30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kritik Lingkungan Pembangunan PLTA Batangtoru, Jangan Sampai Jadi Preseden Buruk Bagi Investor

istimewa
AKSI: Aktivis Walhi Sumut menggelar aksi di Jalan Raden Saleh, depan kantor Bank of China, Rabu (30/1).

SUMUTPOS.CO – Kritik lingkungan terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, Tapanuli Selatan, sebaiknya dilakukan sesuai dengan koridor.

Sikap berlebihan yang dapat mengesankan adanya ketidakpastian hukum dalam investasi bisa jadi preseden buruk bagi investor asing yang akan menanamkan modal di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo merespon aksi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut yang sebelumnya mendemo kantor perwakilan Bank of China di Medan.

“Sebenarnya kan tidak ada hubungan antara bank itu dengan proyek PLTA. Bank itu kan hanya lembaga penyalur permintaan dana. Tidak ada kaitan langsung dengan pembangunan PLTA. Kalau dicari ya ada saja hubungannya, tapi bukan itu. Bank itu berhubungan dengan kontraktor, bukan dia yang melakukan pembangunan PLTA itu,” kata Wahyu kepada war tawan di Medan, Kamis (31/1).

Wahyu menyarankan, penyampaian pendapat hendaknya mempertimbangkan koridor yang ada. Jangan melebar ke hal-hal yang lain, pihak yang lain. Investor asing yang menanamkan investasinya di Indonesia, tentu sudah melakukan kajian mendalam. Mereka menggelontorkan dana karena sudah memperoleh izin dari pemerintah.

“Maka kalau mau mengkritisi, ya izin dari pemerintah itu yang harusnya dikritisi,” katanya sembari mengingatkan, jika situasi seperti ini terus berkembang, dan izin dicabut, maka akan jadi preseden buruk, sebab berarti ada ketidakpastian hukum.

Tak Bisa Dianggap Nihil

Secara terpisah, Ketua Komisi D DPRD Sumatera Utara, Sutrisno Pangaribuan mengatakan, berbagai upaya yang dilakukan oleh PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) untuk membangun PLTA Batangtoru harus dilihat sebagai sebuah realita investasi yang penting dari aspek pembangunan.

“Kita tentu harus melihat juga bahwa NSHE pasti sudah melakukan berbagai prosedur yang resmi baik kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hingga ke Pemerintah Pusat, sehingga mereka memiliki dasar melakukan pembangunan,” katanya.

Sutrisno menambahkan, dalam pembangunan proyek besar seperti PLTA Batangtoru, pihak perusahaan dipastikan akan melakukan berbagai kajian yang komprehensif mengenai seluruh aspek yang ada. Dia melihat kajian akademis terkait lokasi pembangunan PLTA Batangtoru tersebut, merupakan hal yang harus dimaknai sebagai jawaban, antisipasi atas potensi masalah yang mungkin dalam proses pembangunan.

“Tentu tidak mungkin mereka (para peneliti) melakukan kebohongan publik. Karena itu kajiannya berdasarkan kajian ilmiah, maka itu harus diberi ruang. Tidak boleh dianggap nihil,” ujarnya.

Duduk Bersama

Sebelumnya, pakar dan profesional komunikasi Wimar Witoelar mengatakan aksi Walhi Sumut yang mendesak Bank of China menghentikan pendanaan terhadap proyek PLTA Batangtoru merupakan hal yang kurang baik.

“Itu kurang bagus, harusnya kita menimbulkan keyakinan pada hal-hal yang ada di Indonesia, kecuali ada hal-hal untuk menyangsikannya. Harusnya tanya-tanya dulu kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau pemerintah,” katanya.

Wimar menjelaska, salah satu solusi untuk menyelesaikan adanya pertentangan seputar pembangunan PLTA Batangtoru yakni dengan duduk bersama. Dalam hal ini, ia mengaku perlu bagi Walhi Sumut untuk menerima masukan dari para pihak yang sudah melakukan proses sesuai aturan yang ada termasuk yang didukung dengan kajian ilmiah. Begitu juga sebaliknya, masukan dari Walhi juga menjadi hal yang perlu didengarkan. ”Penting Walhi didengar, dan Walhi juga mendengar,” katanya. (ila)

istimewa
AKSI: Aktivis Walhi Sumut menggelar aksi di Jalan Raden Saleh, depan kantor Bank of China, Rabu (30/1).

