26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ekspor Minerba Ilegal Rugikan Negara Rp 14,7 Triliun

JAKARTA,SUMUTPOS.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat Rp 14,7 triliun uang negara dari sektor pertambangan berpotensi menguap akibat penyelundupan melalui pelabuhan.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, terdapat indikasi pembiaran terhadap ekspor tambang mineral dan batubara (minerba) secara ilegal melalui pelabuhan tikus.

“Kami menghitung kerugian negara akibat ekspor minerba ilegal ini mencapai Rp 6,7 triliun. Tentu jumlah itu tidak sedikit, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah penertiban dan pencegahan,” katanya, kemarin.

Terkait temuan tersebut, kata Busro, KPK memanggil Dirjen Pajak Fuad Rahmany untuk mengkonfirmasi dan koordinasi untuk mengambil langkah-langkah penertiban dan pencegahan.

“Pada saat pertemuan, data kerugian negara temuan KPK tersebut dibantah oleh Dirjen pajak. Dirjen Pajak mengaku data tersebut tidak benar, yang benar adalah Rp 14,7 triliun,” jelas Busyro.

Menurut dia, berdasarkan data yang dimilikinya, saat ini terdapat sekitar 1.000 pelabuhan tikus yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di Kalimantan.

Pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut tidak mendapatkan penjagaan aparat keamanan maupun pihak-pihak yang berwenang untuk mengawasi keluar masuknya barang. Kondisi itulah yang dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meloloskan hasil tambang ke berbagai negara, tanpa harus membayar pajak dan lainnya.

“Tampaknya ada pembiaran oleh pihak-pihak terkait terhadap operasional pelabuhan tikus tersebut. Perlu sistem pengawasan yang lebih ketat lagi, sehingga kegiatan ilegal tersebut bisa segera dicegah,” tegasnya.

Busyro mengaku persoalan tersebut akan diserahkan pada divisi penindakan untuk dilakukan pendalaman. Bila terbukti ada pembiaran terhadap praktik tersebut, akan dilakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Dia mengaku, kini yang menjadi fokus KPK adalah melakukan pencegahan. Jangan sampai pejabat dan pimpinan daerah terlibat berbagai tindak pidana korupsi. Untuk itu, sangat penting dilakukan koordinasi dan evaluasi terhadap sektor pertambangan dan minerba, sehingga kesalahan yang terjadi tidak berlanjut.

Ketua KPK Abraham Samad minta pemerintah segera memperbaiki aturan kontrak kerja di sektor pertambangan. Menurutnya, 50 persen perusahaan tambang di Indonesia tiak menyetor royalti untuk pemasukan ke kas negara.

Alhasil, pemasukan pajak dan royalti dari sektor penambangan mengalami kebocoran.

Dia mengaku, KPK pernah mengumpulkan para pengusaha tambang dan bertanya kenapa mereka tidak mau membayar royalti ke negara. Para pengusaha banyak yang mengaku uangnya sudah disetorkan untuk menyuap bupati, gubernur dan pejabat di kementerian.

“Karena kalau tidak melakukan suap, izin pertambangan kami bisa diputus di tengah jalan,” ujar Abraham menirukan jawaban para pengusaha.

Dia juga mengkritik aturan soal keluarnya izin penambangan sangat tidak jelas. Karena itu, KPK mengusulkan regulasi pertambangan diperketat.

Abraham juga mengungkap persoalan kontrak pertambangan yang mayoritas dikuasai perusahaan asing. “Indonesia hanya menerima 20 persen, yang 80 persen ke luar negeri,” katanya.

“Jika itu dibiarkan terus, Indonesia akan sangat kesulitan mendapatkan pemasukan dari penambangan,” imbuhnya.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, pihaknya akan lebih fokus menggenjot penerimaan pajak dari sektor pertambangan tahun ini. Sebagai langkah awal, pihaknya bekerja sama dengan KPK.

