32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Kasi Pidum Kejari Binjai Promosi Jabatan ke Kejati Sumut

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Bagi seorang pelayan masyarakat di institusi kejaksaan, tentu memiliki beragam tantangan saat menjalankan tugas. Sebagai penegak hukum profesional, rintangan itu harus dilalui bersama dengan tim penuntut umum lainnya.

Hal ini dilakukan Fatah Chotib saat diamanahkan sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Binjai. Pria tampan dengan perawakan tinggi, besar ini menilai, tantangan yang harus dilalui pada seksi Tipidum cukup berat.

“Tantangan di Pidum (pidana umum) berat, kita bersentuhan langsung dengan masyarakat pencari keadilan. Seperti keluarga pengedar narkoba, keluarga korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan lainnya,” ujar Fatah saat mengobrol santai dengan Sumut Pos, baru-baru ini.

Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini sudah mengemban amanah sebagai Kasi Pidum Kejari Binjai selama 15 bulan, atau 1 tahun 3 bulan. Sepanjang perjalanannya di kota rambutan, ada satu perkara yang sangat menyita perhatiannya.

Bahkan, perkara yang sudah ditangani anggotanya menjadi tantangan tersendiri baginya. Ya, waktu itu menangani perkara pencabulan anak di bawah umur. Anak tersebut memiliki keterbelakangan mental.

Pelakunya dalam perkara ini adalah seorang pria tua atau kakek-kakek yang sudah uzur.

“Kasus ini menarik untuk dapat dibuktikan bahwa terdakwa memang bersalah, dan saya menilai, (terdakwa) memanfaatkan keterbelakangan mental korban agar dapat menyetubuhinya secara berulang,” kata mantan Kasi Pidum Kejari Samosir ini.

“Jadi sebelum perkara P-21 (berkas dinyatakan lengkap), saya ngomong sama jaksanya untuk pertemukan semuanya bersama penyidik dan keluarga korban. Saat ketemu, saya minta korban untuk menjelaskan dari awal sampai selesai, kalau berubah atau tidak sama keterangannya dengan berkas, saya tidak mau P-21,” sambung dia.

Langkah ini diambil Fatah untuk mengetahui secara detil dan jelas bagaimana kronologis perkara yang ditanganinya, apakah sudah sebenarnya dari mulut korban langsung. Ada kemungkinan cerita yang disampaikan korban berubah karena faktor keterbelakangan mental.

“Ternyata korban menceritakan detil persis. Korban juga menurut keluarganya sering lupa sama nama temannya sendiri. Kalau memang dia anak (keterbelakangan mental) dan kalau itu (pencabulan) hanya bayangan saja, tidak bisa diulanginya cerita tersebut. Namun saat saya dengar langsung, detil,” urai dia.

“Jadi sedih kita mendengarkannya, karena saya punya anak perempuan juga. Hasil pemeriksaan kejiwaan (korban) juga ada, kalau korban mengalami itu (keterbelakangan mental). Ini jadi pemicu kami untuk membuktikan,” sambung suami dari dr Kartika Yusuf ini.

Suami dari dr Kartika Yusuf ini mengawali karirnya sebagai pegawai kejaksaan sejak tahun 2009, dan di tempatkan di Kejari Biak, Papua.

Setelah bertugas selama 2 tahun, pria kelahiran 17 April 1974 ini diberi kesempatan mengikuti pendidikan di Ragunan, Jakarta.

Mendapat nilai terbaik di bidang Datun, Fatah mendapat amanah dari Jaksa Agung Muda Datun, yang saat itu dijabat Sanitiar Burhanuddin (sekarang Jaksa Agung).

“Setelah wawancara, saya diarahkan untuk pulang kampung, dengan penempatan Kejati Jatim. Tapi kemudian SK saya ditempatkan di Datun Kejati Sumut pada 2011 hingga sekarang, akhirnya saya bersyukur, ketemu jodohnya di sini,” kenang bapak tiga anak ini.

Selain menangani perkara kakek cabuli anak di bawah umur dengan kondisi keterbelakangan mental itu, Fatah menangani bandar narkotika jenis sabu atas nama Pho Sie Dong, terdakwa yang berstatus etnis keturunan China ini sudah 3 kali keluar masuk bui dengan beragam tindak pidana yang dilakoninya.

