30 C
Medan
Thursday, August 22, 2024

Geruduk Polrestabes Medan, 13 Prajurit TNI Diperiksa Pomdam I/BB, Panglima TNI: Tindak Tegas..

SUMUTPOS.CO – Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono mengeluarkan instruksi tegas terkait kasus Mayor Dedi Hasibuan bersama belasan anggota TNI menggeredug Polrestabes Medan. Yudo menekankan kepada Puspom TNI, agar menindak tegas pelaku jika terbukti bersalah.

“Perintah Panglima TNI tegas, sikat! Tindak tegas, enggak usah ragu-ragu,” kata Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (9/8).

Menurut Julius, saat ini Mayor Dedi statusnya sudah ditahan oleh Puspom TNI. Hari ini, dia menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Puspom TNI. Namun, Julius belum dapat menyampaikan materi pemeriksaan Dedi terkait pelanggaran disiplin atau pelanggaran hukum. “Ya dirunut, mulai dari akar permasalahannya apa, yang pasti azas praduga tak bersalah dikedepankan, agar kita fair, dan paling penting bagaimana mencari akar permasalahan supaya konflik di bangsa ini tidak terus-terusan terjadi,” jelas Julius.

Selain itu, Julisu juga menyebutkan, Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) I/Bukit Barisan juga telah memeriksa keterlibatan 13 prajurit yang ikut mendatangi Markas Polrestabes Medan, bersama Mayor Dedi Hasibuan, Sabtu (5/8) lalu. Jika terbukti terlibat, belasan prajurit itu akan dilimpahkan dari Pomdam ke Puspom TNI. “Kalau mereka hanya ikut-ikutan, mungkin hanya di sana (Pomdam). Akan tetapi, kalau mereka terlibat lebih dalam, akan dibawa ke Puspom juga,” terang Julius.

Kapuspen juga meminta masyarakat menilai persoalan yang dihadapi Mayor Dedi secara menyeluruh. Pada prinsipnya, kata dia, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono tegas menindak prajurit yang terbukti melanggar hukum.

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, sikap anggota TNI menggeruduk Mapolrestabes Medan itu tergolong tidak patut dan menjadi contoh buruk bagi masyarakat. Menurutnya, tindakan prajurit TNI mendatangi markas kepolisian sama saja bentuk intervensi terhadap proses penegakan hukum yang sedang berjalan.

“Saya tetap melihat tindakan prajurit TNI mendatangi Polrestabes Medan itu sebagai bentuk arogansi, intimidatif (verbal) dan intervensi sekaligus,” kata Fahmi.

Fahmi mengkritisi tindakan Mayor Dedi yang bertugas memberi bantuan hukum terhadap tersangka. Menurutnya, prajurit TNI yang memberikan bantuan hukum pada tersangka juga wajib memperhatikan norma yang berlaku.

Fahmi merinci petunjuk penyelenggaraan bantuan hukum yang diatur melalui Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/1089/XII/2017. Selain keluarga dan sejumlah kategori lain, mereka yang mempunyai hubungan kerja dalam rangka mendukung tugas pokok TNI juga dapat menerima bantuan hukum. “Kategori terakhir itu sangat longgar dan dapat menjadi celah hadirnya praktik buruk pemberian bantuan hukum oleh TNI,” kata Fahmi.

Tak seharusnya upaya meminta penangguhan penahanan dengan cara menggeruduk itu dikabulkan kepolisian. Ia khawatir bila dikabulkan, kondisi ini menginspirasi orang-orang yang tersangkut masalah pidana melakukan tindakan serupa.

“Mereka bisa menggunakan cara-cara serupa untuk memperjuangkan keadilan maupun sebaliknya untuk mengeluarkan tersangka dari tahanan. Termasuk dengan meminta bantuan hukum dari TNI,” kata dia.

