25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dilakukan Pemuda, Dipenjara karena Memberontak

Mengenang Sejarah Pengibaran Bendera Merah Putih di Labuhanbatu (Bagian-1)

Tanggal 10 Nopember merupakan momentum peringatan Hari Pahlawan bagi Bangsa Indonesia. Berbagai sejarah telah terukir atas pengorbanan yang dilakukan pahlawan, termasuk di Kabupaten Labuhanbatu.

Mungkin hanya sebagian kecil yang tahu bahwa pengibaran sang Saka Merah Putih pertama kalinya berkibar di Kabupaten Labuhanbatu hanya di Sigambal, Kecamatan Bilahhulu.

SIGAMBAL: Jalan Pekan Sigambal menjadi tonggak sejarah  Labuhanbatu.//joko gunawan/sumut pos
SIGAMBAL: Jalan Pekan Sigambal menjadi tonggak sejarah di Labuhanbatu.//joko gunawan/sumut pos

Menurut penuturan Samsul Fahri Hasibuan (65) dan istri Sawiyah, Karya Reskinta Hasibuan (47) anak almarhum Abdul Roni Hasibuan seorang pejuang saat disambangi Sumut Pos minggu lalu di kediamannya di Gang Sosial, Sigambal Pekan itu, masih mengingat dengan jelas awal mulanya pengibaran bendera Negara RI di sekitaran Pekan Sigambal. Sejarah ringkas pun tertulis oleh Roni bahwa pemuda kala itu bersusah payah mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.

Seperti diceritakan Kinta anak almarhum pejuang itu, Rabu tanggal 21 September 1945 sekitar pukul 13.00 WIB, Abdul Roni seorang pemuda Muhammadiyah menerima telegram dari Tanjungbalai yang mengatakan Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno dan Wakilnya M Hatta.

Dalam pesan ringkas tersebut disarankan mereka agar mengibarkan Bendera Merah Putih. Mendapat pesan itu, tokoh Muhammadiyah yang lahir 19 Pebruari 1924 di Kota Pinang langsung memberitahukan kepada seluruh pemuda di antaranya Jalaluddin Pane, Firman Ritonga, Bahrum Nahar, Abdul Karim Hasibuan, Aminuddin Munthe, Lambert, Parjo dan musyawarah pun dilakukan pada malam harinya terkait rencana esok saat pengibaran sang saka.

Puluhan kaum ibu juga turut andil dengan membuat bendera merah putih dari guntingan bendera Jepang. Keesokan harinya sekitar pukul 08.00 WIB diadakan upacara pengibaran bendera merah putih tepat di depan kantor Muhammadiyah atau tepatnya di depan kediaman Suhaimi (almarhum) yang dikomandoi langsung oleh Abdul Roni Hasibuan, sedangkan penggerek bendera Firman Ritonga sekaligus memimpin lagu Indonesia Raya, dihadiri tokoh-tokoh pemuda serta kaum tua yang saat itu sudah keluar dari tahanan Belanda.

Usai pengibaran sang saka, mereka hampir keseluruhannya melakukan rapat dan membentuk Badan Perjuangan Kemerdekaan (BPK) yang dipimpin Abdul Roni Hasibuan dengan menyepakati tugas untuk mempertahankan kemerdekaan. Sekitar pukul 10.00 WIB merekapun pulang kerumah masing-masing.
Namun baru 15 menit sampai di rumah, Abdul Roni Hasibuan selaku Wakil Ketua Badan Perjuangan Kemerdekaan dan Firman Ritonga selaku Ketua ditangkap oleh Opas Raja Kerajaan Bilah dengan tuduhan membuat kekacauan dan keributan.

“Mereka berdua dibawa ke Rantauprapat dan dihadapkan dengan jaksa Kerajaan Bilah. Kala itu jaksa menyesalkan karena tidak melaporkannya terlebih dahulu kepada penghulu yang ada di Sigambal. Dengan tegas ayah saya mengatakan bahwa Indonesia sudah merdeka, termasuk Kabupaten Labuhanbatu serta Kerajaan Bilah,” kenang Samsul Fahri.

Mendengar keterangan itu, jaksa semakin marah dan menyarankan kepada Opsir agar keduanya dimasukkan kedalam penjara yang sempit dan gelap mulai pukul 11.30 hingga 14.00 WIB. Kerajaan kembali bertanya apakah penjara akan mengubah niat mereka tentang kemerdekaan, namun kedua pejuang kemerdekaan itu tetap teguh pada pendiriannya. Dengan tegasnya jaksa mengatakan bahwa pembesar dari Belanda dan sekutu akan tiba serta kembali menegakkan Kerajaan Bilah.

“Setelah terjadi debat dengan jaksa, ayah dan temannya diperbolehkan pulang. Ternyata di depan kantor distrik itu sudah berkumpul puluhan pemuda Muhammadiyah serta pemuda lainnya yang berasal dari Sigambal maupun Rantauprapat. Setelah dibawa makan oleh pemuda, akhirnya mereka masing-masing membubarkan diri ke wilayahnya,” tambah Kinta sembari membuka catatan tulis tangan singkat milik almarhum ayahnya itu. (bersambung)

Mengenang Sejarah Pengibaran Bendera Merah Putih di Labuhanbatu (Bagian-1)

Tanggal 10 Nopember merupakan momentum peringatan Hari Pahlawan bagi Bangsa Indonesia. Berbagai sejarah telah terukir atas pengorbanan yang dilakukan pahlawan, termasuk di Kabupaten Labuhanbatu.