Kemudian tuntutan pidana mati kepada Fahrul Razi (22) dan Mujibur Rahman (22) warga Aceh Timur yang menjadi kurir narkotika jenis sabu seberat 50 kilogram. Lalu ada juga tuntutan tinggi tapi divonis rendah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Binjai kepada terdakwa oknum polisi yang berdinas di Polres Langkat atas nama Syahfii Harahap.

“Sudah bervariasi yang kita tangani. Perkara sabu 50 kg warga Aceh itu sudah turun putusan Pengadilan Tinggi dan menyatakan pidana mati juga, tinggal menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Sedangkan terdakwa yang dituntut mati, masih ada tahapan kasasi,” urai dia.

“Yang penting, kami tidak main-main dalam menangani perkara. Semoga pengganti saya bisa meningkatkan lagi kinerjanya,” sambung Fatah.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini sudah 5 kali diamanahkan jabatan kepala seksi pada sejumlah kejaksaan negeri di Sumut. Dan kini, dia akan promosi ke Kejaksaan Tinggi Sumut mengisi jabatan sebagai Kasi Pertimbangan Hukum pada Asisten Datun.

Bagi dia, Seksi Datun bukanlah hal yang asing. Ditambah lagi, Fatah juga sudah menyandang gelar Master Kenotariatan jebolan Universitas Gajah Mada dengan predikat cumlaude.

Pengalaman Fatah di bidang Datun juga sudah tidak diragukan lagi. Pernah menjabat sebagai Kasi Datun Kejari Langkat juga.

Bahkan saat menjadi Jaksa Pengacara Negara, Fatah telah memberi sumbangsih bidang keilmuannya dalam sejumlah proyek strategis di Sumut. Seperti pembangunan Jalan Arteri Bandara Internasional Kualanamu di Tanjungmorawa, Deliserdang.

Kemudian proyek penyambungan saluran listrik tegangan tinggi dari Pangkalansusu, Langkat menuju Kota Medan. Lalu ada proyek pembangkit listrik di Kawasan Industri Medan dan sejumlah proyek strategis lainnya.

“Waktu itu saya JPN, jadi memberikan pendampingan dan pendapat hukum dalam proyek strategis tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan seperti memberi pelayanan konsultasi hukum secara berkelanjutan mulai dari awal perencanaan, lelang hingga akhir dan juga, memberi solusi kepada perusahaan atau stakeholder. Dan alhamdulillah, proyek yang telah saya beri pendampingan dan pendapat hukum berjalan dengan baik serta aman,” kata dia.

Tugas yang bakal dilalui Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum juga tak kalah berat. Meski sudah pernah dilalui, tentu Fatah akan mengulang dan kembali belajar tentang peraturan-peraturan yang terus berubah setiap tahunnya.

Kajati Sumut menunjuk Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum Asdatun Kejati Sumut lantaran masih muda dan energik. Juga dianggap mampu punya pengalaman di bidang Datun.

“Nanti saya akan bentuk tim yang diisi jaksa-jaksa yang memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang Datun serta mau berkomitmen untuk selalu upgrading ilmu. Saya juga akan kembali mengulang dan belajar lagi karena sudah lama saya tinggalkan, musti upgrading, buka aturan, belajar lagi dan ini masih perdata, belum tata usaha negara,” urai dia.

Selama mengabdi di Korps Adhyaksa, Fatah juga berhasil membina dan mendidik hingga mengarahkan anggota honorer kelahiran Nias, S Halawa menjadi hakim. Anak honorer Fatah saat itu masih menimba ilmu hukum di bangku Universitas Nommensen Medan.

Kini, S Halawa sudah menjadi hakim. Karenanya, dia berpesan agar dapat hidup dan menjalin hubungan sosial secara baik-baik saja.

Tidak perlu berlebihan dan roda yang berputar tentu tidak tahu bagaimana nasib seseorang yang telah digariskan Allah SWT.

“Setelah masuk ke ruangan (kerja), berdoa dan kemudian kerja, lalu berkoodinasi dan lainnya. Lalu sebelum pulang, kita tanyakan dulu kepada staf apakah masih ada kerjaan atau tidak. Meja kerja di kantor harus bersih sebelum kita pulang dan jangan tinggalkan pekerjaan di kantor serta jangan juga bawa pekerjaan kantor ke rumah. Kalau sudah di rumah, kita untuk keluarga anak dan istri,” tukasnya. (ted/han)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Bagi seorang pelayan masyarakat di institusi kejaksaan, tentu memiliki beragam tantangan saat menjalankan tugas. Sebagai penegak hukum profesional, rintangan itu harus dilalui bersama dengan tim penuntut umum lainnya.

