26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Ramai-ramai Tolak Jokowi

Foto: dok.JPNN Presiden Jokowi.
Foto: dok.JPNN
Presiden Jokowi.

SUMUTPOS.CO- Situasi keamanan di Paniai, Papua saat ini sudah kondusif setelah terjadi insiden pada Senin (8/12) yang menewaskan empat warga sipil dan beberapa polisi terluka.

MENKO Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan hal itu  Sabtu (13/12). Diuraikannya bahwa penyelidikan terhadap kasus di atas masih  tetap berjalan. “Suasana sudah kondusif. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam insiden itu akan dikenai sanksi,” tegasnya.

Terkait kehadiran presiden Joko Widodo pada acara Natal bersama masyarakat di lapangan Papua Bangkit, Lanud Sentani, Kabupaten Jayapura, pada 27 Desember mendatang, Menko Polhukam belum bias memastikannya. Apalagi sebelumnya, sebagian tokoh gereja yang ada di Papua menolak kehadiran Jokowi. “Akan kita komunikasi dengan Pemda Papua,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow, mengakui bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan banyak Gereja di Papua terkait sikap pro dan kontra rencana kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri perayaan Natal Nasional di Jayapura pada 27 Desember.

Pro dan kontra itu terjadi karena belum ada sikap, atau minimal pernyataan tegas, dari Jokowi menyikapi kasus penembakan hingga tewas sejumlah warga sipil di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, pada Senin lalu.

“Sebetulnya kami berkomunikasi dengan banyak Gereja di sana. Memang ada pro kontra, ada yang tidak ingin dan ingin (menerima Jokowi). Saya kira masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Tapi bagi kami, persoalannya bukan apakah dia (Jokowi) datang atau tidak, tapi yang tidak bisa ditawar adalah sikap tegas terhadap tragedi Paniai,” ujar Jeirry, Sabtu
(13/12).

Dia mengatakan, tidak baik untuk terlalu dini memvonis siapa bersalah dalam tragedi di Paniai. Yang lebih penting adalah Jokowi mau menunjukkan keseriusannya dalam menuntaskan kasus yang menewaskan
setidaknya empat orang itu.

Menurutnya, jika Jokowi belum juga membuat pernyataan atau sikap tegas yang melegakan hati masyarakat Papua sampai hari pelaksanaan Natal Nasional, maka dia ragu warga di timur Indonesia itu akan tetap percaya terhadap janji-janji Jokowi mengangkat harkat martabat Papua. Lebih dari itu, perayaaan Natal akan sia-sia karena telah melupakan hakikat pesan Natal sendiri yaitu perdamaian.

“Dia (Jokowi) sudah bikin komitmen mengadakan Natal nasional pertama di Papua, itu bagus. Semangatnya pasti ingin mengesankan bahwa Papua damai. Tapi dengan adanya kasus di Paniai, ini menjadi ujian pertama yang sangat menentukan apresiasi orang Papua terhadap Jokowi,” ujar Jeirry.

Diakui Jeirry bahwa PGI sedang mengupayakan bertemu Presiden Jokowi untuk membicarakan soal kerusuhan Paniai dan kaitannya dengan penolakan Gereja-Gereja di sana terhadap rencana kedatangan presiden.

“Kami (PGI) sendiri memang sedang mengupayakan bertemu dengan Beliau untuk bicara soal ini, karena PGI diundang dan PGI akan datang (ke Papua). Tapi dengan kasus ini, kami rasa harus bicara dengan Jokowi. Harus ada sikap tegas sebelum tanggal 27 nanti. Kalau diundur terlalu lama, makin lama makin akut persoalan ini secara psikologis rakyat Papua,” ungkap Jeirry.

“Secara substansial, kita bicara bagaimana menyebarkan kedamaian. Tapi tidak mungkin kita ber-Natal sedangkan situasi di Papua tidak ada damai. Jadi, kalau Jokowi masih mau tetap ke Papua, maka harus berikan sikap dulu. Saya kira itu prasyarat supaya bisa diterima lebih baik. Kalau rakyat Papua merayakan Natal tidak dalam suasana yang tidak lega dan damai, tidak ada artinya. Yang ada, kehadiran pemerintah di sana adalah seremonial belaka,” ujar Jeirry.

