Site icon SumutPos

Pansus Wagubsu Diminta Bubar

Foto: Dok Sumut Pos Ketua DPW PKNU Sumut, Muhammad Ikhyar Velayati Harahap.
Foto: Dok Sumut Pos
Ketua DPW PKNU Sumut, Muhammad Ikhyar Velayati Harahap.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) yang dibentuk DPRD Sumut dinilai cacat hukum. Ketua PKNU Sumut, Ikhyar Velyati Harahap menilai, pembentukan pansus tersebut sudah melanggar tata tertib (Tatib) DPRD Sumut Nomor 4/k/2014. Untuk itu, dia meminta agar pansus tersebut segera dibubarkan.

“Sidang paripurna pembentukan pansus pengisian jabatan Wagubsu itu hanya dihadiri 41 anggota dewan,” kata Ikhyar kepada Sumut Pos, Rabu (3/8).

Menurut Ihyar, jumlah tersebut tidak memenuhi kourum. Karena, berdasarkan Tatib DPRD Sumut Nomor 4/k/2014, pengambilan keputusan yang dianggap sah apabila memenuhi pasal 78, 79, 80 dan pasal 86. Dalam pasal-pasal tersebut disebutkan, setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 3/ 4 dari jumlah Anggota DPRD untuk memutus usul DPRD mengenai pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur. Sekurang-kurangnya 2/ 3 dari jumlah Anggota DPRD untuk memilih dan memberhentikan Pimpinan DPRD, untuk menetapkan Perda dan APBD. Sekurang-kurangnya 1/ 2 ditambah satu dari jumlah Anggota DPRD untuk Rapat Paripurna DPRD selain dari pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, serta memberhentikan Pimpinan DPRD, penetapan Perda, dan APBD.

“Jadi, 41 anggota DPRD Sumut itu tidak korum, sehingga pembentukan Pansus Pemilihan Wagubsu itu cacat hokum,” tegas Ikhyar.

Dia juga mengaku akan menggalang koalisi, baik di parlemen maupun di luar parlemen agar DPRD Sumut segera membubarkan Pansus Pemilihan Wagubsu yang bertentangan dengan hukum tersebut. Apalagi, sebenarnya banyak partai dan anggota DPRD Sumut yang tidak sepakat dengan pembentukan pansus tersebut.

“Dan saya juga sangat yakin, Kemendagri tidak akan pernah mengeluarkan ‘fatwa’ yang bertentangan dengan UU Nomor 10 tahun 2010. Jadi, jika ada pihak atau anggota pansus yang mengatakan bahwa sudah ada surat keputusan dari Kemendagri, kita minta untuk segera menunjukkan surat tersebut ke stake holder terkait. Jika surat tidak bisa di tunjukkan, berarti pihak tersebut telah melakukan pembohongan publik, dan itu bisa dipidana,” tegasnya.

Sekretaris Patriot Sumut, Risman Siregar juga mengaku kecewa dengan keputusan pansus pengisian kursi Wagubsu yang mengabaikan parpol non-seat. “Nanti akan kita bahas dengan parpol pengusung lainnya untuk menempuh jalur hukum. Pasti akan kita layangkan gugatan,” ujarnya.

Sementara, Pansus Pemilihan Wagubsu yang dibentuk DPRD Sumut mulai bimbang dalam menentukan sikap. Jika sebelumnya mereka berpegang teguh terhadap pernyataan Kasubdit I Wilayah I Dirjen Otda Kemendagri Andi Batara, kini mereka mulai mempertimbangkan pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Dodi Riatmaji perihal Parpol yang berhak mengusulkan nama calon Wagubsu. Bahkan, hal ini menjadi bahan perdebatan di internal Pansus yang diketuai Syah Afandin ini.

“Kok bisa pula di internal Kemendagri multi tafsir soal UU Nomor 10/2016. Hasil kunker kemarin, pihak Kemendagri yang diwakili Andi Barata menyebut, yang berhak mengusulkan nama cawagubsu hanya parpol yang memiliki kursi di lembaga legislatif. Sedangkan Kapuspennya menyebut pernyataan sebaliknya,” kata anggota Pansus Pemilihan Wagubsu, Wagirin Arman saat ditemui di gedung dewan, Rabu (3/8).

Wagirin menyebutkan, setelah meminta ‘fatwa’ dari Kemendagri, pihaknya langsung melayangkan surat resmi agar hasil konsultasi itu disampaikan melalui surat tertulis agar dapat menjadi pegangan. Ketua DPRD Sumut itu mengaku sudah membaca secara detail UU Nomor 10/2016 yang dijadikan patokan dalam pengisian kursi Wagubsu.

“Memang tidak ada bahasa di dalam UU itu yang menyebut parpol yang berhak mengusung harus memiliki kursi di DPRD. Saya sudah sampaikan kepada teman-teman, agar tidak bertindak berdasarkan pendapat pribadi. Pengisian kursi Wagubsu ini akan rawan gugatan, jika pada akhirnya parpol pengusung non-seat tidak dilibatkan,” lanjutnya.

Atas perbedaan pendapat tersebut, kata dia, pansus sudah menjadwalkan agenda kunjungan kerja untuk meminta pendapat dari Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Kita akan tanyakan soal penafsiran UU Nomor 10/2016 ini. Intinya pansus akan berjalan setelah memiliki pegangan surat resmi, kalau tidak pansus akan rawan digugat,” tegasnya.

Anggota Pansus Wagubsu lainnya, Mustofawiyah Sitompul tetap pada pendiriannya. Dia mengaku, pihak Kemendagri sudah mengeluarkan surat resmi hasil konsultasi beberapa waktu lalu. “Suratnya sudah ada, saat ini pansus sedang membuat tatib (tata tertib), draft tatib sudah selesai dibahas dan akan disahkan melalui sidang paripurna,” ujar politisi Demokrat itu.

“Sudah dibicarakan di internal pansus untuk melakukan pertemuan dengan seluruh parpol pengusung, termasuk yang non-seat. Kita mengimbau PKS dan Hanura bisa mengakomodir parpol yang non-seat itu,” tandasnya. (dik/adz)

Exit mobile version