Hal ini dilakukan Fatah Chotib saat diamanahkan sebagai Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Binjai. Pria tampan dengan perawakan tinggi, besar ini menilai, tantangan yang harus dilalui pada seksi Tipidum cukup berat.

“Tantangan di Pidum (pidana umum) berat, kita bersentuhan langsung dengan masyarakat pencari keadilan. Seperti keluarga pengedar narkoba, keluarga korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan lainnya,” ujar Fatah saat mengobrol santai dengan Sumut Pos, baru-baru ini.

Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur ini sudah mengemban amanah sebagai Kasi Pidum Kejari Binjai selama 15 bulan, atau 1 tahun 3 bulan. Sepanjang perjalanannya di kota rambutan, ada satu perkara yang sangat menyita perhatiannya.

Bahkan, perkara yang sudah ditangani anggotanya menjadi tantangan tersendiri baginya. Ya, waktu itu menangani perkara pencabulan anak di bawah umur. Anak tersebut memiliki keterbelakangan mental.

Pelakunya dalam perkara ini adalah seorang pria tua atau kakek-kakek yang sudah uzur.

“Kasus ini menarik untuk dapat dibuktikan bahwa terdakwa memang bersalah, dan saya menilai, (terdakwa) memanfaatkan keterbelakangan mental korban agar dapat menyetubuhinya secara berulang,” kata mantan Kasi Pidum Kejari Samosir ini.

“Jadi sebelum perkara P-21 (berkas dinyatakan lengkap), saya ngomong sama jaksanya untuk pertemukan semuanya bersama penyidik dan keluarga korban. Saat ketemu, saya minta korban untuk menjelaskan dari awal sampai selesai, kalau berubah atau tidak sama keterangannya dengan berkas, saya tidak mau P-21,” sambung dia.

Langkah ini diambil Fatah untuk mengetahui secara detil dan jelas bagaimana kronologis perkara yang ditanganinya, apakah sudah sebenarnya dari mulut korban langsung. Ada kemungkinan cerita yang disampaikan korban berubah karena faktor keterbelakangan mental.

“Ternyata korban menceritakan detil persis. Korban juga menurut keluarganya sering lupa sama nama temannya sendiri. Kalau memang dia anak (keterbelakangan mental) dan kalau itu (pencabulan) hanya bayangan saja, tidak bisa diulanginya cerita tersebut. Namun saat saya dengar langsung, detil,” urai dia.

“Jadi sedih kita mendengarkannya, karena saya punya anak perempuan juga. Hasil pemeriksaan kejiwaan (korban) juga ada, kalau korban mengalami itu (keterbelakangan mental). Ini jadi pemicu kami untuk membuktikan,” sambung suami dari dr Kartika Yusuf ini.

Suami dari dr Kartika Yusuf ini mengawali karirnya sebagai pegawai kejaksaan sejak tahun 2009, dan di tempatkan di Kejari Biak, Papua.

Setelah bertugas selama 2 tahun, pria kelahiran 17 April 1974 ini diberi kesempatan mengikuti pendidikan di Ragunan, Jakarta.

Mendapat nilai terbaik di bidang Datun, Fatah mendapat amanah dari Jaksa Agung Muda Datun, yang saat itu dijabat Sanitiar Burhanuddin (sekarang Jaksa Agung).

“Setelah wawancara, saya diarahkan untuk pulang kampung, dengan penempatan Kejati Jatim. Tapi kemudian SK saya ditempatkan di Datun Kejati Sumut pada 2011 hingga sekarang, akhirnya saya bersyukur, ketemu jodohnya di sini,” kenang bapak tiga anak ini.

Selain menangani perkara kakek cabuli anak di bawah umur dengan kondisi keterbelakangan mental itu, Fatah menangani bandar narkotika jenis sabu atas nama Pho Sie Dong, terdakwa yang berstatus etnis keturunan China ini sudah 3 kali keluar masuk bui dengan beragam tindak pidana yang dilakoninya.