Mungkin hanya sebagian kecil yang tahu bahwa pengibaran sang Saka Merah Putih pertama kalinya berkibar di Kabupaten Labuhanbatu hanya di Sigambal, Kecamatan Bilahhulu.

SIGAMBAL: Jalan Pekan Sigambal menjadi tonggak sejarah  Labuhanbatu.//joko gunawan/sumut pos
SIGAMBAL: Jalan Pekan Sigambal menjadi tonggak sejarah di Labuhanbatu.//joko gunawan/sumut pos

Menurut penuturan Samsul Fahri Hasibuan (65) dan istri Sawiyah, Karya Reskinta Hasibuan (47) anak almarhum Abdul Roni Hasibuan seorang pejuang saat disambangi Sumut Pos minggu lalu di kediamannya di Gang Sosial, Sigambal Pekan itu, masih mengingat dengan jelas awal mulanya pengibaran bendera Negara RI di sekitaran Pekan Sigambal. Sejarah ringkas pun tertulis oleh Roni bahwa pemuda kala itu bersusah payah mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.

Seperti diceritakan Kinta anak almarhum pejuang itu, Rabu tanggal 21 September 1945 sekitar pukul 13.00 WIB, Abdul Roni seorang pemuda Muhammadiyah menerima telegram dari Tanjungbalai yang mengatakan Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno dan Wakilnya M Hatta.

Dalam pesan ringkas tersebut disarankan mereka agar mengibarkan Bendera Merah Putih. Mendapat pesan itu, tokoh Muhammadiyah yang lahir 19 Pebruari 1924 di Kota Pinang langsung memberitahukan kepada seluruh pemuda di antaranya Jalaluddin Pane, Firman Ritonga, Bahrum Nahar, Abdul Karim Hasibuan, Aminuddin Munthe, Lambert, Parjo dan musyawarah pun dilakukan pada malam harinya terkait rencana esok saat pengibaran sang saka.

Puluhan kaum ibu juga turut andil dengan membuat bendera merah putih dari guntingan bendera Jepang. Keesokan harinya sekitar pukul 08.00 WIB diadakan upacara pengibaran bendera merah putih tepat di depan kantor Muhammadiyah atau tepatnya di depan kediaman Suhaimi (almarhum) yang dikomandoi langsung oleh Abdul Roni Hasibuan, sedangkan penggerek bendera Firman Ritonga sekaligus memimpin lagu Indonesia Raya, dihadiri tokoh-tokoh pemuda serta kaum tua yang saat itu sudah keluar dari tahanan Belanda.

Usai pengibaran sang saka, mereka hampir keseluruhannya melakukan rapat dan membentuk Badan Perjuangan Kemerdekaan (BPK) yang dipimpin Abdul Roni Hasibuan dengan menyepakati tugas untuk mempertahankan kemerdekaan. Sekitar pukul 10.00 WIB merekapun pulang kerumah masing-masing.
Namun baru 15 menit sampai di rumah, Abdul Roni Hasibuan selaku Wakil Ketua Badan Perjuangan Kemerdekaan dan Firman Ritonga selaku Ketua ditangkap oleh Opas Raja Kerajaan Bilah dengan tuduhan membuat kekacauan dan keributan.

“Mereka berdua dibawa ke Rantauprapat dan dihadapkan dengan jaksa Kerajaan Bilah. Kala itu jaksa menyesalkan karena tidak melaporkannya terlebih dahulu kepada penghulu yang ada di Sigambal. Dengan tegas ayah saya mengatakan bahwa Indonesia sudah merdeka, termasuk Kabupaten Labuhanbatu serta Kerajaan Bilah,” kenang Samsul Fahri.

Mendengar keterangan itu, jaksa semakin marah dan menyarankan kepada Opsir agar keduanya dimasukkan kedalam penjara yang sempit dan gelap mulai pukul 11.30 hingga 14.00 WIB. Kerajaan kembali bertanya apakah penjara akan mengubah niat mereka tentang kemerdekaan, namun kedua pejuang kemerdekaan itu tetap teguh pada pendiriannya. Dengan tegasnya jaksa mengatakan bahwa pembesar dari Belanda dan sekutu akan tiba serta kembali menegakkan Kerajaan Bilah.

“Setelah terjadi debat dengan jaksa, ayah dan temannya diperbolehkan pulang. Ternyata di depan kantor distrik itu sudah berkumpul puluhan pemuda Muhammadiyah serta pemuda lainnya yang berasal dari Sigambal maupun Rantauprapat. Setelah dibawa makan oleh pemuda, akhirnya mereka masing-masing membubarkan diri ke wilayahnya,” tambah Kinta sembari membuka catatan tulis tangan singkat milik almarhum ayahnya itu. (bersambung)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/