Site icon SumutPos

Rp2 Miliar Ditransfer ke Rekening Bupati Tobasa

Foto: Bayu/PM Robert dan Haposan jadi saksi dalam kasus pelepasan lahan base camp dan akses road PLTA Asahan III di PN Medan, Selasa (4/11).
Foto: Bayu/PM
Robert dan Haposan jadi saksi dalam kasus pelepasan lahan base camp dan akses road PLTA Asahan III di PN Medan, Selasa (4/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus korupsi pembangunan base camp dan Prasarana PLTA Asahan III dengan terdakwa, Tumpal Hasibuan selaku Camat Meranti dan Marole Siagian selaku Kepala Desa (Kades) Meranti Utara, Kabupaten Toba Samosir, kembali digelar di ruang Utama Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Selasa (4/11) siang.

Dalam agenda keterangan saksi tersebut, menghadirkan Robert Afrianto Purba selaku Manager Proyek PLTA Asahan III dan Haposan Siagian selaku Mantan Staf Enginering PT PLN. Dalam keterangannya, Robert mengatakan kalau PT PLN Pikitring mentransfer uang senilai Rp 2 miliar ke rekening Bupati Toba Samosir (Tobasa) Kasmin Simanjuntak, guna pembebasan lahan pembangunan base camp PLTA Asahan III. Padahal, lahan untuk pembangunan base camp seluas 9 hektar itu bukan milik Bupati Tobasa, melainkan milik Marole Siagian dan Edison Purba Siagian.

“Memang sempat kami pertanyakan kenapa uang itu ditrasnfer ke rekening pak Kasmin, kenapa bukan ke rekening pak Marole saja. Tetapi pak Marole bilang kalau untuk mentransfer ke rekening pak Kasmin saja. Makanya uang Rp 2 miliar itu ditransfer ke rekening pak Kasmin,” jelasnya.

Mendengar keterangan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian bertanya kenapa uang Rp 2 miliar tersebut tetap ditransfer, padahal penerimanya bukan pemilik tanah. “Terus kenapa saksi mentransfernya, kan sudah tau kalau itu bukan rekening Marole?” tanya JPU.

Saksi Robert pun menjawab, mereka tidak mempermasalahkan siapa yang menerima uang tersebut, yang penting itu sah dan tidak bermasalah. “Karena Marole sendiri bilang suruh transfer ke rekening pak Kasmin makanya ditransfer. Kita kan pendatang, jadi kita tidak permasalahkan uang itu ditransfer kemana,” ujarnya.

Kemudian majelis hakim yang diketuai oleh Parlindungan Sinaga bertanya kenapa pihak PLN tidak mempermasalahkan transfer tersebut ke rekening yang bukan pemilik tanah yang hendak dibebaskan.

“Saat itu, saudara saksi kan sudah tahu Kasmin itu siapa? Dia Bupati Tobasa. Kenapa saudara transfer uangnya ke dia. Ini saudara sudah menyimpang dari tanggung jawab. Ini nyata-nyata saudara transfer ke rekening Kasmin dan mengaku tidak masalah. Logika dasarnya harus jalan, kenapa tidak ke si Marole saja saudara transfer. Mau duitnya dikemanakan Marole, itu terserah dia nantinya. Saudara tidak segampang itu percaya, ini uang negara, bukan uang nenek moyang,” tegasnya.

Mendengar pernyataan hakim, saksi Robert pun hanya bisa diam dan hanya tertunduk dan tidak memberikan jawaban.

Hakim kemudian menyatakan, Robert sangat berperan dalam perkara ini. Dimana seharusnya transfer Rp 2 miliar ke rekening Bupati Tobasa itu tidak terjadi, jika dia menolak mengirimkannya karena Kasmin tidak berhak menerima Rp2 miliar itu.

“Seharusnya di-cut itu transfernya. Jangan mau transfer karena Kasmin itu bukan pemilik tanah,” tambahnya.

Hakim kemudian bertanya kepada jaksa, apakah Kasmin sudah menjadi tersangka dalam kasus ini. “Jaksa, apakah Kasmin ini sudah menjadi tersangka?” tanya hakim.

Jaksa pun membenarkan kalau Kasmin sudah jadi tersangka. “Sudah yang mulia,” jelas JPU.

Selanjutnya, jaksa bertanya soal tugas saksi Robert dalam proyek ini. Robert pun menyatakan, tugasnya melakukan pengawasan pembangunan lahan base camp dan access road PLTA Asahan III.

Menurutnya, lahan untuk pembangunan base camp seluas 9 hektar dan access road seluas 25,6 hektar. Dimana pembangunan base camp, di dalamnya ada sarana sosial, olahraga, klinik dan kantor. Sementara untuk access road hanya pelebaran jalan dan sampai sekarang belum selesai. “Berapa anggarannya untuk keseluruhan pembangunan itu,” tanya jaksa.

Robert pun menyatakan, pembebasan semua lahan itu menelan anggaran sebesar Rp 17 miliar. Dimana untuk access road sebesar Rp 10 miliar lebih dan base camp sebesar Rp 6 miliar lebih. Untuk lahan base camp, kata saksi, ada dua pemiliknya, yakni Edison Purba Siagian dan Marole Siagian. Sementara untuk access road banyak pemiliknya.

“Kalau pembebasan lahan seluruhnya sekitar Rp 17 miliar, untuk pembangunan base camp Rp 6 miliar, kalau Access Road Rp 10 miliar. Untuk pelepasan lahan yang base camp udah dibayar, kalau yang access road, sebagian warga ada yang sudah dan ada yang belum,” jelas Robert.

Sementara itu saksi lainnya, Haposan Siagian selaku Mantan Staf Enginering PT PLN mengatakan, dia hanya menerima hasil pengukuran lahan dari konsultan yang ditunjuk. Pengukuran lahan itu, katanya, dengan cara dipatok. Dimana untuk base camp ada 4 patok dengan jarak 200 meter.

“Pada base camp ada tanaman sawit dengan jarak sekitar 8 meter. Kemudian ada tanaman pisang dan nangka,” kata saksi Haposan.

Hakim kemudian bertanya kenapa lahan tersebut bermasalah. Saksi pun menjawab karena ada dualisme kepemilikan. Dimana yang pertama sebagai hutan lindung yang diakui Menteri Kehutanan. Dan yang kedua adalah milik masyarakat yang sudah tinggal ratusan tahun di daerah itu.

Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi majelis hakim menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi.

Dan kedua saksi ini dihadirkan jaksa untuk memberikan keterangan terhadap dua terdakwa, yakni Camat Meranti, Tumpal Hasibuan, serta Kepala Desa (Kades) Meranti Utara, Kabupaten Toba Samosir, Marole Siagian.

Masih dalam perkara ini, sebelumnya sudah divonis dua orang masing-masing 2 tahun 4 bulan, yakni Saibon Sirait selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Rudolf Manurung selaku Wakil Ketua P2T. (bay/bd)

Exit mobile version