Kemudian tuntutan pidana mati kepada Fahrul Razi (22) dan Mujibur Rahman (22) warga Aceh Timur yang menjadi kurir narkotika jenis sabu seberat 50 kilogram. Lalu ada juga tuntutan tinggi tapi divonis rendah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Binjai kepada terdakwa oknum polisi yang berdinas di Polres Langkat atas nama Syahfii Harahap.

“Sudah bervariasi yang kita tangani. Perkara sabu 50 kg warga Aceh itu sudah turun putusan Pengadilan Tinggi dan menyatakan pidana mati juga, tinggal menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Sedangkan terdakwa yang dituntut mati, masih ada tahapan kasasi,” urai dia.

“Yang penting, kami tidak main-main dalam menangani perkara. Semoga pengganti saya bisa meningkatkan lagi kinerjanya,” sambung Fatah.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini sudah 5 kali diamanahkan jabatan kepala seksi pada sejumlah kejaksaan negeri di Sumut. Dan kini, dia akan promosi ke Kejaksaan Tinggi Sumut mengisi jabatan sebagai Kasi Pertimbangan Hukum pada Asisten Datun.

Bagi dia, Seksi Datun bukanlah hal yang asing. Ditambah lagi, Fatah juga sudah menyandang gelar Master Kenotariatan jebolan Universitas Gajah Mada dengan predikat cumlaude.

Pengalaman Fatah di bidang Datun juga sudah tidak diragukan lagi. Pernah menjabat sebagai Kasi Datun Kejari Langkat juga.

Bahkan saat menjadi Jaksa Pengacara Negara, Fatah telah memberi sumbangsih bidang keilmuannya dalam sejumlah proyek strategis di Sumut. Seperti pembangunan Jalan Arteri Bandara Internasional Kualanamu di Tanjungmorawa, Deliserdang.

Kemudian proyek penyambungan saluran listrik tegangan tinggi dari Pangkalansusu, Langkat menuju Kota Medan. Lalu ada proyek pembangkit listrik di Kawasan Industri Medan dan sejumlah proyek strategis lainnya.

“Waktu itu saya JPN, jadi memberikan pendampingan dan pendapat hukum dalam proyek strategis tersebut. Pendampingan hukum yang dilakukan seperti memberi pelayanan konsultasi hukum secara berkelanjutan mulai dari awal perencanaan, lelang hingga akhir dan juga, memberi solusi kepada perusahaan atau stakeholder. Dan alhamdulillah, proyek yang telah saya beri pendampingan dan pendapat hukum berjalan dengan baik serta aman,” kata dia.

Tugas yang bakal dilalui Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum juga tak kalah berat. Meski sudah pernah dilalui, tentu Fatah akan mengulang dan kembali belajar tentang peraturan-peraturan yang terus berubah setiap tahunnya.

Kajati Sumut menunjuk Fatah sebagai Kasi Pertimbangan Hukum Asdatun Kejati Sumut lantaran masih muda dan energik. Juga dianggap mampu punya pengalaman di bidang Datun.

“Nanti saya akan bentuk tim yang diisi jaksa-jaksa yang memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang Datun serta mau berkomitmen untuk selalu upgrading ilmu. Saya juga akan kembali mengulang dan belajar lagi karena sudah lama saya tinggalkan, musti upgrading, buka aturan, belajar lagi dan ini masih perdata, belum tata usaha negara,” urai dia.

Selama mengabdi di Korps Adhyaksa, Fatah juga berhasil membina dan mendidik hingga mengarahkan anggota honorer kelahiran Nias, S Halawa menjadi hakim. Anak honorer Fatah saat itu masih menimba ilmu hukum di bangku Universitas Nommensen Medan.

Kini, S Halawa sudah menjadi hakim. Karenanya, dia berpesan agar dapat hidup dan menjalin hubungan sosial secara baik-baik saja.

Tidak perlu berlebihan dan roda yang berputar tentu tidak tahu bagaimana nasib seseorang yang telah digariskan Allah SWT.

“Setelah masuk ke ruangan (kerja), berdoa dan kemudian kerja, lalu berkoodinasi dan lainnya. Lalu sebelum pulang, kita tanyakan dulu kepada staf apakah masih ada kerjaan atau tidak. Meja kerja di kantor harus bersih sebelum kita pulang dan jangan tinggalkan pekerjaan di kantor serta jangan juga bawa pekerjaan kantor ke rumah. Kalau sudah di rumah, kita untuk keluarga anak dan istri,” tukasnya. (ted/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/