JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Bupati Tapanuli Tengah (Wabup Tapteng) mulai masuk radar KPK. Ini berkat laporan SD dan YL yang mengadukan Sukran Jamilan Tanjung ke lembaga antirasuah tersebut, di Jakarta, Rabu (29/1).
Setidaknya hal ini diungkapkan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP. “KPK tentu akan mempelajari terlebih dahulu setiap pengaduan yang dilaporkan masyarakat. Kemudian kalau memang ditemukan indikasi yang cukup kuat adanya dugaan korupsi, maka tentu akan ditindaklanjuti,” katanya kepada koran ini di Jakarta.
Menurut Johan, pendalaman atas pengaduan dilakukan untuk melihat sejauh mana indikasi dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan. Termasuk mempelajari berapa besar dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan pihak-pihak yang diadukan. Karena walau bagaimanapun, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, KPK tetap terikat dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada. Antara lain, KPK hanya menangani dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga di atas Rp1 miliar.
“Intinya tetap akan dipelajari terlebih dahulu. Kita juga akan melihat apakah dugaan pelanggaran terkait korupsi, atau dugaan pidana umum lain,” katanya.
Menurut Johan, kalau nantinya dugaan kerugian negara tidak sampai Rp1 miliar, atau pengaduan tidak terkait kasus korupsi, maka KPK akan meneruskan pengaduan tersebut ke pihak kejaksaan atau institusi hukum terkait lainnya.
“Semua pengaduan akan ditindaklanjuti. Kalau memang dari dugaan itu sesuai untuk ditangani lembaga hukum lain, maka akan kita teruskan baik ke polisi maupun ke kejaksaan,” katanya.
Sebelumnya Kuasa Hukum SD dan YL, Dharma Hutapea, mengaku telah mendampingi kliennya melaporkan Yusran ke KPK, karena telah dianggap melakukan tindak pidana korupsi. Modusnya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penipuan penerimaan bidan pegawai tidak tetap (PTT).
“Iya saya baru pulang dari KPK melaporkan Wakil Bupati Tapteng. Kasusnya dugaan tindak pidana korupsi sesuai bunyi pasal 12 huruf E UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Darma.
Disinggung soal kaitan penipuan penerimaan bidan PTT dengan tindak pidana korupsi, Dharma menerangkan Pasal 12 itu berbunyi; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): huruf e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
“Itu unsurnya (tindak pidana korupsi, Red). Dia kan termasuk pejabat penyelenggara negara. Sesuai undang-undang peneyelenggara negara dan undang-undang tentang kepegawaian di dalamnya ada disebutkan Wakil Bupati adalah penyelenggara negara. Makanya KPK berwenang menangani pengaduan yang kami laporkan,” tegasnya.
Dharma menjelaskan, kasus penyalahgunaan jabatan yang dilakulan Sukran berawal pada Desember 2012, ketika itu Sukran sudah setahun menjabat Wakil Bupati Tapteng. Saat itu Sukran menyuruh ajudannya mencarikan para calon pekerja yang ingin ditempatkan di Dinas Kesehatan Pemkab Tapteng.
“Singkatnya, mereka ini dibawa oleh ajudan Wakil Bupati bertemu Sukran ke sebuah restauran di salah satu hotel di Pandan, Tapteng. Nah, oleh Sukran mereka ini disuruh siapkan uang masing-masing Rp35 juta, hari itu juga kalau ingin jadi bidan PTT di Tapteng. Akhirnya mereka siapkan, atau pinjam-pinjam. Kedua korban kemudian berupaya dengan meminjam ke sanak saudara. Dan setelah uang terkumpul, korban menemui Sukran di salah satu hotel di Tapteng. Korban menyerahkan uang ke Sukran, dan Sukran membuatkan kwitansi tanda terima. Deal saat itu, tapi sampai saat ini justru realisasinya tak pernah ada. Sampai laporan ini kami buat, klien kami tetap menganggur. Dan uang yang diserahkan tidak ada pertanggungjawaban dari Sukran,” papar pengacara dari Dharma Hutapea SH.
“Jadi kami bukan melihat dari nominal uangnya, tapi tindak pidana korupsi ini dilakukan dengan menyalahgunaakan jabatannya selaku penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” terang Dharma lagi.
Tanda bukti penerimaan laporannya No:2014-01-000208 dengan Nomor Informasi: 66475. Laporan itu diterima oleh petugas Bidang Penerima Laporan Pengaduan Masyarakat KPK Sutanto Arso Birowo. Bukti-bukti yang diserahkan di antaranya dua lembar kwitansi tanda penerimaan uang dari kedua korban kepada Sukran.
“Laporan kami diterima, cuma terserah KPK menerapkan pasal yang mana, tapi pasal yang kami ajukan ya itu tadi. Harapan kami KPK dapat segera menindaklanjuti ini,” jelas Dharma yang tidak sepakat disebut berlebihan karena langsung melaporkan kasus ini ke KPK.
Sekadar untuk diketahui, Sukran Tanjung juga pernah ditahan dan divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sibolga karena terbukti melakukan tindak pidana penipuan sejumlah uang untuk pengurusan seseorang masuk CPNS.
Saat itu Sukran masih berstatus Calon Wakil Bupati Tapteng. Perkaranya bernomor: 214/Pid.B/2011/PN.SBG tahun 2011. Putusannya pada 26 Juli 2011 dengan vonis 3 bulan 14 hari penjara potong masa tahanan. (mora/smg/gir/rbb)