Terpisah, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menganggap penggerudukan yang dilakukan anggota TNI tak sesuai dengan profesionalisme dan asas kepatuhan. Oleh karena itu, patut ditindak tegas.

Jika tidak, Julius mengatakan maka bisa saja peristiwa serupa kembali terulang. “Jangan-jangan besok Satpol PP digeruduk, besok apalagi. Karena ada preseden seperti ini enggak pernah ditindak serius,” kata Julius saat dihubungi.

Julius juga memandang penggerudukan oleh prajurit TNI sebagai obstruction of justice atau tindakan menghambat proses hukum. Dia menjelaskan bahwa fungsi yang melekat di penyidik menganut prinsip pro justitia. Dengan demikian, segala bentuk gangguan, hambatan dan halangan yang diterima dapat dijerat dengan suatu tindak pidana. “Mau itu dilakukan oknum TNI, mau oknum sipil, periksa itu semua,” kata Julius.

“Ini harus diperiksa juga oleh Puspom TNI. Ada pelanggaran terhadap profesional dan tupoksi. Harus ditindak tegas,” tambahnya.

Julius menganggap penggerudukan yang dilakukan anggota TNI jelas bertentangan dan mengkhianati mandat Reformasi 1998. Reformasi mengamanatkan ada batasan terkait tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI dalam operasi militer perang dan operasi militer selain perang.

Ia menegaskan bahwa TNI tidak boleh lagi melakukan intervensi dalam penegakan hukum di ranah sipil. Tak seperti dulu di era Orde Baru. “Jelas menggeruduk dan halang-halangi proses hukum ini bukan Tupoksi anggota TNI. Dan ini enggak sesuai doktrin prajurit yang bicara profesionalisme, disiplin, patuh terhadap hukum dan sebagainya itu,” kata Julius.

Akan tetapi, Julius juga menganggap batasan tupoksi TNI dalam hubungan sipil militer masih belum kentara dengan jelas. Perlu ada pembaruan dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia. “Karena tak ada pembatasan itu, jadi masih terjadi intervensi model begini. Ke depannya PR kita masih banyak. Mulai peradilan militer, mesti settle memisahkan ruang sipil dan militer, lalu juga revisi UU TNI mempertegas operasi perang dan non-perang,” kata dia.

Diketahui, Mayor Dedi Hasibuan ditahan Puspom setelah membawa puluhan personel TNI ke Polrestabes Medan untuk meminta penangguhan penahanan Ahmad Rosid Hasibuan, tersangka dugaan pemalsuan surat tanah eks PTPN.

Terungkap bahwa Ahmad Rosid merupakan sepupu Mayor Dedi. “Hubungannya itu saudara, sepupulah,” kata kuasa hukum Ahmad Rosid, Henry Rianto Pakpahan, Rabu (9/8).

Sebelumnya, Ahmad Rosid juga menceritakan awal mula dirinya meminta bantuan kepada Mayor Dedi. Rosid mengatakan, setelah ditahan atas dugaan kasus pemalsuan surat tanah eks PTPN, dia langsung menghubungi Mayor Dedi Hasibuan.

“Begitu saya ditahan di Polrestabes Medan, saya menghubungi keluarga saya, kebetulan ada sepupu saya, eh apa keluarga dekat saya, atas nama Mayor Dedi Hasibuan,” kata Ahmad Rosid di Polda Sumut, Selasa (8/8).

Dia mengatakan, sudah membuat surat permohonan penangguhan penahanan, tetapi tidak dikabulkan oleh penyidik. Oleh karena itu, dia lalu menghubungi Mayor Dedi untuk membantu menangguhkan penahanannya. “Jadi, saya telepon beliau, minta mohon bantuan, kenapa saya telepon beliau, karena pada saat saya ditahan, saya coba membuat permohonan penangguhan penahanan yang dijamin oleh keluarga, tapi tidak dikabulkan. Maka saya memohon keluarga saya (Mayor Dedi), keluarga terdekat saya yang kebetulan pengacara, bantuan hukum di Kumdam I/BB,” jelasnya. (bbs/jpc/adz)

SUMUTPOS.CO – Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono mengeluarkan instruksi tegas terkait kasus Mayor Dedi Hasibuan bersama belasan anggota TNI menggeredug Polrestabes Medan. Yudo menekankan kepada Puspom TNI, agar menindak tegas pelaku jika terbukti bersalah.

