JAKARTA-Setelah melaksanakan penahanan Anas Urbaningrum, agenda selanjutnya adalah melaksanakan pemeriksaan. Hingga kemarin (12/1) memang belum ada informasi kapan suami Athiyyah Laila itu akan dimintai keterangan sebagai tersangka. Namun, KPK sudah mengambil sikap, mau didampingin
pengacara atau tidak, pemeriksaan Anas sudah pasti dilaksanakan.
Jubir KPK Johan Budi SP mengatakan, penyidik dipastikan menghormati hak-hak Anas selaku tersangka. Salah satunya, terkait perlunya kuasa hukum untuk mendampingi. Kalau pengacara masih enggan datang karena masih menganggap KPK melakukan kesalahan pada penyusunan surat perintah penyidikan (Sprindik), yang rugi adalah Anas. “KPK tidak mengejar pengakuan tersangka. Saat diperiksa yang bersangkutan juga diam saja, itu juga hak yang bersangkutan (Anas),” kata Johan.
KPK selama ini memang biasa menghadapi tersangka yang tidak mau buka mulut saat diperiksa. Tapi, itu tidak menjadi jalan buntu karena penyidik bisa mendapatkan keterangan dari saksi, dokumen, hingga penggeledahan.
Johan menjelaskan, saat pemeriksaan nanti penyidik biasanya akan menawarkan kembali, apakah Anas sudah memiliki kuasa hukum atau belum. Kalaupun dijawab sudah, KPK akan menanyakan lagi apakah pemeriksaan perlu pendampingan atau tidak. Sebaliknya, bila belum ada pengacara, KPK akan menyediakan kuasa hukum. “Anas bisa rugi sendiri kalau masih bersikap seperti itu. Karena dia tidak bisa membantah apa yang dituduhkan,” imbuhnya.
Seperti diberitakan, polemik soal pendampingan kuasa hukum ini muncul saat Anas diperiksa KPK Jumat (10/1). Saat itu, tim kuasa hukum Anas memilih tidak mendampingi kliennya saat akan diperiksa dan berujung pada penahanan itu. Hal itu dilakukan karena mereka menganggap kedatangan Anas pada Jumat itu bukan untuk pemeriksaan, melainkan menanyakan redaksional surat pemanggilannya.
Selama ini pihak Anas mempermasalahkan redaksional surat pemanggilan Anas yang menyebut kalimat “dan kasus-kasus lain”. Mereka menganggap pemanggilan itu menyalahi KUHAP karena tidak disebutkan secara detail kasus lain tersebut. Padahal selama ini Anas ditetapkan tersangka hanya untuk perkara gratifikasi proyek Hambalang.
Johan juga menjawab kekhawatiran keluarga Anas terkait makanan. Dia menyebut bahwa alasan takut Anas diracun oleh KPK sangat berlebihan. Meski demikian, Johan menyebut KPK mempersilahkan bagi keluarga untuk mengirimi makanan. Tetapi, semua itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kalau mau memberi makan silakan saja, tapi harus ada izin kepala Rutan. Kalau ada jadwal besuk tentu saja boleh setelah makanan itu dicek,” jelasnya.
Salah satu kuasa hukum Anas, Pia Akbar Nasution mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah tetap akan konsisten untuk tidak mendampingi Anas saat diperiksa KPK atau akan bersikap lain.
Pia mengatakan, kuasa hukum butuh menemui Anas terlebih dulu untuk berkoordinasi. “Kami belum bisa putuskan hal itu, karena belum tahu apa yang terjadi pada Mas Anas saat pemeriksaan Jumat kemarin,” papar putri bungsu pengacara Adnan Buyung Nasution ini. “Kedatangan Mas Anas pada Jumat itu sebenarnya untuk menanyakan redaksional pemanggilan itu. Kami tim kuasa hukum kan sudah menanyakan tapi tidak ada jawaban. Kami tidak tahunya malah hari itu langsung ditahan,” jelas Pia.
Sementara itu dari Medan, penerima mandat Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Sumut, Muazzul SH MHum menyampaikan bahwa peristiwa penahan Ketua Umum PPI, Anas Urbaningrum adalah proses alami dalam rangka penegakan hukum di Indonesia. Namun ada beberapa hal yang dipahami bahwa peradilan bukan untuk memutuskan hukuman, lebih kepada menegakkan keadilan.
“Penahanan Anas itukan hanya proses alami saja dalam mekanisme hukum di Indonesia,” kata Muazzul.
PPI Sumut meminta agar proses hukum terhadap Anas dilaksanakan secepat-cepatnya sebelum Pemilu Legislatif. Hal ini dirasa penting menurut Muazzul agar kepastian hukum itu nyata dan jelas. Terlebih untuk menghindarkan pandangan-pandangan atau kaitan adanya politisasi terhadap penahanan Anas Urbaningrum.
“Harus sebelum Pemilu proses peradilan sudah selesai. Agar tak ada pandangan politisasi terhadap penahanan Anas,” katanya.
Lanjut, Muazzul jika proses peradilan Anas diambangkan sampai sesudah Pileg maka bisa dibilang hal tersebut dilakukan untuk mengamankan Partai Demokrat. Penahanan dikesankan hanya agar Demokrat terlihat jauh dari kesan korupsi.
“Kalau peradilan Anas dilakukan usai Pileg maka dapat dipastikan terjadi kompromi politik antara KPK dan SBY dengan Demokrat. Ini semakin menguatkan bahwa penahanan Anas dipolitisir saja,” kata mantan pengurus partai Demokrat ini. (dim/gun/agm/jpnn/mag-5/rbb)