MEDAN, SUMUTPOS.CO- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Medan telah mendapatkan persetujuan dari KPPU Pusat untuk melanjutkan penyelidikan dugaan praktik oligopsoni terkait penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit oleh pihak Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Harga TBS di tingkat petani dilaporkan di kisaran sekitar Rp300 hingga Rp700 per kg untuk di daerah terpencil di Sumut.
“Usulan/inisiatif KPPU Medan ke KPPU Pusat untuk melakukan penyelidikan dugaan praktik oligopsoni dimana penjual tandan buah segar banyak sebaliknya pembeli sedikit sudah disetujui untuk dilanjutkan ke tingkat penyelidikan,” ujar Kepala Kantor KPPU Medan, Abdul Hakim Pasaribu, kepada Sumut Pos, Rabu (2/9).
Dengan disetujuinya ke arah penyelidikan, maka KPPU Medan diberi waktu selama 30 hari untuk menyelidiki dan melaporkan hasil penyelidikannya. “Untuk itu kita secepatnya bekerja melakukan penyelidikan. Dalam penyelidikan, kita akan bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia dan asosiasi terkait lainnya dan juga pemerintah,” katanya.
KPPU Medan, jelasnya merekomendasikan seluruh PKS tersebut setelah melihat terjadi ketidakwajaran selisih antara harga tandan buah segar di tingkat petani dan pada PKS yang mengacu pada harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan Sumut. “Oligopsoni membuat petani sawit semakin kesulitan di tengah harga jual yang sedang rendah akibat krisis global sehingga KPPU berharap praktik itu tidak terjadi lagi,” kata Abdul Hakim Pasaribu
Harga TBS di tingkat petani di laporkan di kisaran sekitar Rp300 hingga Rp700 per kg untuk di daerah yang jauh dari PKS. Tekanan harga bukan hanya karena faktor harga di luar negeri yang sedang turun, tetapi juga diduga akibat banyaknya penjual sementara pembeli sedikit atau dikenal dengan sebutan oligopsoni .
“Oligopsoni sangat merugikan, padahal dari total luas lahan sawit di Sumut, terbanyak merupakan milik petani. Selain itu, harga TBS yang murah selain menurunkan daya beli petani yang akhirnya menganggu perekonomian nasional juga membuat rakyat enggan bertanam komoditas dengan alasan tidak menguntungkan,” katanya.
Lanjutnya, selain oligopsoni, petani sawit juga terhambat adanya sistem Delivery Order (DO)sehingga petani tidak dapat langsung menjual ke PKS, tetapi harus melalui agen. Petani juga dibebani dengan adanya potongan wajib 2,5 – 5 persen dari total berat TBS yang dijual. (put/rbb)
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Medan telah mendapatkan persetujuan dari KPPU Pusat untuk melanjutkan penyelidikan dugaan praktik oligopsoni terkait penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit oleh pihak Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Harga TBS di tingkat petani dilaporkan di kisaran sekitar Rp300 hingga Rp700 per kg untuk di daerah terpencil di Sumut.
“Usulan/inisiatif KPPU Medan ke KPPU Pusat untuk melakukan penyelidikan dugaan praktik oligopsoni dimana penjual tandan buah segar banyak sebaliknya pembeli sedikit sudah disetujui untuk dilanjutkan ke tingkat penyelidikan,” ujar Kepala Kantor KPPU Medan, Abdul Hakim Pasaribu, kepada Sumut Pos, Rabu (2/9).
Dengan disetujuinya ke arah penyelidikan, maka KPPU Medan diberi waktu selama 30 hari untuk menyelidiki dan melaporkan hasil penyelidikannya. “Untuk itu kita secepatnya bekerja melakukan penyelidikan. Dalam penyelidikan, kita akan bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia dan asosiasi terkait lainnya dan juga pemerintah,” katanya.
KPPU Medan, jelasnya merekomendasikan seluruh PKS tersebut setelah melihat terjadi ketidakwajaran selisih antara harga tandan buah segar di tingkat petani dan pada PKS yang mengacu pada harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan Sumut. “Oligopsoni membuat petani sawit semakin kesulitan di tengah harga jual yang sedang rendah akibat krisis global sehingga KPPU berharap praktik itu tidak terjadi lagi,” kata Abdul Hakim Pasaribu
Harga TBS di tingkat petani di laporkan di kisaran sekitar Rp300 hingga Rp700 per kg untuk di daerah yang jauh dari PKS. Tekanan harga bukan hanya karena faktor harga di luar negeri yang sedang turun, tetapi juga diduga akibat banyaknya penjual sementara pembeli sedikit atau dikenal dengan sebutan oligopsoni .
“Oligopsoni sangat merugikan, padahal dari total luas lahan sawit di Sumut, terbanyak merupakan milik petani. Selain itu, harga TBS yang murah selain menurunkan daya beli petani yang akhirnya menganggu perekonomian nasional juga membuat rakyat enggan bertanam komoditas dengan alasan tidak menguntungkan,” katanya.
Lanjutnya, selain oligopsoni, petani sawit juga terhambat adanya sistem Delivery Order (DO)sehingga petani tidak dapat langsung menjual ke PKS, tetapi harus melalui agen. Petani juga dibebani dengan adanya potongan wajib 2,5 – 5 persen dari total berat TBS yang dijual. (put/rbb)