MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mengingatkan seluruh bupati/wali kota mewaspadai hantaman deflasi yang menerpa Sumut. Terlebih melalui data yang ada, masih banyak kabupaten/kota di Sumut pada triwulan I/2021 ini, memiliki serapan anggaran sangat minim. Salah satunya Kabupaten Labuhan Batu Selatan (Labusel).
“Tiap hari saya marah, tiap hari. Marah benaran saya nggak marah ecek-ecek,” ujar Edy pada acara silaturahmi insan pers di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubsu, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Rabu (5/5) sore.
Ia mengaku bahaya deflasi ketimbang inflasi yang akan terjadi. Yakni lebih banyak uang dibanding barang atau belanja di tengah-tengah masyarakat. Edy menegaskan, ini menjadi kata kunci agar seluruh kepala daerah lebih gencar mengucurkan serapan anggaran supaya perekonomian masyarakat ikut berputar.
“Sekarang ini marah saya. Kenapa? Saya minta ada penyerapan uang, penyerapan di tengah-tengah masyarakat ini cepat. Wah tolong bantu saya,” tegas Edy.
Dalam acara yang diinisiasi jajaran Diskominfo Sumut itu, Gubsu menegaskan perlunya transparansi data soal serapan anggaran ini. Termasuk para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Sumut, jangan menutup-nutupi data publik tersebut.
“Jangan sepele kita bung dengan data-data ini, karena ini menyangkut kesejahteraan rakyat Sumut yang kita cintai. Para wartawan tolong bantu saya kawal ini, agar Sumut benar-benar bermartabat,” imbuhnya.
Berdasar data yang dipaparkan Gubsu, Pemkab Labusel salah satu yang disoroti karena penyerapan anggaran rendah, yakni hanya 0,28% hingga triwulan I 2021. Serapan tersebut bahkan lebih rendah dari periode yang sama TA. 2020 sebesar 7,85%.
Diungkapkan Edy, alasan serapan anggaran di Labusel teramat minim, disebabkan karena ada pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada. Tetapi ia membandingkan seperti Labuhan Batu yang juga menggelar PSU, justru mampu menyerap 10,18% anggaran.
“Jadi jangan main-main mimpin (jadi kepala daerah) ini. Ini bermain dengan ini tapi dampaknya rakyat itu susah saudaraku. Ini 2 tahun 7 bulan menggerakkan ini aja saya (serapan anggaran), waduh berat kalilah ini,” kata Edy mencurahkan perasaannya. “Ini yang membuat saya stres. Bolak-balik bapak kok makin kurus, iya kurus aku mikirin kau semua, stres kok tak terkejar kita ini,” sambung mantan Pangkostrad itu.
Karenanya ia mengharapkan dukungan dari semua lapisan masyarakat termasuk insan pers, agar Sumut tidak jatuh ke jurang deflasi yang lebih dalam lagi. “Saudara-saudara saya, ini yang saya sampaikan kepada kalian semua, saya berharap kita bersatu,” ujarnya.
Kesempatan itu Edy mengutarakan sejumlah persoalan di Sumut yang kian “menggunung” karena pandemi covid. Pertama soal minimnya uang Pemprov Sumut (pendapatan daerah). Dengan kondisi itu ia mengaku harus menaikkan tarif PBBKB pada 2021, dari 5% menjadi 7,5% untuk mendatangkan pendapatan sekitar Rp 300 miliar dan melikuidasi 5 dinas (OPD) untuk penghematan Rp600 miliar.
Ia menceritakan pada Maret 2020 pertumbuhan ekonomi Sumut masih positif 5,2%. Namun pada periode yang sama tahun 2021, justru minus 1,07%. “Terjadi deflasi, di mana barang banyak namun uang tak ada, karena tak ada daya beli masyarakat. Padahal Sumut harus maju, harus sejahtera masyarakatnya hingga ke anak cucu. Saya tidak mau Sumut dibandingkan dengan Palembang, dengan Jakarta, tidak, tapi dengan Singapura dan Malaysia karena kita berada di Selat Malaka,” pungkasnya.
Kadis Kominfo Sumut, Irman Oemar sebelumnya menyampaikan, bila terjadi sinergisitas yang baik antara Pemprovsu dengan wartawan akan mempercepat terwujudnya Sumut bermartabat. “Kita tingkatkan sinergitas kita agar Sumut bermartabat segera kita wujudkan. Mudah-mudahan pertemuan ini sebagai salah satu upaya kita untuk mewujudkan itu,” ujarnya. (prn/ram)