25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Batas TNGL tak Jelas, Warga Tetap Betahan

Terkait Relokasi Warga di Kawasan Taman Nasional

LANGKAT- Terkait relokasi warga di kawasan TNGL, Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) minta Menteri Kehutanan untuk meninjau ulang Surat Keputusan Tentang Penunjukkan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), mengingat ada tiga item yang belum dipenuhi Balai Besar (BB) TNGL.

Dikatakan direktur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal dalam pertemuan dengan warga pengungsi, Jumat (1/7), tiga item yang perlu dijelaskan pihak BBTNGL, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.

Mengingat pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan dimaksud.

“Ini harus ditinjau ulang, sebab TNGL belum memenuhi tiga tahapan penetapan status hutan, yang mereka klaim sebagai Taman Nasional. Menurut hemat saya, ini aneh. TNGL tidak berhak mengusir warga korban eks konflik Aceh, sementara status TNGL saja belum jelas,” tegas Sayed.

Sayed meminta BBTNGL, untuk menunjukkan batas Taman Nasional yang mereka klaim sebagai wilayah mereka dengan mengusir warga korban eks konflik Aceh. “Maunya TNGL itu melihat dan mendefinisikan, kawasan itu sudah layak atau belum disebut TNGL. Kalau memang itu TNGL, mana batasnya?,” kesal Sayed.

Menurut LembAHtari, Pemerintah RI, khususnya Menteri Kehutanan, ada indikasi telah membuat laporan bohong ke dunia internasional, terutama kepada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang khusus menangani Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, termasuk kepada ASEAN Park Haritage yang notabene badan pendonor.

Apalagi, sambung Sayed, wilayah ini merupakan kawasan yang sudah dieksploitasi besar-besaran terhadap kayu dan keanekaragaman hayatinya. Kalau dilihat SK Mentan Nomor 837/kpts-II/1980 dari penentuan skorsing saja, kawasan yang ditempati para warga korban eks konflik Aceh tidak mencapai 175 skor keatas sebagai kawasan.

Sebelumnya, Balai Besar Taman Nasional Gunung Lauser (BBTNGL) Sumut-Aceh tetap akan merelokasi warga yang bermukim di kawasan tersebut.

“Aksi penggusuran paksa akan tetap dilakukan BBTNGL dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat terhadap 450 KK warga eks trasmigrasi korban konflik Aceh yang membuka lahan dan bermukim di area konservasi TNGL yang terus merangsek ke area terlarang,” kata Kepala BB TNGL Sumut–Aceh Andi Basrul ketika ditemui di kantornya, Selasa (28/6) lalu.

Ditambahkannya, pengusiran paksa dilakukan Pemerintah, karena wilayah yang dihuni eks korban konflik Aceh itu berada dalam wilayah taman nasional (TNGL). (jok/smg)

Terkait Relokasi Warga di Kawasan Taman Nasional

LANGKAT- Terkait relokasi warga di kawasan TNGL, Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) minta Menteri Kehutanan untuk meninjau ulang Surat Keputusan Tentang Penunjukkan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), mengingat ada tiga item yang belum dipenuhi Balai Besar (BB) TNGL.

Dikatakan direktur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal dalam pertemuan dengan warga pengungsi, Jumat (1/7), tiga item yang perlu dijelaskan pihak BBTNGL, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.

Mengingat pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan dimaksud.

“Ini harus ditinjau ulang, sebab TNGL belum memenuhi tiga tahapan penetapan status hutan, yang mereka klaim sebagai Taman Nasional. Menurut hemat saya, ini aneh. TNGL tidak berhak mengusir warga korban eks konflik Aceh, sementara status TNGL saja belum jelas,” tegas Sayed.

Sayed meminta BBTNGL, untuk menunjukkan batas Taman Nasional yang mereka klaim sebagai wilayah mereka dengan mengusir warga korban eks konflik Aceh. “Maunya TNGL itu melihat dan mendefinisikan, kawasan itu sudah layak atau belum disebut TNGL. Kalau memang itu TNGL, mana batasnya?,” kesal Sayed.

Menurut LembAHtari, Pemerintah RI, khususnya Menteri Kehutanan, ada indikasi telah membuat laporan bohong ke dunia internasional, terutama kepada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang khusus menangani Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, termasuk kepada ASEAN Park Haritage yang notabene badan pendonor.

Apalagi, sambung Sayed, wilayah ini merupakan kawasan yang sudah dieksploitasi besar-besaran terhadap kayu dan keanekaragaman hayatinya. Kalau dilihat SK Mentan Nomor 837/kpts-II/1980 dari penentuan skorsing saja, kawasan yang ditempati para warga korban eks konflik Aceh tidak mencapai 175 skor keatas sebagai kawasan.

Sebelumnya, Balai Besar Taman Nasional Gunung Lauser (BBTNGL) Sumut-Aceh tetap akan merelokasi warga yang bermukim di kawasan tersebut.

“Aksi penggusuran paksa akan tetap dilakukan BBTNGL dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat terhadap 450 KK warga eks trasmigrasi korban konflik Aceh yang membuka lahan dan bermukim di area konservasi TNGL yang terus merangsek ke area terlarang,” kata Kepala BB TNGL Sumut–Aceh Andi Basrul ketika ditemui di kantornya, Selasa (28/6) lalu.

Ditambahkannya, pengusiran paksa dilakukan Pemerintah, karena wilayah yang dihuni eks korban konflik Aceh itu berada dalam wilayah taman nasional (TNGL). (jok/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/