Site icon SumutPos

Akhirnya Kapolres Pakpak Bharat Menghadiri Sidang Pungli

SAKSI : Kapolres Pakpak Bharat, AKBP. Janter Sitohang sebagai saksi pada sidang Pungli dengan terdakwa Kapolsek Sukaramai, AKP Longser Sihombing di PN Medan, Selasa (28/2) siang.(BAGUS SYAHPUTRA/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah sempat mangkir beberapa kali dalam sidang, akhirnya Kapolres Pakpak Bharat AKBP Janter Sitohang hadir dalam sidang tindak pidana pungutan liar (Pungli) di Kabupaten Pakpak Bharat, dengan terdakwa Kapolsek Sukaramai AKP Longser Sihombing, Selasa (28/2) siang.

Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra V Pengadilan Tipikor Medan, perwira menengah itu menceritai proses penangkapan anak buahnya oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Medan, 3 September 2016, lalu.

“Saya tahu ditangkapnya pada 4 septembernya dari dua orang bawahan saudara Longser (terdakwa) saat datang ke Polres. Mereka bilang Kapolsek ditangkap karena kasus penangkapan truk yang berisi BBM,” tutur Janter di hadapan majelis hakim, yang diketuai oleh Sontang Merauke.

Meski anggotanya ditangkap oleh Propam Polda Sumut, saat itu dia mengaku di Pakpak Bharat, dan bukan di lokasi penangkapan di Medan. Terdakwa Longser Sihombing ditangkap diduga melakukan pungli terhadap manajer PT Karya Sakti Sejahtera (KSS) Triono Herlambang, yang merupakan pihak kontraktor yang melakukan pekerjaan proyek pembangkit listrik di Desa Kuta Nangka, Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

Dalam kesaksiannya, pucuk pimpinan di Polres Pakpak Bharat itu mengaku memiliki kedekatan dengan korban. Kedekatannya itu disebutkan hanya koordinasi, karena ada mamakai bahan peledak dalam pengerjaan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Desa Kuta Nangka. Dikatakannya, pihak perusahaan selalu melaporkan bila mempergunakan bahan peledak.

“Hubungannya dengan pihak perusahaan hanya sebatas koordinasi dalam penggunaan bahan peledak yang dipergunakan, dan yang tersisa semuanya masuk dalam data kepolisian,” tutur pria yang mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam itu.

Nah, ada hal mengejutkan dari keterangan Janter Sitohang. Dia mengakui sebelum anggota itu ditangkap, Janter bersama terdakwa bertemu dengan Triono bertemu di sebuah kafe ternama di kota Medan pada 22 Agustus 2016 silam.

Janter mendatangi Triono di kafe tersebut meski terlambat. Karena saat ada acara di Polda Sumut. Pertemuan itu, berlangsung dengan makan siang. “Saya waktu itu ada kegiatan di Polda dan Triono Herlambang (korban) mengajak saya makan siang, dan saya katakan saya di Polda lagi ada kegiatan. Kemudian beberapa jam kemudian, saya kembali ditelpon dan diajak ketemu untuk makan siang. Dan saya sampai di tempat itu sekitar pukul 2 siang. Dan waktu sampai di situ kami makan siang, dalam pertemuan itu ada saya, Herlambang dan terdakwa (Longser Sihombing),” ucapnya.

Saat sampai di lokasi, ia melihat Triyono dan Longser sudah terlebih dahulu tiba di dalam kafe, Dalam pertemuan singkat tersebut, Triyono memohon agar Janter Sitohang bisa mengeluarkan izin pinjam pakai terhadap truk pembawa bahan bakar untuk keperluan proyek.

Namun, karena ranahnya di Polsek Sukaramai, maka prosesnya diserahkan kesana sesuai lokasi penangkapan. “Jadi saya arahkan kepada pak kapolsek (terdakwa,red),” ungkapnya.

Walaupun dalam keterangan terdakwa ada keterlibatan kapolres dan disebut ada aliran dana ke Janter, dia membantahnya dan menegaskan dalam pertemuan tersebut tidak dibahas tentang masalah biaya dalam kepengurusan. Bahkan tidak ada memerintahkan terdakwa untuk meminta uang kepada pihak kontraktor sekaitan dengan ditahannya truk pengangkut bahan bakar minyak yang terjaring dalam razia.

Dia pun menyedutkan terdakwa dengan alasan sebelum dilakukan penangkapan OTT, surat izin jalan AKP Longser belum ditandatanganinya untuk ke Medan. Hal ini dilakukan agar seroang kapolsek tetap siaga dan tidak berpergian sebelum suasana kondusif, karena adanya aksi massa soal ganti rugi lahan di kawasan tersebut.

Dalam persidangan kemarin, majelis hakim anggota Nazar yang menyidangkan kasus tersebut, mempertanyakan perkembangan penanganan kasus penangkapan truk dan pengerusakan police line.

Jansen menjawab tidak tahu karena kasusnya masih berproses oleh penyidik Polsek Sukaramai. Pada sidang itu, Jansen menuturkan tidak mengetahui soal uang Rp200 juta. Selain itu, atas nama pribadi maupun kedinasannya, Jansen menegaskan tidak pernah menerima uang Rp35 juta per bulan dalam proyek tersebut. Apalagi sampai memerintahkan kapolseknya meminta uang Rp200 juta agar menghentikan proses penyidikan penangkapan truk BBM tersebut.

Usai mendengar keterangan saksi, yang dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), majelis hakim menunda persidangan pada pekan depan dengan agenda keterangan saksi lainnya dari Propam Polda Sumut. Dalam kasus ini, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 12 E jo Pasal 12 A UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (gus/yaa)

 

Exit mobile version