Selain itu, menurut Jeirry, kedatangan Jokowi ke Papua harus menjadi momentum menyatakan komitmen kepada rakyat Papua tentang penegakan hukum dan penegakan hak asasi manusia di Papua.

“Tapi, ini semua tidak boleh lagi dalam kata dan retorika, padahal slogan Jokowi adalah ‘kerja, kerja kerja’. Nah, sikap Jokowi ini yang belum dilihat rakyat Papua dan kita semua juga belum melihatnya,” tambah Jeirry.

Apa yang diungkapkan oleh Jeirry ini sejalan dengan pemikiran Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Daulay.

Menurutnya, penolakan terhadap kedatangan Presiden Joko Widodo menghadiri perayaan Natal Nasional di Papua oleh para ketua pendeta karena masyarakat Papua sedang berduka atas insiden penembakan di Paniai.

Namun, Saleh tak menampik jika di balik penolakan itu, ada tuntutan agar kasus-kasus kekerasan dengan korban warga Papua segera dituntaskan. “Mereka meminta agar pesan damai ditunjukkan dengan sikap Presiden Jokowi yang mau memberikan perhatian agar kedamaian dan ketenangan bisa terwujud di Papua. Tuntutan itu saya kira sangat serius,” kata Saleh, Sabtu (13/12).,
Karena itu politikus PAN ini menyarankan Presiden perlu mengambil sikap guna mengungkap kasus kekerasan yang mereka tuntut dengan membentuk tim investigasi independen. Dengan begitu, masyarakat Papua melihat ada keinginan serius untuk mengungkap dalang dan motif di balik kekerasan yang terjadi.

“Kalau mau tetap datang ke Papua, Presiden Jokowi diharapkan membawa pesan damai berupa terbentuknya tim investigasi tadi. Selain itu, presiden Jokowi juga perlu berjanji untuk memberikan hukuman bagi siapa saja yang terbukti bersalah,” tandasnya. (fat/zul/ald/ije/jpnn)

Foto: dok.JPNN Presiden Jokowi.
Foto: dok.JPNN
Presiden Jokowi.

SUMUTPOS.CO- Situasi keamanan di Paniai, Papua saat ini sudah kondusif setelah terjadi insiden pada Senin (8/12) yang menewaskan empat warga sipil dan beberapa polisi terluka.

MENKO Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan hal itu  Sabtu (13/12). Diuraikannya bahwa penyelidikan terhadap kasus di atas masih  tetap berjalan. “Suasana sudah kondusif. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam insiden itu akan dikenai sanksi,” tegasnya.

Terkait kehadiran presiden Joko Widodo pada acara Natal bersama masyarakat di lapangan Papua Bangkit, Lanud Sentani, Kabupaten Jayapura, pada 27 Desember mendatang, Menko Polhukam belum bias memastikannya. Apalagi sebelumnya, sebagian tokoh gereja yang ada di Papua menolak kehadiran Jokowi. “Akan kita komunikasi dengan Pemda Papua,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow, mengakui bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan banyak Gereja di Papua terkait sikap pro dan kontra rencana kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri perayaan Natal Nasional di Jayapura pada 27 Desember.

Pro dan kontra itu terjadi karena belum ada sikap, atau minimal pernyataan tegas, dari Jokowi menyikapi kasus penembakan hingga tewas sejumlah warga sipil di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, pada Senin lalu.

“Sebetulnya kami berkomunikasi dengan banyak Gereja di sana. Memang ada pro kontra, ada yang tidak ingin dan ingin (menerima Jokowi). Saya kira masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Tapi bagi kami, persoalannya bukan apakah dia (Jokowi) datang atau tidak, tapi yang tidak bisa ditawar adalah sikap tegas terhadap tragedi Paniai,” ujar Jeirry, Sabtu
(13/12).

Dia mengatakan, tidak baik untuk terlalu dini memvonis siapa bersalah dalam tragedi di Paniai. Yang lebih penting adalah Jokowi mau menunjukkan keseriusannya dalam menuntaskan kasus yang menewaskan
setidaknya empat orang itu.

