JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Pertanyaan sama selalu muncul setiap pelaksanaan haji. Yakni kenapa masalah selalu muncul dalam pelaksanaan rukun Islam kelima itu. Inspektur Jenderal Kemenag Mochammad Jasin menuturkan, sumber masalah muncul dari pelayanan kewenangan pemerintah dan Arab Saudi.
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu lantas membeber ‘kesalahan’ pemerintah Saudi, sehingga masalah pelayanan jamaah haji selalu terjadi. Menurut Jasin, pemerintah Saudi tidak ada hasrat untuk melakukan pembenahan sehingga memunculkan pelayanan prima di bidang perhajian.
Menurutnya pelayanan di kewenangan Saudi mulai kedatangan jamaah di bandara, transportasi, serta layanan di Armina berjalan sama saja setiap tahun. Tidak ada peningkatan kualitas pelayanan.
“Dugaan saya mereka (pemerintah Saudi) menganggap jamaah haji yang butuh,” katanya saat dihubungi kemarin. Hingga kemarin Jasin masih berada di Makkah, tergabung dalam tim pengawas. Sehingga ketika diberi pelayanan yang jelek sekalipun, para jamaah haji dari penjuru dunia tetap akan menerimanya.
Sikap memberikan pelayanan apada adanya tidak hanya ada di jajaran pemerintah, tetapi juga korporasi di Saudi. Seperti dilakukan perusahaan-perusahaan yang menjalin perjanjian atau tender dengan pemerintah Indonesia. Mulai dari urusan pemondokan, katering, hingga transportasi.
Tahun ini pemerintah Indonesia dibuat malu karena dikadali perusahaan penyedia jasa penginapan di Madinah. Pada kontrak, penyedia jasa penginapan siap mencarikan hotel atau pemondokan di kawasan Markaziyah (radius 500 meter dari masjid Nabawi). Tetapi kontrak itu dilanggar, sehingga banyak pemondokan berada di radius 1 km atau lebih dari masjid Nabawi.
“Saya akui pengadaan atau tender kerjasama pemondokan di Madinah ini wanprestasi,” jelas dia. Ketika pihak Indonesia menuntut penyedia jasa penginapan itu, pengadilan Saudi selalu memenangkan pihak yang tertuntut.
Kemudian Jasin juga menyebutkan masalah pelayanan haji selalu muncul akibat dari pihak pemerintah Indonesia sendiri. Contohnya pengelolaan calon jamaah haji yang sangat beragam kurang efektif. Keberagaman jamaah Indonesia mulai dari sektor pendidikan, usia, dan kesehatan.
“Banyak jamaah yang tidak lulus SD dan belum bisa membaca. Perlu kesabaran dari panitia, jika tidak bisa akan menimbulkan masalah,” tuturnya. Begitu juga ketika meladeni jamaah dengan resiko kesehatan tinggi. Celakanya sebagian petugas haji Indonesia berstatus tenaga musimam (temus). Dimana perekrutannya memanfaatkan WNI yang ada di Saudi dan mengikuti pelatihan yang ala kadarnya.
Sementara itu Kemenag meluruskan informasi yang berkembang bahwa wukuf di Arafah dilaksanakan Sabtu, 4 Oktober. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi menjelaskan, pemerintah Saudi telah menetapkan wukuf dilaksanakan pada Jumat, 3 Oktober.
Penetapan itu didasari atas keputusan tim ummul qura yang dibentuk pemerintah Saudi. Penetapan pelaksanaan wukuf ini juga sudah dipakai Kemenag dalam menyusun rencana perjalanan ibadah haji. “Kami berharap masyarakat tidak terganggu dengan informasi yang berkembang itu. Saya tegaskan wukuf di Arafah dilaksanakan 3 Oktober,” jelas dia. (wan/jpnn)