JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penggerebekan terduga teroris di Ciputat yang baru usai kemarin pagi mengungkap banyak hal.
Selain aksi kelompok Dayat, penggerebekan yang menewaskan enam orang itu menguak cukup banyak jaringan teroris yang beraksi beberapa waktu terakhir. Termasuk gembong teroris Noordin M Top
Keberadaan Dayat cs diketahui dari nyanyian Anton, DPO kasus Bom di Beji, Depok, 8 September 2012. Rekan-rekan Anton yang terlibat dalam pengeboman tersebut telah divonis.
Meski berbeda kelompok, Anton cukup dekat dengan Dayat cs. Dia merupakan bagian dari perencana perampokan BRI Tangerang, penembakan polisi, maupun bom di Vihara Ekayana. Ditambah lagi, perencanaan pengeboman kedubes Myanmar yang gagal Mei 2013 lalu
Bahkan, dalam kasus Vihara Ekayana, yang meletakkan bom adalah Anton sendiri bersama Nurul Haq. Baik Anton maupun Dayat mendapatkan pelatihan membuat bom dari Badri, teroris yang ditangkap di Solo pada September 2012. Badri merupakan anak buah Urwah, yang merupakan bagian dari jaringan Noordin M Top. Dia terlibat dalam sejumlah aksi teror di Jateng.
Kelompok Dayat juga terkait dengan jaringan teroris Barat pimpinan Abu Roban dan Timur pimpinan Santoso. Dari Abu Roban, Dayat cs mendapat pelatihan untuk mengambil fai” alias harta rampasan perang untuk modal jihad.
Tentu saja, karena di Indonesia tidak sedang berperang, maka fai” diambil paksa alias dirampok dari sejumlah bank maupun toko emas. Bank yang menjadi sasaran sebagian besar adalah BRI.
Selain karena lokasinya ada hingga daerah-daerah terpencil, BRI adalah bank milik BUMN yang artinya juga milik pemerintah. Dalam pandangan kelompok tersebut, pemerintah Indonesia adalah thaghut karena tidak menerapkan hukum syariah.
“Kelompok ini juga merupakan alumnus pelatihan di Poso,” terang Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Boy Rafli Amar kemarin. Mereka dilatih oleh kelompok pengajar yang dipimpin Santoso, gembong teroris Poso.
Hasil pemetaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Mabes Polri menunjukkan, kelompok Abu Roban dan Santoso berjalan sendiri-sendiri, namun masih saling berkaitan. Kelompok Abu Roban memberi dukungan finansial, sementara Santoso mendukung pengembangan SDM melalui pelatihan-pelatihan perang di Poso.
Alumnus Akpol 1988 itu menambahkan, dana dari kelompok Abu Roban sudah mengalir ke mana-mana. Termasuk ke Bima, NTB.
“Dari terduga teror yang diungkap di Bima, didapati bukti jika mereka menerima sedikitnya Rp 47 juta dari kelompok Abu Roban,” ucapnya. Uang tersebut untuk operasional perekrutan pemuda untuk pelatihan di Poso. (byu)