Fuad mengakui, adanya potensi penerimaan pajak yang hilang melalui sektor pertambangan. Hal ini karena belum lengkapnya data yang diminta dengan data sebenarnya.  (net/bbs)

JAKARTA,SUMUTPOS.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat Rp 14,7 triliun uang negara dari sektor pertambangan berpotensi menguap akibat penyelundupan melalui pelabuhan.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, terdapat indikasi pembiaran terhadap ekspor tambang mineral dan batubara (minerba) secara ilegal melalui pelabuhan tikus.

“Kami menghitung kerugian negara akibat ekspor minerba ilegal ini mencapai Rp 6,7 triliun. Tentu jumlah itu tidak sedikit, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah penertiban dan pencegahan,” katanya, kemarin.

Terkait temuan tersebut, kata Busro, KPK memanggil Dirjen Pajak Fuad Rahmany untuk mengkonfirmasi dan koordinasi untuk mengambil langkah-langkah penertiban dan pencegahan.

“Pada saat pertemuan, data kerugian negara temuan KPK tersebut dibantah oleh Dirjen pajak. Dirjen Pajak mengaku data tersebut tidak benar, yang benar adalah Rp 14,7 triliun,” jelas Busyro.

Menurut dia, berdasarkan data yang dimilikinya, saat ini terdapat sekitar 1.000 pelabuhan tikus yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di Kalimantan.

Pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut tidak mendapatkan penjagaan aparat keamanan maupun pihak-pihak yang berwenang untuk mengawasi keluar masuknya barang. Kondisi itulah yang dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meloloskan hasil tambang ke berbagai negara, tanpa harus membayar pajak dan lainnya.

“Tampaknya ada pembiaran oleh pihak-pihak terkait terhadap operasional pelabuhan tikus tersebut. Perlu sistem pengawasan yang lebih ketat lagi, sehingga kegiatan ilegal tersebut bisa segera dicegah,” tegasnya.

Busyro mengaku persoalan tersebut akan diserahkan pada divisi penindakan untuk dilakukan pendalaman. Bila terbukti ada pembiaran terhadap praktik tersebut, akan dilakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Dia mengaku, kini yang menjadi fokus KPK adalah melakukan pencegahan. Jangan sampai pejabat dan pimpinan daerah terlibat berbagai tindak pidana korupsi. Untuk itu, sangat penting dilakukan koordinasi dan evaluasi terhadap sektor pertambangan dan minerba, sehingga kesalahan yang terjadi tidak berlanjut.

Ketua KPK Abraham Samad minta pemerintah segera memperbaiki aturan kontrak kerja di sektor pertambangan. Menurutnya, 50 persen perusahaan tambang di Indonesia tiak menyetor royalti untuk pemasukan ke kas negara.

Alhasil, pemasukan pajak dan royalti dari sektor penambangan mengalami kebocoran.

Dia mengaku, KPK pernah mengumpulkan para pengusaha tambang dan bertanya kenapa mereka tidak mau membayar royalti ke negara. Para pengusaha banyak yang mengaku uangnya sudah disetorkan untuk menyuap bupati, gubernur dan pejabat di kementerian.

“Karena kalau tidak melakukan suap, izin pertambangan kami bisa diputus di tengah jalan,” ujar Abraham menirukan jawaban para pengusaha.

Dia juga mengkritik aturan soal keluarnya izin penambangan sangat tidak jelas. Karena itu, KPK mengusulkan regulasi pertambangan diperketat.

Abraham juga mengungkap persoalan kontrak pertambangan yang mayoritas dikuasai perusahaan asing. “Indonesia hanya menerima 20 persen, yang 80 persen ke luar negeri,” katanya.

“Jika itu dibiarkan terus, Indonesia akan sangat kesulitan mendapatkan pemasukan dari penambangan,” imbuhnya.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, pihaknya akan lebih fokus menggenjot penerimaan pajak dari sektor pertambangan tahun ini. Sebagai langkah awal, pihaknya bekerja sama dengan KPK.

Fuad mengakui, adanya potensi penerimaan pajak yang hilang melalui sektor pertambangan. Hal ini karena belum lengkapnya data yang diminta dengan data sebenarnya.  (net/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/