25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Mantan Staf Pojokkan Andi Nurpati

JAKARTA – Mantan anggota KPU Andi Nurpati nampaknya tidak bisa berkelit atas dugaan keterlibatannya di surat palsu penetapan anggota DPR. Seluruh keterangan Andi dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu terbantahkan oleh keterangan staf Andi di Komisi Pemilihan Umum.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Mafia Pemilu kemarin (30/6), Andi menjelaskan semua kronologis klarifikasi KPU hinggan munculnya penetapan kursi untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Berbagai klarifikasi yang disampaikan Andi itu terbantahkan oleh keterangan lain. Tidak hanya staf pribadi Andi di KPU, tetapi juga keterangan panitera Mahkamah Konstitusi yang menyerahkan surat keputusan MK di gedung JAK TV.
Andi menjelaskan, latar belakang KPU meminta penjelasan MK, disebabkan putusan nomor 84 yang ganjil. Dalam gugatannya, Partai Hanura meminta agar penggelembungan 3.302 suara Partai Golongan Karya dibatalkan.
Namun, amar putusan MK ternyata berbeda. MK melalui penghitungan ulang suara C1, menemukan perubahan suara untuk Hanura. Di beberapa kabupaten/kota, terjadi penambahan, namun juga terjadi pengurangan suara yang jumlahnya 1.677 suara.

“Kami konsultasi karena ada ketidaksinkronan dengan gugatan,” kata Andi.

Selanjutnya, pada bulan Agustus, Andi mengaku mendapat telepon dari seorang staf MK. Andi mengaku tidak ingat jika tanggalnya adalah 17 Agustus 2011. Andi juga tidak bisa memastikan siapa staf MK yang menelepon itu. Seseorang itu sedang mencari Andi yang ketika itu sedang tidak berada di KPU. “Saya kira itu Mashuri Hasan. Saya katakan sedang di JAK TV,” ujarnya.

Hasan kemudian menemui Andi di gedung JAK TV. Dalam keterangannya Andi mempertanyakan kenapa Hasan mengirimkan surat itu kepadanya. Seharusnya, surat itu disampaikan langsung ke KPU sebagai lembaga resmi. “Saya katakan kalau supir saya mau terima kasih saja,” kata Andi.Yang menjadi pertanyaan Andi, surat yang dikirim Andi itu ternyata sama dengan surat nomor 113 yang sudah dikirim MK. Andi mengaku, pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus, ada surat yang sama sudah dikirimkan MK. “Surat itu dikirimkan Hasan juga, melalui staf saya minta sampaikan saja ke Ketua KPU,” ujarnya.

Surat yang disampaikan Hasan melalui supir Andi, Hari Almafintono atau Aryo, diakui diminta diteruskan langsung ke Ketua KPU. “Saya pikir surat itu sudah disampaikan dan didisposisi ke Biro Hukum,” ujarnya.

Nah, saat pleno 2 September, terjadi pembahasan pleno KPU atas surat nomor 112 yang berisi penetapan Dewi Yasin Limpo sebagai caleg terpilih. Di pleno itu, Andi mengaku menjadi pemimpin rapat setelah Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary ijin keluar. “Rapat itu dihadiri oleh Sekjen, Bawaslu dan MK. Dan ternyata tidak ada keberatan,” kata Andi.
Keterangan itu dibantah anggota Panja Mafia Pemilu Yasonna H Laoly. Menurut dia, jika merunut pada raker KPU dan Bawaslu beberapa pekan lalu, pihak pengawas pemilu mengajukan keberatan. “Jadi tidak benar kalau tidak ada keberatan,” kata Yasonna.

Keterangan Andi terkait kronologis di JAK TV juga dibantah pihak MK. Panitera Pengganti MK Nalom Kurniawan menegaskan bahwa dia bersama Hasan bertemu Andi di dalam gedung JAKTV. Hasan ketika itu memperkenalkan dirinya kepada Andi bahwa dirinyalah PP yang mengurus sengketa hasil di dapil Sulsel I. “Bu Andi menyatakan kalau dikabulkan, kenapa suaranya tidak bertambah,” kata Nalom.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad mengatakan, SPDP bernomor No.b/63/VI/2011/Dit Pidum tertanggal 28 Juni 2011 itu mendasarkan sangkaannya berdasarkan pasal 263 KUHP tentang pembuata surat palsu. “Tersangkanya adalah MH (Masyhuri Hasan, Red.) dan kawan-kawan,” kata Noor di Kejagung.

