25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Administrasi Pemilu di Luar Negeri Amburadul

Rekapitulasi hasil pemungutan suara di luar negeri berjalan lamban. Sebab, mayoritas formulir D1 yang dicatat panitia pemungutan luar negeri (PPLN) di sejumlah negara menunjukkan berbagai kesalahan administrasi. Berdasar data yang disampaikan KPU, 95 dari 130 PPLN sudah menyerahkan rekapitulasi melalui formulir D1. Hingga pukul 20.00 WIB kemarin (23/4), pokja PPLN baru membacakan hasil
rekapitulasi di 11 negara. Dari 11 negara itu, 10 negara memiliki catatan kesalahan administrasi.

Pemilu
Pemilu

PPLN Abu Dhabi, Abuja,Athena, Baku, Bangkok, dan Beijing termasuk yang memiliki catatan kesalahan administrasi. Sementara itu, PPLN Amman, Atananarivo, Astana, Baghdad, dan Yangoon relatif tidak memiliki catatan terkait hasil rekap perolehan suara.

Liaison officer Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sudyatmiko Ariwibowo menjelaskan, kesalahan administrasi terjadi di data pemilih dan data surat suara. Di Beijing, misalnya, jumlah surat suara yang dikirimkan mencapai 656 lembar, namun akumulasi jumlah surat suara yang sah dan tidak sah menggelembung menjadi 871 lembar. “Jumlah surat suara yang tidak terpakai juga bertambah menjadi 1.008 lembar,” kata Miko, sapaan akrabnya.

Di Abuja bahkan terdapat kesalahan penjumlahan antara total surat suara yang dikirim dan surat suara sah serta tidak sah. Jumlah surat suara yang dikirim ke kawasan Nigeria itu sebanyak 745 lembar dengan jumlah surat suara sah dan tidak sah mencapai 544 lembar. “Logikanya, yang tidak terpakai adalah 201 lembar, namun KPU hanya menuliskan 138 lembar,” ujar Agustiani Tio Fridelina Sitorus, LO PDIP lainnya.

Miko menambahkan, masalah di negara lain muncul terkait jumlah surat suara yang minim. Misalnya, di Abu Dhabi dan Athena. Menurut dia, problem semacam itu menunjukkan adanya indikasi rekayasa supaya orang tidak bisa memilih. Jika itu terbukti, akan ada kejahatan administrasi, yakni upaya menghilangkan hak pilih seseorang. “KPU terakhir melakukan perubahan DPT, tapi tidak pernah diberikan ke kita,” ujarnya.

LO Partai Bulan Bintang Sukmo Harsono menyatakan, sikap KPU untuk membuka proses rekapitulasi adalah langkah maju. Pada Pemilu 2009, tidak pernah ada proses rekapitulasi terbuka yang dilakukan KPU.”Ini berarti antara KPU dan parpol sama-sama belum tahu hasilnya. Jika pakai tabulasi, ini tidak akan terungkap,” kata Sukmo.

Menurut dia, KPU bersama parpol harus menelusuri penyebab kesalahan administrasi yang terjadi. Jika memang benar terjadi kesalahan, KPU didorong untuk bisa memperbaiki. “KPU harus mengkaji, apakah karena kesalahan teknis atau ada sesuatu yang direkayasa,” tegasnya.

Komisioner KPU Sigit Pamungkas menyatakan, kekeliruan yang dicatat di formulir D1 akan dikonfirmasi ke PPLN terkait. Misalnya, di Beijing, kesalahan penulisan terjadi di kolom jumlah surat suara terkirim. PPLN mencantumkan jumlah surat suara terkirim untuk TPS LN di Beijing berjumlah 0. “Tidak mungkin untuk TPS LN jumlahnya 0, pasti ada pemilihnya,” kata Sigit.

Sementara itu, untuk Bangkok, memang terkesan ada kelebihan jumlah surat suara. Menurut Sigit, kelebihan tersebut disebabkan pengiriman logistik masih menggunakan SK DPT LN lama. “Tidak pakai DPT LN terakhir karena surat suara ini dicetak duluan. Padahal, terakhir ada revisi,” ujarnya.

Dalam kasus Abuja, kekurangan 63 surat suara itu disebabkan problem teknis. Ada pemilih via pos yang tidak mengembalikan surat suara yang jumlahnya sama persis dengan kekurangan dalam data. “Ada memo dari Kedutaan Abuja,” kata Sigit.

