LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama (BBKSDA) Sumut, menjalin kerja sama kemitraan konservasi, dalam rangka penguatan fungsi kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) serta konservasi keanekaragaman hayati.
Kepala BBKSDA, Hotmauli Sianturi mengatakan, sepanjang tahun 2017-2020, BBKSDA telah menjalin kerja sama kemitraan konservasi dengan 9 Kelompok Tani Hutan (KTH) yang tersebar di beberapa kawasan konservasi.
“Dari 5 kerja sama kemitraan konservasi yang dilakukan dengan KTH di kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut, masing-masing KTH Tumbuh Subur, KTH Indah Bersama, KTH Gading Hijau, KTH Mangrove Sejahtera dan KTH Harapan Indah, tiga diantaranya telah memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan manfaat bagi pengelolan kawasan hutan,” ungkapnya kepada wartawan, Rabu (3/3).
Lebih lanjut, kata dia, dengan areal kemitraan seluas 244 hektare di Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjungpura, telah melakukan upaya pemulihan ekosistem dengan menanam tanaman asli, baik tanaman kehutanan maupun tanaman produktif yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Seperti tanaman petai, sirsak, jambu, mangga yang berdampingan dengan tanaman kehutanan seperti nyamplung, matabuaya, bira-bira, putat,” sebutnya.
Disamping itu, jelasnya, masyarakat bisa melakukan budidaya palawija yang sebelumnya telah mereka lakukan seperti cabai, terong, sayur-sayuran dan semangka. “Saat ini masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Tumbuh Subur sudah dapat merasakan hasil dari kemitraan konservasi berupa panen buah-buahan,” paparnya.
Pada akhir tahun 2020, Kelompok Tani Hutan Gading Hijau telah mulai menuai hasil dengan panen ikan Bandeng sebanyak kurang lebih 600 kg. Panen ikan bandeng KTH Gading Hijau ini, lanjutnya, merupakan sebagian gambaran keberhasilan program kerjasama kemitraan konservasi yang dilakukan oleh BBKSDA dengan beberapa kelompok tani hutan.
“Kerja sama kemitraan konservasi menjadi penting perannya, karena melalui kerjasama ini ada pengakuan masyarakat dan penyerahan kawasan konservasi yang selama ini dikuasai/diusahai oleh segelintir orang,” katanya.
Selain itu, kemitraan konservasi juga menjadi salah satu resolusi konflik tenurial di kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut yang telah terjadi sejak era tahun 1990-an. Dimana oknum perambah diharapkan dapat bermitra dengan pemerintah untuk menghentikan kegiatannya, dengan tetap mendapatkan manfaat dari kawasan.
“Namun bila para perambah tetap bertahan dan menolak pola kemitraan konservasi, maka upaya terakhir yang akan ditempuh oleh pemerintah adalah melalui penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya. (man)