Site icon SumutPos

Sumut Surplus Produksi Padi 1,7 Juta Ton di 2017

FILE SUMUT POS
Sejumlah petani mengumpulkan padi hasil panen di areal persawahan Pasar 7, Padang Bulan, Medan, beberapa waku lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO –Produksi padi di Sumatera Utara (Sumut) dalam kurun 2017 mencapai angka 5,1 juta ton, atau surplus 1,7 juta ton dari kebutuhan yang diperhitungkan sebesar 3,4 juta ton. Kendala banjir yang menimpa sekitar 18 hektare di beberapa daerah pun, dinilai tidak mengurangi jumlah capaian karena masih dalam musim tanam.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut, Azhar Harahap mengatakan, kondisi produksi padi di seluruh daerah selama 2017 meningkat dari tahun sebelumnya, yakni dari 4,6 juta ton menjadi 5,1 juta ton, atau meningkat sekitar 0,5 juta ton. Dengan demikian, berdasarkan angka kebutuhan konsumsi beras, Sumut mengalami surplus produksi padi sebesar 1,7 juta ton.

“Dengan surplus ini, tentu kita kelebihan produksi dan kemudian dikirim ke daerah lain, seperti Riau dan lainnya, yang membutuhkan,” tutur Azhar, Selasa (9/1).

Didistribusikannya kelebihan produksi tersebut, lanjut Azhar, secara tidak langsung akan berpengaruh kepada pendapatan petani. Harga jual gabah kering tetap bisa terjaga. Sebab kelebihan tersebut tetap bisa dialihkan ke provinsi lain yang lebih membutuhkan, sehingga antara permintaan dan pasokan bahan dimaksud tetap stabil. Dengan begitu, harga gabah bisa di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Hal ini menurutnya, sesuai dengan hukum ekonomi, yakni supply and demand. “Karena kita memasok kelebihan tadi, makanya harga jual gabah ke petani bisa tetap terjaga di atas harga pembelian pemerintah. Makanya secara tidak langsung, menguntungkan juga bagi petani kita,” jelasnya.

FILE SUMUT POS
Petani mengumpulkan padi hasil panen di areal persawahan Pasar 7, Padang Bulan, Medan, beberapa waku lalu.

Sementara terkait adanya bencana banjir yang menimpa sejumlah daerah di Sumut, ia menyebutkan, yang terkena dampaknya hanya sekitar 87,8 hektare. Dari keseluruhannya, untuk lahan pertanian padi, yang terkena dampaknya sebesar 18 hektare yang ada di Langkat, Serdangbedagai, dan Asahan. Dari angka itu pula, Azhar menyebutkan, tidak ada kendala begitu berarti, karena banjir terjadi saat masih memasuki masa tanam. “Yang gagal panen sekitar 18 hektare. Seluar 14,7 hektare baru masa penanaman. Sedangkan 4 hektare lebih masih menyemai (pembibitan). Sehingga kalaupun ada kendala, hanya penundaan produksi (masa panen) selama sebulan. Untuk kerugian pembibitan itu, kita juga sudah memberikan gantinya berupa bantuan benih kepada petani yang tertimpa bencana banjir,” jelasnya, seraya mengatakan, untuk 2018 Pemprov Sumut menargetkan peningkatan produksi padi hingga 5-10 persen dibanding tahun lalu.

Selain padi lanjutnya, komoditi pertanian yang tidak mengalami surplus bahkan kekurangan pasokan dari petani lokal di Sumut, yakni produksi bawang. Dalam hal ini, jumlah produksi hasil tanaman pangan tersebut di seluruh daerah penghasil hanya mencapai 13 ribu ton selama 2017. Sedangkan kebutuhan lebih dari jumlah tersebut. Karena itu harus ada pasokan dari luar provinsi. “Karena ini kan sifatnya seperti subsidi silang, mana daerah yang surplus dibagikan ke daerah lain yang membutuhkan. Begitu juga sebaliknya, seperti bawang, kita dapat pasokan dari luar daerah,” kata Azhar.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat, selama kurun Desember 2017 lalu, harga tertinggi gabah berada pada kisaran Rp6.260 per kilogram, berasal dari gabah kering giling (GKG) varietas Ciherang di Deliserdang. Sedangkan harga terendah senilai Rp3.950 per kilogram berasal dari gabah kering panen (GKP) varietas Sibatubara di Mandailingnatal. Sedangkan harga gabah rata-rata selama Desember 2017 di tingkat petani senilai Rp5.544 per kilogram untuk GKG. Untuk gabah kualitas GKP sebesar Rp4.946 per kilogram. (bal/saz)

Exit mobile version