26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Sidang Korupsi Alkes RSUD FL Tobing

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Suasana menjadi hening saat tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) FL Tobing, Kabupaten Sibolga membacakan fledoinya. Ketiganya, Drg Tunggul Sitanggang selaku Direktur RSUD FL Tobing dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Beling Situmorang Ketua ULP, dan Lauren Nababan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tak bisa menahan tangis meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim yang diketuai M Noer di Ruang Cakra 7, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Selasa (2/9).

“Saya sangat menderita selama berada di rutan, apalagi saat saya tidak bisa ikut membaktis anak laki-laki saya yang baru lahir pada Agustus lalu. Seharusnya saya yang ada di sana membaktisnya yang mulia,” ujar Tunggul Sitanggang sembari membacakan fledoinya.

Berulang kali ia mengusap air matanya, bicaranya pun mulai tersendat.”Kami menyesal atas kesilapan kami, tapi kami juga sudah mengembalikan uang tersebut ke penyidik Poldasu tapi masih ada kekurangan lagi, kami korban dari sistem yang ada. Saya tidak tahu jika perbuatan saya akan memperkaya orang lain. Mohon majelis hakim mempertimbangkan istri dan anak saya yang masih kecil. Mereka masih membutuhkan saya yang Mulia,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh terdakwa Beling Situmorang, selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP), atas kesalahan yang ia lakukan, ia meminta maaf dan keringanan hukuman oleh majelis hakim.

Begitu juga terdakwa Lauren Nababan, meski terlihat lebih lantang, namun ia pun tak bisa menahan tangisnya saat menceritakan kalau anaknya masih bayi dan usia pernikahannya masih 2 tahun. “Saya tidak bisa merawat anak saya, saya memohon, hakim menghukum saya dengan seringan-ringannya, agar saya bisa berkumpul bersama keluarga, apalagi saya berumah tangga baru dua tahun,” katanya.

Tangisan meminta hukuman ringan ini dilakukan ketiganya, karena sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejatisu, Polim Siregar, telah menuntut mereka masing-masing selama 3 tahun penjara. Dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Saat itu Jaksa menyatakan uang yang dititipkan para terdakwa sebesar Rp532 juta sebagai uang pengganti kerugian negara.

Setelah pembacaan pledoi, Ketua Majelis Hakim, M. Noer bertanya kepada Jaksa apakah masih tetap dengan tuntutannya yang mana jaksa menjawab tetap dengan tuntutannya. “Baik, sidang kita tunda pada Kamis, tanggal 11 September dengan agenda pembacaan putusan,” katanya.

Usai persidangan, Penasihat Hukum (PH) terdakwa Tunggul Sitanggang, Muliadi mengatakan terdakwa Tunggul sudah mengembalikan uang pengganti sebesar Rp532 juta. Ia mengatakan hal yang diutarakan kliennya adalah sistem pemerintahan. Dimana saat itu Tunggul menjabat sebagai KPA yang harus melaksanakan fungsi-fungsinya.

Saat disinggung, adanya keterlibatan pejabat yakni Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk dan pejabat Dinkes lainnya, Mulyadi mengaku tidak ada keterlibatan pihak lain. Karena kewenangan itu melekat kepada KPA, penyedia tender dan lainnya. “Sepenuhnya anggaran langsung Rumah Sakit. Jadi wali kota tidak ada,”jelasnya mengakhiri.

Sementara sidang dugaan korupsi Alkes lainnya di PN Medan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Asahan, Irfan Nasution, dan Direktur PT Cahaya Anak Bangsa Nasrun Achdar, selaku rekanan didakwa melakukan tindak pidana korupsi Rp3,6 miliar pada pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan kedokteran tahun 2012.(put/azw)
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kisaran, Roi Tambunan di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (2/9), dijelaskan Dinkes Pemkab Asahan pada Tahun Anggaran (TA) 2012 menerima dana sebesar Rp6,9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan untuk pengadaan alkes dan kedokteran, dan Keluarga Berencana (KB).

Menurutnya, pelelangan proyek Alkes tersebut diikuti empat perusahaan, salah satunya PT Cahaya Anak Bangsa. Namun, lelang yang dilakukan diduga fiktif karena Herwanto selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sudah mengatur untuk memenangkan PT Cahaya Anak Bangsa.

