak terlihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak muda untuk memperingatinya, baik di kota-kota besar maupun di daerah-daerah.

“Terkesan seolah hari sumpah pemuda itu sudah kurang bermakna bagi generasi muda sekarang. Padahal, peran Sumpah Pemuda 1928 sangat besar dalam menginspirasi kemerdekaan dan mempersatukan bangsa ini,” tegas anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat.

Menurut Ketua Fraksi Gerindra di MPR-RI ini, tidak dapat terbayangkan bagaimana bentuk Indonesia sesudah memproklamasikan kemerdekaannya tanpa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bisa-bisa terjadi perpecahan hanya karena perbedaan bahasa.

Martin melanjutkan, peristiwa Sumpah Pemuda di Jakarta mempunyai andil sangat besar dalam mempersatukan bangsa ini. Sebanyak 750 pemuda dari berbagai suku, ras dan agama berikrar waktu itu untuk menjadi bangsa yang satu dan menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Padahal mayoritas yang hadir pada kongres pemuda di Jalan Kramat itu adalah anak-anak muda dari suku Jawa. Sehingga apabila diadakan pemungutan suara, pasti bahas Jawa-lah yang akan terpilih menjadi bahasa persatuan, bukan bahasa yang berasal dari Melayu sebagai bahasa Indonesia.

“Demi kepentingan lebih luas, semuanya bersepakat bahwa bahasa melayu menjadi bahasa persatuan kita. Ini adalah contoh betapa kuatnya semangat persatuan itu dalam diri pemuda-pemudi masa dulu. Semangat seperti itulah yang perlu kita tanamkan pada generasi muda setiap memperingati hari Sumpah Pemuda,” tandasnya. (wid/ian/rm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/