“Perintah Panglima TNI tegas, sikat! Tindak tegas, enggak usah ragu-ragu,” kata Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (9/8).

Menurut Julius, saat ini Mayor Dedi statusnya sudah ditahan oleh Puspom TNI. Hari ini, dia menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Puspom TNI. Namun, Julius belum dapat menyampaikan materi pemeriksaan Dedi terkait pelanggaran disiplin atau pelanggaran hukum. “Ya dirunut, mulai dari akar permasalahannya apa, yang pasti azas praduga tak bersalah dikedepankan, agar kita fair, dan paling penting bagaimana mencari akar permasalahan supaya konflik di bangsa ini tidak terus-terusan terjadi,” jelas Julius.

Selain itu, Julisu juga menyebutkan, Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) I/Bukit Barisan juga telah memeriksa keterlibatan 13 prajurit yang ikut mendatangi Markas Polrestabes Medan, bersama Mayor Dedi Hasibuan, Sabtu (5/8) lalu. Jika terbukti terlibat, belasan prajurit itu akan dilimpahkan dari Pomdam ke Puspom TNI. “Kalau mereka hanya ikut-ikutan, mungkin hanya di sana (Pomdam). Akan tetapi, kalau mereka terlibat lebih dalam, akan dibawa ke Puspom juga,” terang Julius.

Kapuspen juga meminta masyarakat menilai persoalan yang dihadapi Mayor Dedi secara menyeluruh. Pada prinsipnya, kata dia, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono tegas menindak prajurit yang terbukti melanggar hukum.

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, sikap anggota TNI menggeruduk Mapolrestabes Medan itu tergolong tidak patut dan menjadi contoh buruk bagi masyarakat. Menurutnya, tindakan prajurit TNI mendatangi markas kepolisian sama saja bentuk intervensi terhadap proses penegakan hukum yang sedang berjalan.

“Saya tetap melihat tindakan prajurit TNI mendatangi Polrestabes Medan itu sebagai bentuk arogansi, intimidatif (verbal) dan intervensi sekaligus,” kata Fahmi.

Fahmi mengkritisi tindakan Mayor Dedi yang bertugas memberi bantuan hukum terhadap tersangka. Menurutnya, prajurit TNI yang memberikan bantuan hukum pada tersangka juga wajib memperhatikan norma yang berlaku.

Fahmi merinci petunjuk penyelenggaraan bantuan hukum yang diatur melalui Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/1089/XII/2017. Selain keluarga dan sejumlah kategori lain, mereka yang mempunyai hubungan kerja dalam rangka mendukung tugas pokok TNI juga dapat menerima bantuan hukum. “Kategori terakhir itu sangat longgar dan dapat menjadi celah hadirnya praktik buruk pemberian bantuan hukum oleh TNI,” kata Fahmi.

Tak seharusnya upaya meminta penangguhan penahanan dengan cara menggeruduk itu dikabulkan kepolisian. Ia khawatir bila dikabulkan, kondisi ini menginspirasi orang-orang yang tersangkut masalah pidana melakukan tindakan serupa.

“Mereka bisa menggunakan cara-cara serupa untuk memperjuangkan keadilan maupun sebaliknya untuk mengeluarkan tersangka dari tahanan. Termasuk dengan meminta bantuan hukum dari TNI,” kata dia.

Terpisah, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menganggap penggerudukan yang dilakukan anggota TNI tak sesuai dengan profesionalisme dan asas kepatuhan. Oleh karena itu, patut ditindak tegas.

