JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bekas Menteri Kehutanan MS Kaban adalah pihak yang paling berinisiatif membuka kembali proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan tahun anggaran 2006-2007.
“Begini, keputusan DPR itu keputusan politik, itu saya kira berbeda dengan satu keputusan yang dipengaruhi Anggoro.
Jadi kita ambil keputusan sesuai dengan permohonan Kemenhut bukan faktor Anggoro,” kata mantan Ketua Komisi IV DPR RI, Yusuf Erwin Faisal usai diperiksa sebagai saksi dalam perkara korupsi SKRT di kantor KPK, Jakarta, Rabu malam (12/2).
Yusuf Erwin menjelaskan, DPR saat itu hanya mendukung pengajuan dari pihak Kemenhut terkait proyek tersebut. Sebab, yang ada dalam benak DPR saat itu adalah bagaimana cara untuk mengatasi ilegal loging. “Itu keinginan Menhut (MS Kaban). Bahwa untuk mengawasi ilegal loging dan kebakaran hutan, kita perlu sistem komunikasi. Pada saat itu handphone (telepon genggam) belum canggih,” terang dia.
“Kita mendukung kalau itu bisa mengatasi ilegal loging” sambungnya.
Saat pengajuan, Yusuf menceritakan, tidak dijelaskan oleh pihak Kemenhut soal siapa yang nantinya akan memegang proyek tersebut. DPR, menurutnya, kala itu juga tidak menyinggung perusahaan yang nantinya akan memegang proyek tersebut.
“Tapi Komisi IV (saat itu) meminta ditender agar merek-merek lain bisa bersaing,” terang Yusuf.
Dalam kasus SKRT ini, KPK pernah memeriksa Kaban sebagai saksi. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi sekitar 2007, Kaban menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Dia pernah menandatangani surat penunjukan langsung untuk PT Masaro Radiokom sebagai rekanan proyek SKRT.
Seusai diperiksa KPK pada 2012, Kaban mengatakan bahwa penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur. Proyek SKRT sebenarnya sudah dihentikan pada 2004 ketika M Prakoso menjadi Menteri Kehutanan.
Namun, diduga atas upaya Anggoro selaku pemilik PT Masaro Radiokom, proyek tersebut dihidupkan kembali. Anggoro diduga memberikan uang kepada empat anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan, yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas.
Komisi IV yang saat itu dipimpin oleh Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan surat rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa Komisi IV DPR meminta Kemenhut meneruskan proyek SKRT dan mengimbau kementerian tersebut menggunakan alat yang dipasok PT Masaro untuk pengadaan barang terkait proyek SKRT. Baik Azwar, Al Amin, Hilman, Fachri, maupun Yusuf Erwin Faisal telah dihukum melalui putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Kasus ini juga menjerat adik Anggoro, Anggodo Widjojo. Fakta persidangan kasus ini menyebutkan pula ada dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat di Kementerian Kehutanan, termasuk Sekjen Kementerian Kehutanan, Boen Purnama. Aliran dana ke pejabat tersebut diduga diketahui Kaban. (rus/jpnn/rbb)