Sir Alex Ferguson. Dia galak di pinggir lapangan. Mengerikan di ruang ganti klub. Hal apapun di Manchester United dia yang mengurusi. Pemilik klub tak pernah berani membantah apa maunya. Seorang David Beckham saja dibuat berdarah pelipisnya. Tapi di rumah, dia takut sama istrinya. He he he.
Ini ciyus loh. Siapapun pemain yang pernah ditanganinya, pasti akan bilang kakek 71 tahun itu galak. Tak hanya pemain, para wasit pun bakal mengangguk setuju kalau ditanya soal kegalakannya. Lihat saja aksinya di pinggir lapangan saban ada keputusan wasit yang dinilainya tak sesuai, maka dia akan turun dari bench, sambil mengunyah permen karet, dia akan marah-marah tepat di telinga wasit.
Khusus marah-marah tepat di telinga seseorang, Fergie doyan melakukannya kepada para pemainnya yang bandel. Sampai-sampai aksinya itu dilabel dengan istilah hairdryer treatment.
Wayne Rooney pernah merasakannya dan menceritakannya dengan apik di bukunya, My Decade in the Premier League.
“Ketika hairdryer treatment terjadi, dia berdiri di tengah ruangan, tepat di wajah saya dan kemudian berteriak. Anda tidak pantas dapatkan apapun dengan permainan seperti itu!” kisah Rooney.
“Ketakutan mendapat hairdryer treatment dari Sir Alex adalah alasan bagi kami untuk bermain lebih baik,” timpal David Beckham yang lama menjadi anak didiknya.
Sebenarnya Fergie lebih suka marah-marah biasa ketika mengevaluasi satu pertandingan, apalagi usai timnya kalah. Dia hanya akan marah kepada pemain sesuai dengan apa yang dilihatnya. Yang membuatnya bakal berang adalah jika ada yang berani membantah apa yang dikatakannya.
“Saya akan beritahu apa yang salah kepada pemain setelah pertandingan. Saat itu juga. Karena hari esok sudah berbeda. Jika seorang pemain membalasnya, saya segera bersikap tegas melawan mereka. Inilah saat hairdryer treatment muncul,” papar Fergie soal terapi khasnya itu.
Well, begitulah garangnya beliau di sepak bola. Tapi seperti saya bilang di atas, Fergie ternyata takut sama istrinya, Cathy Ferguson. Setelah Ferguson dapat gelar Sir dari kerajaan Inggris pada 1999, secara otomatis istrinya mendapat gelar Lady. Ya Lady Cathy Ferguson. Usai mengetahui hal itu, Cathy bilang ke suaminya. “Masih kurang juga gelarmu selama ini.” Fergie pun terbelalak dan enggan lanjut berdebat. Sudah pasti kalah. He he he.
Agar kehidupan rumah tangga normal, tak melulu sepak bola. Di rumah, Cathy adalah penguasa. Tak ada daftar penghargaan Ferguson di dinding-dinding rumah mereka di Kota Wilmslow, Cheshire, sebuah kota kecil di Selatan Manchester. Ketiga anak cowok mereka, Mark dan si kembar Darren yang juga tak jauh-jauh dari dunia sepak bola, juga tak diperkenankan membicarakan bola di rumah.
Satu fakta, Cathy memang tak tahu sepak bola. Tapi soal support, si Oma tak ada dua. Fergie mengakui bahwa dukungan terbesar dalam karirnya adalah istrinya sendiri. Bahkan saat berulang kali terlintas untuk pensiun, Oma Cathy yang selalu menyarankan agar Fergie terus berkarir. Bahkan nanti, ketika benar-benar pensiun suatu hari nanti, Oma tak ingin melihat Fergie bersantai-santai saja di rumah. Menurut Fergie, Cathy bahkan menyurunya jadi tukang susu saja.
“Cathy bilang: kalau kamu pikir saya akan menjagamu (setelah pensiun), kamu salah. Carilah pekerjaan lain, jadi tukang susu saja!” cerita Fergie seperti dinukil dari twit resmi basis fans MU di Indonesia.
Satu fakta lagi, sepanjang karirnya mengarsiteki United, Fergie sudah melakoni 1.467 laga. Dari ribuan laga itu, Fergie hanya absen tiga kali. Luar biasa. Dan fakta selanjutnya, salah satu laga yang tak didampingi Fergie terjadi pada 2007 lalu. Di sebuah laga pra musim, United dijadwalkan berlaga versus Dunfermline dan Glentoran, keduanya klub asal Skotlandia. Walau laga tak menentukan dan melawan klub gurem pula, Fergie tetap antusias seantusias saat klubnya jumpa Liverpool, Arsenal, atau bahkan Barcelona. Di saat bergelora begitu dan siap bergegas pergi, Fergie izin sama Oma Cathy. Dengan percaya diri diapun hendak keluar rumah.
Tapi apa daya, Oma Cathy tak mengizinkan. “Saya bilang ke Cathy kalau saya punya pertandingan, tapi dia bilang itu cuma laga persahabatan. Saya harus bantu dia pindahan rumah,” gerutu Fergie.
Apa daya, daripada pulang tak dibukakan pintu, lebih baik Fergie menurut. Laga itu akhirnya dipimpin para asistennya.
Begitulah sedikit kisah Sir Alex Ferguson yang mungkin belum banyak diketahui para pengagumnya. Masih banyak sisi lain seorang Fergie yang bisa ditulis. Tapi untuk saat ini, sekelumit ini saja dulu ya, biar penasaran. He he he. (*) @fazadesyafa