“Terdakwa Irfan Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemudian menetapkan PT CV Cahaya Anak Bangsa sebagai pemenang lelang karena ada arahan dari Herwanto,” kata jaksa dihadapan majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga.(put/azw)

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Suasana menjadi hening saat tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) FL Tobing, Kabupaten Sibolga membacakan fledoinya. Ketiganya, Drg Tunggul Sitanggang selaku Direktur RSUD FL Tobing dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Beling Situmorang Ketua ULP, dan Lauren Nababan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tak bisa menahan tangis meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim yang diketuai M Noer di Ruang Cakra 7, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Selasa (2/9).

“Saya sangat menderita selama berada di rutan, apalagi saat saya tidak bisa ikut membaktis anak laki-laki saya yang baru lahir pada Agustus lalu. Seharusnya saya yang ada di sana membaktisnya yang mulia,” ujar Tunggul Sitanggang sembari membacakan fledoinya.

Berulang kali ia mengusap air matanya, bicaranya pun mulai tersendat.”Kami menyesal atas kesilapan kami, tapi kami juga sudah mengembalikan uang tersebut ke penyidik Poldasu tapi masih ada kekurangan lagi, kami korban dari sistem yang ada. Saya tidak tahu jika perbuatan saya akan memperkaya orang lain. Mohon majelis hakim mempertimbangkan istri dan anak saya yang masih kecil. Mereka masih membutuhkan saya yang Mulia,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh terdakwa Beling Situmorang, selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP), atas kesalahan yang ia lakukan, ia meminta maaf dan keringanan hukuman oleh majelis hakim.

Begitu juga terdakwa Lauren Nababan, meski terlihat lebih lantang, namun ia pun tak bisa menahan tangisnya saat menceritakan kalau anaknya masih bayi dan usia pernikahannya masih 2 tahun. “Saya tidak bisa merawat anak saya, saya memohon, hakim menghukum saya dengan seringan-ringannya, agar saya bisa berkumpul bersama keluarga, apalagi saya berumah tangga baru dua tahun,” katanya.

Tangisan meminta hukuman ringan ini dilakukan ketiganya, karena sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejatisu, Polim Siregar, telah menuntut mereka masing-masing selama 3 tahun penjara. Dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Saat itu Jaksa menyatakan uang yang dititipkan para terdakwa sebesar Rp532 juta sebagai uang pengganti kerugian negara.

Setelah pembacaan pledoi, Ketua Majelis Hakim, M. Noer bertanya kepada Jaksa apakah masih tetap dengan tuntutannya yang mana jaksa menjawab tetap dengan tuntutannya. “Baik, sidang kita tunda pada Kamis, tanggal 11 September dengan agenda pembacaan putusan,” katanya.

Usai persidangan, Penasihat Hukum (PH) terdakwa Tunggul Sitanggang, Muliadi mengatakan terdakwa Tunggul sudah mengembalikan uang pengganti sebesar Rp532 juta. Ia mengatakan hal yang diutarakan kliennya adalah sistem pemerintahan. Dimana saat itu Tunggul menjabat sebagai KPA yang harus melaksanakan fungsi-fungsinya.

Saat disinggung, adanya keterlibatan pejabat yakni Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk dan pejabat Dinkes lainnya, Mulyadi mengaku tidak ada keterlibatan pihak lain. Karena kewenangan itu melekat kepada KPA, penyedia tender dan lainnya. “Sepenuhnya anggaran langsung Rumah Sakit. Jadi wali kota tidak ada,”jelasnya mengakhiri.

Sementara sidang dugaan korupsi Alkes lainnya di PN Medan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Asahan, Irfan Nasution, dan Direktur PT Cahaya Anak Bangsa Nasrun Achdar, selaku rekanan didakwa melakukan tindak pidana korupsi Rp3,6 miliar pada pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan kedokteran tahun 2012.(put/azw)
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kisaran, Roi Tambunan di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (2/9), dijelaskan Dinkes Pemkab Asahan pada Tahun Anggaran (TA) 2012 menerima dana sebesar Rp6,9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan untuk pengadaan alkes dan kedokteran, dan Keluarga Berencana (KB).

Menurutnya, pelelangan proyek Alkes tersebut diikuti empat perusahaan, salah satunya PT Cahaya Anak Bangsa. Namun, lelang yang dilakukan diduga fiktif karena Herwanto selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sudah mengatur untuk memenangkan PT Cahaya Anak Bangsa.

“Terdakwa Irfan Nasution selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemudian menetapkan PT CV Cahaya Anak Bangsa sebagai pemenang lelang karena ada arahan dari Herwanto,” kata jaksa dihadapan majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga.(put/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/