Dia menambahkan, jika dilihat dari perolehan suara, tidak ada indikasi penggelembungan. Jika diverifikasi dari penghitungan suara perolehan partai, jumlah suara masuk akal. “Tidak ada indikasi manipulasi. Tapi, masalah dalam administrasi berkaitan dengan jumlah pemilih,” pungkasnya. (bay/c6/fat/jpnn/gir/rbb)

Rekapitulasi hasil pemungutan suara di luar negeri berjalan lamban. Sebab, mayoritas formulir D1 yang dicatat panitia pemungutan luar negeri (PPLN) di sejumlah negara menunjukkan berbagai kesalahan administrasi. Berdasar data yang disampaikan KPU, 95 dari 130 PPLN sudah menyerahkan rekapitulasi melalui formulir D1. Hingga pukul 20.00 WIB kemarin (23/4), pokja PPLN baru membacakan hasil
rekapitulasi di 11 negara. Dari 11 negara itu, 10 negara memiliki catatan kesalahan administrasi.

Pemilu
Pemilu

PPLN Abu Dhabi, Abuja,Athena, Baku, Bangkok, dan Beijing termasuk yang memiliki catatan kesalahan administrasi. Sementara itu, PPLN Amman, Atananarivo, Astana, Baghdad, dan Yangoon relatif tidak memiliki catatan terkait hasil rekap perolehan suara.

Liaison officer Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sudyatmiko Ariwibowo menjelaskan, kesalahan administrasi terjadi di data pemilih dan data surat suara. Di Beijing, misalnya, jumlah surat suara yang dikirimkan mencapai 656 lembar, namun akumulasi jumlah surat suara yang sah dan tidak sah menggelembung menjadi 871 lembar. “Jumlah surat suara yang tidak terpakai juga bertambah menjadi 1.008 lembar,” kata Miko, sapaan akrabnya.

Di Abuja bahkan terdapat kesalahan penjumlahan antara total surat suara yang dikirim dan surat suara sah serta tidak sah. Jumlah surat suara yang dikirim ke kawasan Nigeria itu sebanyak 745 lembar dengan jumlah surat suara sah dan tidak sah mencapai 544 lembar. “Logikanya, yang tidak terpakai adalah 201 lembar, namun KPU hanya menuliskan 138 lembar,” ujar Agustiani Tio Fridelina Sitorus, LO PDIP lainnya.

Miko menambahkan, masalah di negara lain muncul terkait jumlah surat suara yang minim. Misalnya, di Abu Dhabi dan Athena. Menurut dia, problem semacam itu menunjukkan adanya indikasi rekayasa supaya orang tidak bisa memilih. Jika itu terbukti, akan ada kejahatan administrasi, yakni upaya menghilangkan hak pilih seseorang. “KPU terakhir melakukan perubahan DPT, tapi tidak pernah diberikan ke kita,” ujarnya.

LO Partai Bulan Bintang Sukmo Harsono menyatakan, sikap KPU untuk membuka proses rekapitulasi adalah langkah maju. Pada Pemilu 2009, tidak pernah ada proses rekapitulasi terbuka yang dilakukan KPU.”Ini berarti antara KPU dan parpol sama-sama belum tahu hasilnya. Jika pakai tabulasi, ini tidak akan terungkap,” kata Sukmo.

Menurut dia, KPU bersama parpol harus menelusuri penyebab kesalahan administrasi yang terjadi. Jika memang benar terjadi kesalahan, KPU didorong untuk bisa memperbaiki. “KPU harus mengkaji, apakah karena kesalahan teknis atau ada sesuatu yang direkayasa,” tegasnya.

Komisioner KPU Sigit Pamungkas menyatakan, kekeliruan yang dicatat di formulir D1 akan dikonfirmasi ke PPLN terkait. Misalnya, di Beijing, kesalahan penulisan terjadi di kolom jumlah surat suara terkirim. PPLN mencantumkan jumlah surat suara terkirim untuk TPS LN di Beijing berjumlah 0. “Tidak mungkin untuk TPS LN jumlahnya 0, pasti ada pemilihnya,” kata Sigit.

Sementara itu, untuk Bangkok, memang terkesan ada kelebihan jumlah surat suara. Menurut Sigit, kelebihan tersebut disebabkan pengiriman logistik masih menggunakan SK DPT LN lama. “Tidak pakai DPT LN terakhir karena surat suara ini dicetak duluan. Padahal, terakhir ada revisi,” ujarnya.

Dalam kasus Abuja, kekurangan 63 surat suara itu disebabkan problem teknis. Ada pemilih via pos yang tidak mengembalikan surat suara yang jumlahnya sama persis dengan kekurangan dalam data. “Ada memo dari Kedutaan Abuja,” kata Sigit.

Dia menambahkan, jika dilihat dari perolehan suara, tidak ada indikasi penggelembungan. Jika diverifikasi dari penghitungan suara perolehan partai, jumlah suara masuk akal. “Tidak ada indikasi manipulasi. Tapi, masalah dalam administrasi berkaitan dengan jumlah pemilih,” pungkasnya. (bay/c6/fat/jpnn/gir/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/