SEMARANG. SUMUTPOS.CO – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo marah besar ketika melakukan sidak di Subah, Batang, Minggu (27/4) malam. Ia memergoki praktik pungutan liar di jembatan timbang. Sikap seperi ini ada baiknya ditiru Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho.
Sidak dilakukan Ganjar sekitar pukul 20.00 WIB ketika hendak kembali ke Semarang setelah tugas dinas di Banyumas, Cilacap, dan Tegal. Saat melintas di jembatan timbang Subah, Ganjar memutuskan untuk mampir. Di sana ia bertanya kepada petugas soal mekanisme kerja.
Namun ketika Ganjar melihat-lihat truk yang berjajar di jembatan timbang, ia melihat seorang kernet truk berjalan menuju kantor sambil menggenggam uang. Ganjar pun membuntutinya dan ternyata uang digenggam kernet itu diletakkan di meja petugas jembatan timbang namun tidak meminta bukti struk dan bermaksud menyelonong pergi. Ganjar meradang lalu menanyai kernet dan petugas jembatan timbang.
“Buat siapa itu? Heh! Buat siapa?” kata Ganjar dengan nada tinggi.
Ganjar kemudian menanyai petugas dan memerintahkan agar semua laci dibuka. Betapa kagetnya Ganjar ketika ia membuka salah satu laci dan melihat dua amplop berisi uang. Ia lalu mengambil dan membanting dengan keras dua amplop itu ke meja.
“Buka semua laci! Apa kayak gini ini! Hah! Apa ini? Buka semua laci! Siapa yang tanggung jawab ini?” ujar Ganjar sambil membanting amplop.
Semua orang yang berada di ruangan pun terdiam kecuali yang ditanyai Ganjar. Tidak hanya satu kernet atau sopir yang kepergok memberikan pungli itu, bahkan lebih dari lima orang meletakkan uang tersebut karena muatannya melebihi aturan.
“Lihat cara meletakkan di sini, kemudian dia pergi. Tidak ada cerita struk,” tegasnya.
Satu per satu kernet dan sopir truk ditanyai Ganjar soal pungli tersebut. Ternyata hal itu sudah seperti ‘budaya’ dan nominalnya antara Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. Padahal, denda yang sudah diatur oleh perda berkisar Rp10 ribu hingga Rp60 ribu sesuai golongan kendaraan dan jenis pelanggaran.
Petugas yang ditanya Ganjar sempat berbelit-belit. Akhirnya oknum petugas itu jujur dan mengatakan tiap anggota shift memperoleh ‘jatah’ berbeda-beda, ada yang mencapai Rp250 ribu. Dalam sidak itu Ganjar juga sempat menelepon kepala Dishubkominfo Jateng, Urip Sihabudin dan menegurnya.
Sebelum meninggalkan jembatan timbang Subah, Ganjar meminta para sopir dan kernet yang kelebihan muatan membayar denda dan meminta struk. Ia mengatakan praktik pungli tersebut sangat mempengaruhi kondisi jalan terutama pantura yang sering dilalui truk.
“Temuan mengenaskan, ya pas kalau jalan hancur, hampir semua melebihi muatan. Kalau tiap hari seperti ini, berapapun pendapatan yang diperoleh dari Perda ini tidak sebanding dengan yang kita pakai untuk memperbaiki,” ujar politisi PDIP itu.
“Setahun dengan pendapatan Rp50 miliar atau Rp30 miliar tapi kerusakan bisa Rp300 miliar. Perda perlu review. Dua minggu lalu sudah saya peringatkan. Saya cek ternyata seperti yang saya bayangkan,” tuturnya.
Sementara itu, di Sumut yang dilaporkan ada sejumlah jembatan timbang melakukan pungutan liar di 13 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), Kepala Bidang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Darwin Purba mengatakan, pengutipan di UPPKB ada cara menghitungnya dan memiliki mekanisme, sehingga sulit dirincikan dari sisi pencatatan pendapatan asli daerah (PAD).
“Setiap harinya dicatat, kemudian setiap bulannya di setorkan dan menjadi PAD Dishub Sumut,” katanya.
Dia menambahkan, cara pemungutan dan penetapan denda tetap diukur dari aturan perda yang ada, sehingga setiap pungutan diputuskan sesuai dengan ukurannya. “Jika di provinsi lain ada aturannya, Sumut tentunya memiliki aturan juga,” sebutnya singkat.
Terpisah, Pengamat Anggaran Pemerintah, Elfenda Ananda menyatakan, perolehan PAD dari penindakan yang diambil Dishub Sumut sebenarnya tak layak dikutip, karena sanksi tidak boleh berbentuk denda yang memiliki nilai. “Bila dibuat PAD, ya hitungannya dibuat tanpa pakai ukuran yang jelas, sehingga apa yang menjadi keputusan di UPPKB sulit diukir,” ucapnya.
Dia menyarankan, ada baiknya Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan mencari satu formula lain untuk memberikan sanksi kepada truk yang melebihi tonase.
Lebih lanjut, dikatakannya, Gubsu Gatot Pujo Nugroho juga bisa melihat UPPKB secara langsung, jangan hanya menerima laporan dari bawahannya karena kondisi saat ini sudah berbeda antara laporan tertulis dan fakta yang ada.
“Gaya Gubernur Jawa Tengah bisalah ditiru Gubernur Sumut, supaya bisa memahami persoalan yang ada. Bukan hanya mengambil PAD dari sebuah sanksi,” sebutnya. (rud/rbb)