Menurutnya, jika Jokowi belum juga membuat pernyataan atau sikap tegas yang melegakan hati masyarakat Papua sampai hari pelaksanaan Natal Nasional, maka dia ragu warga di timur Indonesia itu akan tetap percaya terhadap janji-janji Jokowi mengangkat harkat martabat Papua. Lebih dari itu, perayaaan Natal akan sia-sia karena telah melupakan hakikat pesan Natal sendiri yaitu perdamaian.

“Dia (Jokowi) sudah bikin komitmen mengadakan Natal nasional pertama di Papua, itu bagus. Semangatnya pasti ingin mengesankan bahwa Papua damai. Tapi dengan adanya kasus di Paniai, ini menjadi ujian pertama yang sangat menentukan apresiasi orang Papua terhadap Jokowi,” ujar Jeirry.

Diakui Jeirry bahwa PGI sedang mengupayakan bertemu Presiden Jokowi untuk membicarakan soal kerusuhan Paniai dan kaitannya dengan penolakan Gereja-Gereja di sana terhadap rencana kedatangan presiden.

“Kami (PGI) sendiri memang sedang mengupayakan bertemu dengan Beliau untuk bicara soal ini, karena PGI diundang dan PGI akan datang (ke Papua). Tapi dengan kasus ini, kami rasa harus bicara dengan Jokowi. Harus ada sikap tegas sebelum tanggal 27 nanti. Kalau diundur terlalu lama, makin lama makin akut persoalan ini secara psikologis rakyat Papua,” ungkap Jeirry.

“Secara substansial, kita bicara bagaimana menyebarkan kedamaian. Tapi tidak mungkin kita ber-Natal sedangkan situasi di Papua tidak ada damai. Jadi, kalau Jokowi masih mau tetap ke Papua, maka harus berikan sikap dulu. Saya kira itu prasyarat supaya bisa diterima lebih baik. Kalau rakyat Papua merayakan Natal tidak dalam suasana yang tidak lega dan damai, tidak ada artinya. Yang ada, kehadiran pemerintah di sana adalah seremonial belaka,” ujar Jeirry.

Selain itu, menurut Jeirry, kedatangan Jokowi ke Papua harus menjadi momentum menyatakan komitmen kepada rakyat Papua tentang penegakan hukum dan penegakan hak asasi manusia di Papua.

“Tapi, ini semua tidak boleh lagi dalam kata dan retorika, padahal slogan Jokowi adalah ‘kerja, kerja kerja’. Nah, sikap Jokowi ini yang belum dilihat rakyat Papua dan kita semua juga belum melihatnya,” tambah Jeirry.

Apa yang diungkapkan oleh Jeirry ini sejalan dengan pemikiran Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Daulay.

Menurutnya, penolakan terhadap kedatangan Presiden Joko Widodo menghadiri perayaan Natal Nasional di Papua oleh para ketua pendeta karena masyarakat Papua sedang berduka atas insiden penembakan di Paniai.

Namun, Saleh tak menampik jika di balik penolakan itu, ada tuntutan agar kasus-kasus kekerasan dengan korban warga Papua segera dituntaskan. “Mereka meminta agar pesan damai ditunjukkan dengan sikap Presiden Jokowi yang mau memberikan perhatian agar kedamaian dan ketenangan bisa terwujud di Papua. Tuntutan itu saya kira sangat serius,” kata Saleh, Sabtu (13/12).,
Karena itu politikus PAN ini menyarankan Presiden perlu mengambil sikap guna mengungkap kasus kekerasan yang mereka tuntut dengan membentuk tim investigasi independen. Dengan begitu, masyarakat Papua melihat ada keinginan serius untuk mengungkap dalang dan motif di balik kekerasan yang terjadi.

“Kalau mau tetap datang ke Papua, Presiden Jokowi diharapkan membawa pesan damai berupa terbentuknya tim investigasi tadi. Selain itu, presiden Jokowi juga perlu berjanji untuk memberikan hukuman bagi siapa saja yang terbukti bersalah,” tandasnya. (fat/zul/ald/ije/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/