“Tetapi terus terang, pemberitahuan kepada pihak pengamanan sudah disampaikan sejak 27 September 2023 lalu, dan sudah diterima oleh Kaur Sium Polres Langkat. Tapi sebelum terjadi benturan di lapangan, tidak ada yang hadir. Bukan berarti mereka tidak responsif pada saat di lapangan setelah benturan terjadi, nyatanya muncul juga polisi, tapi kita tidak tau dari Polres Langkat atau dari polsek,” ujar Cakra.
Secara formil, Cakra menegaskan, Polres Langkat tidak menjawab terhadap permohonan pengamanan dari pihaknya. Sebab, memang sejauh ini tidak ada masalah.
Pemilik lahan Jhon Sari Pasaribu pun sudah diberitahu oleh PN Stabat, jika pada 3 Oktober 2023, akan dilakukan eksekusi lahan. “Tapi memang pada waktu itu termohon tidak hadir di pengadilan, sehingga dititipkan ke kepala desa,” ucap Cakra.
Pada 6 Oktober 2023 kemarin, PN Stabat diundang ke Polres Langkat untuk hadir dalam mediasi pasca penyanderaan kendaraan PT HKI. Saat itu, Cakra bersama panitera dan panitera muda hukum hadir dalam mediasi tersebut.
“Ketua pengadilan juga sampaikan kepada saya, sampaikan ke masyarakat dalam hal ini kepada pemohon dan termohon, status tanah, jika itu tanah negara. Kami juga mendapat laporan di lapangan, ada pengaduan masyarakat ke polisi bahwa, pihak PT HKI dituduh melakukan pengerusakan,” kata Cakra.
Juru Bicara PN Stabat ini mengatakan, pada mediasi di Polres Langkat prinsipnya harus dipahami bersama. Bahwa saat ini dengan adanya penetapan konsinyasi yang dilaksanakan di PN Stabat dan telah berkekuatan hukum tetap, tanah itu kepemilikannya sudah beralih ke negara.
Sehingga segala sesuatu yang ada kalau seseorang merasa keberatan dianggap pengerusakan, haknya sudah tidak ada sebenarnya. “Dan yang melaksanakan pembersihan itu, sebenarnya aparat pengadilan. Cumakan gak mungkin kami yang nebas sendiri, meminta tolong lah kepada mereka untuk membersihkan lapangan, itu saja. Pada pokoknya pengadilan akan tetap akan melakukan eksekusi, nanti melihat kondisi dan koordinasi pihak pengamanan dulu,” ujar Cakra.
Pada prinsipnya untuk mengedukasi masyarakat juga, Cakra menegaskan proyek strategis nasional dilindungi oleh undang-undang cipta kerja dan undang-undang percepatan pengadaan tanah bagi kepentingan umum.
“Artinya tidak mungkin gara-gara 13 orang, bahwasanya bisa gagal proyek ini,” tutup Cakra.
Sementara, nominal ganti rugi yang diberikan kepada sejumlah pemilik lahan yang terkena proyek pembangunan proyek jalan tol, banyak yang menganggap sebagai rezeki nomplok. Beberapa daerah misalnya warga Desa Muaro Sebapo, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, kompak membeli mobil dengan menggunakan uang ganti rugi pembebasan lahan jalan tol.
Namun hal ini, tidak terjadi dengan warga Desa Bukit Mengkirai maupun Desa Pasiran, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Mereka sebagian memilih menyimpan uang ganti rugi tersebut ataupun membeli lahan baru.
“Kalau saya paling menyimpan uangnya saja untuk keperluan masa depan anak-anak. Tapi ada juga warga sini, yang membeli lahan baru. Kalau beli mobil gak tau ya, sejauh ini belum ada dengar kalau warga sini,” ujar warga Desa Pasiran bermarga Barus. (ted/ram)