JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Saat ini, sejumlah daerah sudah menyerahkan usulan pemberkasan honorer kategori dua (K2) yang lulus CPNS ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk diproses pembuatan Nomor Induk Pegawai (NIP)-nya. Dari data sementara yang sudah masuk, bisa dipastikan cukup banyak honorer K2 yang bakal batal menjadi CPNS.
Diduga, kerumitan persyaratan pemberkasan menjadi faktor penyebabnya. Selain itu, juga karena diduga memang honorer K2 dimaksud menggunakan data palsu.
Demikian rangkuman pernyataan Kabid Evaluasi Kebijakan Pengadaan SDM Aparatur KemenPAN-RB Diah Fariz dan Sekjen Forum Honorer Indonesia (FHI) Eko Imam Suryanto, yang memberikan keterangan secara terpisah.
Diah Faraz menjelaskan, dari data usulan pemberkasan yang sudah masuk ke BKN, banyak kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)-nya enggan membubuhkan tanda tangan di surat pernyataan bahwa honorer tersebut merupakan honorer asli, bukan bodong.
“Bisa dimaklumi kenapa banyak kepala SKPD menolak menandatangani surat keterangan bekerja honorer K2-nya. Karena yang bersangkutan pasti mengetahui keberadaan honorernya itu,” kata Diah Faraz di kantornya, Jakarta, kemarin (25/3).
Hal lain yang membuat para pejabat daerah takut adalah keluarnya surat edaran kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal pemberian sanksi administrasi dan pidana bagi pemalsu data honorer K2.
“Banyak loh honorer K2 yang rontok karena bekerjanya terputus-putus,” ucapnya.
Untuk masa kerja honorer ini, lanjut Diah, sudah diamanatkan dalam Surat Edaran MenPAN-RB No 5 Tahun 2010 tentang pendataan honorer yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah. Kemudian diperkuat lagi dengan SE No 3 Tahun 2012 tentang data tenaga honorer K1 dan daftar nama honorer K2.
“Dalam dua SE tersebut disebutkan, kalau syarat honorer K2 itu dibiayai dari non APBN/APBD dan diangkat pejabat berwenang. Selain itu dia bekerja minimal 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih terus bekerja,” bebernya.
Bagi honorer yang bekerja jauh di bawah tahun 2005, namun kemudian berhenti misalnya di 2010, tidak akan diangkat CPNS. Sebab, masa masa kerjanya terputus.
“Yang dimaksud terus-menerus bekerja itu misalnya dia bekerja tahun 2000, masa kerjanya itu berlanjut hingga saat ini. Jadi tidak boleh putus kerja selama tahun 2000 hingga 2014. Kalau dia berhenti satu tahun dan kemudian lanjut lagi, tetap juga tidak akan kita angkat,” ulasnya.
Sementara, Sekjen FHI Eko Imam Suryanto menjelaskan, syarat pemberkasan di masing-masing daerah tidak seragam. Tapi secara garis besar ada 12 item berkas yang harus disiapkan bagi honorer K2 yang dinyatakan lulus.
Dari 12 item itu, menurut Eko berdasar laporan anggota FHI di sejumlah daerah, adalah soal daftar hadir dan daftar gaji sejak diangkat pertama kali sampai dengan saat ini. Ini bisa menjadi penyebab masa kerja honorer dimaksud terputus, padahal sebenarnya tidak.
Untuk urusan absensi kata Eko, banyak sekolah yang kurang tertib administrasinya sehingga berkas daftar hadir sudah tidak ada.
“Bisa dibayangkan daftar hadir harian yang 15 tahun lalu, apa iya masih disimpan.Apalagi ada beberapa sekolah yang mungkin terkena bencana alam, terjadi kebakaran ,pindah lokasi dan lain sebagainya pasti daftar hadir para guru sudah musnah,” ujar Eko kepada koran ini, kemarin.
Untuk urusan absensi ini, dianggap rumit. Ambil contoh daftar hadir seorang guru yang mulai mengajar 20 tahun lalu. Satu tahun dirata-rata 360 hari kali 20 tahun. “Sebegitulah nanti berkas yang harus disusun. Misalnya satu hari satu lembar daftar absensi. Betapa tebal dan tingginya berkas satu orang. Belum lagi sanggupkah para kepala sekolah/kadis memparaf kebenarannya?” ujarnya.
Terkait daftar gaji, kata Eko, juga sangat rumit. Ada honorer K2 khususnya guru sumber penggajian dari Dana BOS. Dana BOS berjalan sejak Juni 2005. “Dan tidak ada item khusus dalam mata anggaran terkait gaji honorer K2 yang tentunya berdampak pada proses pencatatan administrasi,” ungkapnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, sebelum adanya dana BOS, guru honorer K2 digaji oleh Komite Sekolah yang bukan lembaga resmi pemerintah. Di daerah daerah terpencil, lanjutnya bahkan guru honorer K2 tidak dibayar dengan uang, tapi dengan hasil panen para orang tua siswa. Karenanya, FHI minta ada ketentuan lain yang bisa mengganti item di atas jika tidak bisa dipenuhi.
“Jangan sampai ketentuan pemberkasan yang dibuat pemerintah ini jadi menyulitkan kawan-kawan yang lulus. Ini bisa bikin frustasi. Terkesan pemerintah setengah hati untuk mengeluarkan NIP untuk kawan-kawan yang lulus,” kata Eko. (sam/adz)