SUMUTPOS.CO – Kritik lingkungan terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, Tapanuli Selatan, sebaiknya dilakukan sesuai dengan koridor.

Sikap berlebihan yang dapat mengesankan adanya ketidakpastian hukum dalam investasi bisa jadi preseden buruk bagi investor asing yang akan menanamkan modal di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo merespon aksi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut yang sebelumnya mendemo kantor perwakilan Bank of China di Medan.

“Sebenarnya kan tidak ada hubungan antara bank itu dengan proyek PLTA. Bank itu kan hanya lembaga penyalur permintaan dana. Tidak ada kaitan langsung dengan pembangunan PLTA. Kalau dicari ya ada saja hubungannya, tapi bukan itu. Bank itu berhubungan dengan kontraktor, bukan dia yang melakukan pembangunan PLTA itu,” kata Wahyu kepada war tawan di Medan, Kamis (31/1).

Wahyu menyarankan, penyampaian pendapat hendaknya mempertimbangkan koridor yang ada. Jangan melebar ke hal-hal yang lain, pihak yang lain. Investor asing yang menanamkan investasinya di Indonesia, tentu sudah melakukan kajian mendalam. Mereka menggelontorkan dana karena sudah memperoleh izin dari pemerintah.

“Maka kalau mau mengkritisi, ya izin dari pemerintah itu yang harusnya dikritisi,” katanya sembari mengingatkan, jika situasi seperti ini terus berkembang, dan izin dicabut, maka akan jadi preseden buruk, sebab berarti ada ketidakpastian hukum.

Tak Bisa Dianggap Nihil

Secara terpisah, Ketua Komisi D DPRD Sumatera Utara, Sutrisno Pangaribuan mengatakan, berbagai upaya yang dilakukan oleh PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) untuk membangun PLTA Batangtoru harus dilihat sebagai sebuah realita investasi yang penting dari aspek pembangunan.

“Kita tentu harus melihat juga bahwa NSHE pasti sudah melakukan berbagai prosedur yang resmi baik kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hingga ke Pemerintah Pusat, sehingga mereka memiliki dasar melakukan pembangunan,” katanya.

Sutrisno menambahkan, dalam pembangunan proyek besar seperti PLTA Batangtoru, pihak perusahaan dipastikan akan melakukan berbagai kajian yang komprehensif mengenai seluruh aspek yang ada. Dia melihat kajian akademis terkait lokasi pembangunan PLTA Batangtoru tersebut, merupakan hal yang harus dimaknai sebagai jawaban, antisipasi atas potensi masalah yang mungkin dalam proses pembangunan.

“Tentu tidak mungkin mereka (para peneliti) melakukan kebohongan publik. Karena itu kajiannya berdasarkan kajian ilmiah, maka itu harus diberi ruang. Tidak boleh dianggap nihil,” ujarnya.

Duduk Bersama

Sebelumnya, pakar dan profesional komunikasi Wimar Witoelar mengatakan aksi Walhi Sumut yang mendesak Bank of China menghentikan pendanaan terhadap proyek PLTA Batangtoru merupakan hal yang kurang baik.

“Itu kurang bagus, harusnya kita menimbulkan keyakinan pada hal-hal yang ada di Indonesia, kecuali ada hal-hal untuk menyangsikannya. Harusnya tanya-tanya dulu kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau pemerintah,” katanya.

Wimar menjelaska, salah satu solusi untuk menyelesaikan adanya pertentangan seputar pembangunan PLTA Batangtoru yakni dengan duduk bersama. Dalam hal ini, ia mengaku perlu bagi Walhi Sumut untuk menerima masukan dari para pihak yang sudah melakukan proses sesuai aturan yang ada termasuk yang didukung dengan kajian ilmiah. Begitu juga sebaliknya, masukan dari Walhi juga menjadi hal yang perlu didengarkan. ”Penting Walhi didengar, dan Walhi juga mendengar,” katanya. (ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/