Siapa dan kawan-kawan itu? Noor tidak bisa mengungkapkan. Menurut dia, SDPD yang dikirimkan ke Kejagung juga tidak menuliskan nama tersangka lain selain Masyhuri. “Di situ juga tidak dituliskan. Jadi bagaimana saya bisa mengatakan. Yang jelas ada lebih dari satu tersangka,” kata mantan Kajati Gorontalo itu.(aga/jpnn)

JAKARTA – Mantan anggota KPU Andi Nurpati nampaknya tidak bisa berkelit atas dugaan keterlibatannya di surat palsu penetapan anggota DPR. Seluruh keterangan Andi dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu terbantahkan oleh keterangan staf Andi di Komisi Pemilihan Umum.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Mafia Pemilu kemarin (30/6), Andi menjelaskan semua kronologis klarifikasi KPU hinggan munculnya penetapan kursi untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Berbagai klarifikasi yang disampaikan Andi itu terbantahkan oleh keterangan lain. Tidak hanya staf pribadi Andi di KPU, tetapi juga keterangan panitera Mahkamah Konstitusi yang menyerahkan surat keputusan MK di gedung JAK TV.
Andi menjelaskan, latar belakang KPU meminta penjelasan MK, disebabkan putusan nomor 84 yang ganjil. Dalam gugatannya, Partai Hanura meminta agar penggelembungan 3.302 suara Partai Golongan Karya dibatalkan.
Namun, amar putusan MK ternyata berbeda. MK melalui penghitungan ulang suara C1, menemukan perubahan suara untuk Hanura. Di beberapa kabupaten/kota, terjadi penambahan, namun juga terjadi pengurangan suara yang jumlahnya 1.677 suara.

“Kami konsultasi karena ada ketidaksinkronan dengan gugatan,” kata Andi.

Selanjutnya, pada bulan Agustus, Andi mengaku mendapat telepon dari seorang staf MK. Andi mengaku tidak ingat jika tanggalnya adalah 17 Agustus 2011. Andi juga tidak bisa memastikan siapa staf MK yang menelepon itu. Seseorang itu sedang mencari Andi yang ketika itu sedang tidak berada di KPU. “Saya kira itu Mashuri Hasan. Saya katakan sedang di JAK TV,” ujarnya.

Hasan kemudian menemui Andi di gedung JAK TV. Dalam keterangannya Andi mempertanyakan kenapa Hasan mengirimkan surat itu kepadanya. Seharusnya, surat itu disampaikan langsung ke KPU sebagai lembaga resmi. “Saya katakan kalau supir saya mau terima kasih saja,” kata Andi.Yang menjadi pertanyaan Andi, surat yang dikirim Andi itu ternyata sama dengan surat nomor 113 yang sudah dikirim MK. Andi mengaku, pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus, ada surat yang sama sudah dikirimkan MK. “Surat itu dikirimkan Hasan juga, melalui staf saya minta sampaikan saja ke Ketua KPU,” ujarnya.

Surat yang disampaikan Hasan melalui supir Andi, Hari Almafintono atau Aryo, diakui diminta diteruskan langsung ke Ketua KPU. “Saya pikir surat itu sudah disampaikan dan didisposisi ke Biro Hukum,” ujarnya.

Nah, saat pleno 2 September, terjadi pembahasan pleno KPU atas surat nomor 112 yang berisi penetapan Dewi Yasin Limpo sebagai caleg terpilih. Di pleno itu, Andi mengaku menjadi pemimpin rapat setelah Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary ijin keluar. “Rapat itu dihadiri oleh Sekjen, Bawaslu dan MK. Dan ternyata tidak ada keberatan,” kata Andi.
Keterangan itu dibantah anggota Panja Mafia Pemilu Yasonna H Laoly. Menurut dia, jika merunut pada raker KPU dan Bawaslu beberapa pekan lalu, pihak pengawas pemilu mengajukan keberatan. “Jadi tidak benar kalau tidak ada keberatan,” kata Yasonna.

Keterangan Andi terkait kronologis di JAK TV juga dibantah pihak MK. Panitera Pengganti MK Nalom Kurniawan menegaskan bahwa dia bersama Hasan bertemu Andi di dalam gedung JAKTV. Hasan ketika itu memperkenalkan dirinya kepada Andi bahwa dirinyalah PP yang mengurus sengketa hasil di dapil Sulsel I. “Bu Andi menyatakan kalau dikabulkan, kenapa suaranya tidak bertambah,” kata Nalom.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad mengatakan, SPDP bernomor No.b/63/VI/2011/Dit Pidum tertanggal 28 Juni 2011 itu mendasarkan sangkaannya berdasarkan pasal 263 KUHP tentang pembuata surat palsu. “Tersangkanya adalah MH (Masyhuri Hasan, Red.) dan kawan-kawan,” kata Noor di Kejagung.

Siapa dan kawan-kawan itu? Noor tidak bisa mengungkapkan. Menurut dia, SDPD yang dikirimkan ke Kejagung juga tidak menuliskan nama tersangka lain selain Masyhuri. “Di situ juga tidak dituliskan. Jadi bagaimana saya bisa mengatakan. Yang jelas ada lebih dari satu tersangka,” kata mantan Kajati Gorontalo itu.(aga/jpnn)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/