Jika tidak, Julius mengatakan maka bisa saja peristiwa serupa kembali terulang. “Jangan-jangan besok Satpol PP digeruduk, besok apalagi. Karena ada preseden seperti ini enggak pernah ditindak serius,” kata Julius saat dihubungi.

Julius juga memandang penggerudukan oleh prajurit TNI sebagai obstruction of justice atau tindakan menghambat proses hukum. Dia menjelaskan bahwa fungsi yang melekat di penyidik menganut prinsip pro justitia. Dengan demikian, segala bentuk gangguan, hambatan dan halangan yang diterima dapat dijerat dengan suatu tindak pidana. “Mau itu dilakukan oknum TNI, mau oknum sipil, periksa itu semua,” kata Julius.

“Ini harus diperiksa juga oleh Puspom TNI. Ada pelanggaran terhadap profesional dan tupoksi. Harus ditindak tegas,” tambahnya.

Julius menganggap penggerudukan yang dilakukan anggota TNI jelas bertentangan dan mengkhianati mandat Reformasi 1998. Reformasi mengamanatkan ada batasan terkait tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI dalam operasi militer perang dan operasi militer selain perang.

Ia menegaskan bahwa TNI tidak boleh lagi melakukan intervensi dalam penegakan hukum di ranah sipil. Tak seperti dulu di era Orde Baru. “Jelas menggeruduk dan halang-halangi proses hukum ini bukan Tupoksi anggota TNI. Dan ini enggak sesuai doktrin prajurit yang bicara profesionalisme, disiplin, patuh terhadap hukum dan sebagainya itu,” kata Julius.

Akan tetapi, Julius juga menganggap batasan tupoksi TNI dalam hubungan sipil militer masih belum kentara dengan jelas. Perlu ada pembaruan dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia. “Karena tak ada pembatasan itu, jadi masih terjadi intervensi model begini. Ke depannya PR kita masih banyak. Mulai peradilan militer, mesti settle memisahkan ruang sipil dan militer, lalu juga revisi UU TNI mempertegas operasi perang dan non-perang,” kata dia.

Diketahui, Mayor Dedi Hasibuan ditahan Puspom setelah membawa puluhan personel TNI ke Polrestabes Medan untuk meminta penangguhan penahanan Ahmad Rosid Hasibuan, tersangka dugaan pemalsuan surat tanah eks PTPN.

Terungkap bahwa Ahmad Rosid merupakan sepupu Mayor Dedi. “Hubungannya itu saudara, sepupulah,” kata kuasa hukum Ahmad Rosid, Henry Rianto Pakpahan, Rabu (9/8).

Sebelumnya, Ahmad Rosid juga menceritakan awal mula dirinya meminta bantuan kepada Mayor Dedi. Rosid mengatakan, setelah ditahan atas dugaan kasus pemalsuan surat tanah eks PTPN, dia langsung menghubungi Mayor Dedi Hasibuan.

“Begitu saya ditahan di Polrestabes Medan, saya menghubungi keluarga saya, kebetulan ada sepupu saya, eh apa keluarga dekat saya, atas nama Mayor Dedi Hasibuan,” kata Ahmad Rosid di Polda Sumut, Selasa (8/8).

Dia mengatakan, sudah membuat surat permohonan penangguhan penahanan, tetapi tidak dikabulkan oleh penyidik. Oleh karena itu, dia lalu menghubungi Mayor Dedi untuk membantu menangguhkan penahanannya. “Jadi, saya telepon beliau, minta mohon bantuan, kenapa saya telepon beliau, karena pada saat saya ditahan, saya coba membuat permohonan penangguhan penahanan yang dijamin oleh keluarga, tapi tidak dikabulkan. Maka saya memohon keluarga saya (Mayor Dedi), keluarga terdekat saya yang kebetulan pengacara, bantuan hukum di Kumdam I/BB,” jelasnya. (bbs/jpc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/