HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Dampak peralihan kewenangan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari pemerintah kabupaten kota ke pemerintah provinsi, kebanyakan sekolah mulai membuat program baru dengan memberlakukan uang sumbangan pembinaan pendidikan atau disebut SPP kepada siswa.
Selain di SMAN 1 Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan yang sebelumnya diberitakan, kini terjadi juga di SMAN 1 Parlilitan. Malah, pemberlakuan uang sumbangan pembinaan pendidikan itu yang biayanya sama sebesarnya Rp25 ribu. Ternyata sudah berlangsung 1 tahun 6 bulan. Dimulai sejak bulan Juli tahun 2018 lalu.
Kepala SMAN 1 Parlilitan, Panutur Simorangkir menjelaskan, bahwa pengutipan uang sumbangan pembinaan pendidikan itu sudah dimulai bulan Juli tahun 2018 dengan pungutan sebanyak Rp25 ribu per kepala keluarga bukan per siswa.
Panutur mengaku, pengutipan itu tadi dikarenakan adanya kesepakatan pihak komite sekolah dan orangtua siswa. Untuk bagaimana menanggulangi permasalahaan yang ada disekolahnya, semisal pembayaran gaji guru honor yang tidak dibiayai oleh Pemerintah Provinsi.
“Ada, 25 ribu melalui rapat sekolah, komite dan orangtua siswa dan itu salah satunnya pembiayaan gaji guru honor yang dibiaya oleh komite sekolah,” kata Panutur saat dihubungi, Rabu (12/2).
Panutur menegaskan, pungutan sumbangan pembinaan itu mereka ambil dari acuan Peraturan Pemerintah (PP) bernomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan atas keterlibatan orangtua siswa. Dengan tujuan, membiayai kegiatan hari besar selain pembayaran gaji guru honorer yang tidak ada surat penugasan dari provinsi.”Jadi egak ada masalah pungutan ini, justru dipandu dari cabang dinas, jika tidak mana mungkin kita berani,” tegas Panutur.
Panutur menuturkan, pungutan uang sumbangan pembinaan pendidikan itu diminta perkepala keluarga bukan per siswa dikarenakan melihat dalam satu keluarga ada memiliki dua anak masuk disekolah itu. Biarpun, di samping ada yang memiliki kartu program indonesia pintar.
“ Tidak ada pakai kategori, maka tidak kita sama ratakan, biarpun memiliki program indonesia pintar,” jelasnya.
“ Justru itu, dengan kesepakatan itu, kami minta supaya ditolong untuk memberikan honor gurunya, itu kita minta bersama komite, orangtua dan kita mengundang dan dipandu dari cabang dinas. Sehingga dari PP 48 itu kita berani, selain alasannya karena pemrov belum mampu menggaji secara keseluruhan honor dan guru yang kita rekrut itu tidak berstatus S1 karena dulunya diangkat oleh komite sekolah. Contoh guru agama islam, guru agama muatan lokal diangkat jadi guru, jadi kita temukan hal-hal seperti itu, kalau ada perysaratan mereka tidak bisa karena egak S1, jadi yang lainnya itu memang kebutuhan dan kemampuan pemprov dan tidak semua menampung honor kita karena terakhir SK Gubernur tahun 2017 kalau tidak salah ada 6 guru honor kita dan ada sekitar 7 orang yang penggajinya dari komite,” katanya mengakhiri sembari mengaku mendapat prestasi juara II pada kegiatan pemilihan kepsek berpestasi jenjang SMA/SMK tingkat Provinsi Sumatera Utara tahun 2019. (des/azw)