MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pembentukan Panitia Khusus DPRD Sumatera Utara tentang Pencemaran Danau Toba, sepertinya akan sulit terealisasi. Sebab, saat ini para legislator terutama yang kembali bertarung dalam pemilihan legislatif pada Pemilu 2019 tengah sibuk turun ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing untuk berkampanye.
Bahkan, sejumlah anggota Komisi D yang diketahui siap jadi penggagas pembentukan pansus tersebut, justru mengaku tidak mengikuti perkembangan itu. “Kebetulan saya lagi dapil adinda, saya tidak membaca apa yang ada diinternal komisi,” ucap Sekretaris Komisi D DPRD Sumut, Burhanuddin Siregar kepada Sumut Pos, kemarin.
Ia mengakui, waktu rapat dengar pendapat dengan para bupati se-kawasan Danau Toba dan stakeholder pada 5 Maret lalu dalam rangka membahas pencemaran air Danau Toba serta percepatan pembentukan pansus, ia juga tidak hadir dan sedang berada di dapilnya untuk berkampanye. “Jadi saya tidak tahu perkembangan konkritnya terkait pembahasan tersebut. Dan memang sekarang ini kami sedang sibuk di dapil masing-masing. Kalau nanti gak terpilih lagi, kan gak bisa lagi saya bercakap,” ucapnya.
Namun, kata politisi PKS ini, adapun pokok pikiran pribadinya yang pernah ia sampaikan sekaitan masalah pencemaran air Danau Toba, bagaimanapun persepsi masyarakat di kawasan tersebut pemerintah harus cermat menyikapi peristiwa ini. Yakni, siapapun investor yang datang dan masuk di kawasan Danau Toba, tentu sudah dipikirkan segala konsekuensinya. “Kalau memang kita menginginkan Danau Toba menjadi jernih (tidak tercemar), maka semua pihak terkait harus diundang. Investor diundang, masyarakat diundang dan pemerintah diundang. Siapa yang sebetulnya bertanggungjawab atas pencemaran air Danau Toba,” katanya.
Jangan-jangan saat ini, ungkap dia, sebagaimana perkembangan yang diikutinya melalui media, bahwa pihak PT AN yang diduga melakukan pencemaran baru-baru ini dengan membuang limbah bangkai ikan, sudah menyatakan siap untuk diperiksa pihak berwajib. “Jadi janganlah sekiranya kita memfitnah atau menzholimi pengusaha untuk diperiksa. Kalau saya berpikiran begitu. Jangan setelah kita undang pengusaha ke daerah kita, lalu kita usir,” katanya.
Karenanya, sambung dia, perlu ditampung semua aspirasi para investor itu dan mendengar klarifikasi sekaitan hal ini. Sebab menurutnya semua investor yang datang ke Sumut sudah pasti ingin mencari keuntungan. Atas dasar itulah, dirinya selaku Sekretaris Komisi D DPRD Sumut, akan coba merundingkan pemanggilan pihak PT AN maupun investor lainnya. “Cobalah kita duduk bersama, evaluasi bersama kenapa bisa terjadi hal demikian. Terus terang jangan sampai kita zholimi pihak pengusaha yang sudah berinvestasi ke Sumut ini. Kalau saya nanti di sana (kembali dari dapil), saya akan coba itu (undang PT AN). Sekarang ini saya memang belum tahu hasilnya, dan pembentukan pansus pada prinsipnya sangat bagus,” katanya.
Hanya saja, ia ingatkan, jangan pula pembenkan pansus menjadi sebuah keterpaksaan dan harus jernih melihat persoalan yang ada. “Jika nanti kita jadi bentuk pansus, kiranya perlu kita tanya Aquafarm dulu. Apa kira-kira komentar dan aspirasi mereka. Seharusnya menurut saya perlu nanti kita undang mereka, dan saya siap membawa suara ini. Tapi sekarang memang masih sibuk di dapil saya ini,” pungkasnya.
Ketua Komisi B DPRD Sumut, Robby Anangga juga mengakui kalau salah satu faktor lambatnya pembentukan Pansus Pencemaran Danau Toba disebabkan para koleganya tengah sibuk bersosialisasi ke dapil masing-masing. “Kawan-kawan memang sudah sibuk mengunjungi konstituen dalam rangka pemilihan lagi, tapi paling terpenting dalam hal pembentukan pansus ini adalah membuat naskah akademiknya terlebih dahulu,” ujarnya.
Menurutnya mekanisme pembentukan pansus bisa dibahas lintas komisi, namun terlebih dulu harus ada pembicaraan dan finalisasi di level pimpinan. “Setelah itu barulah diputuskan oleh fraksi siapa-siapa saja dewan yang akan mengisi pansus. Tapi sejauh ini tahapannya belum sampai ke sana,” tuturnya.
Dengan kendala konsentrasi anggota dewan dalam pileg saat ini, Robby memperkirakan kalau pembentukan pansus tersebut ideal dilakukan setelah pemilu. “Ya mungkin sebaiknya habis pemilu. Selain kawan-kawan dapat fokus dengan tugasnya, kita pun terlebih dulu akan melakukan kajian karena niat kami juga akan membuat perda sekaitan pencemaran Danau Toba. Dengan adanya naskah akademik dan kajian mendalam, kita harapkan produk hukum yang dibuat nantinya menjadi bermutu,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam RDP di ruang Komisi D DPRD Sumut, Selasa (5/3), terungkap bahwa seluruh air Danau Toba sudah tercemar. Bahkan, pencemaran air Danau Toba telah mengancam kehidupan masyarakat di kawasan danau terbesar di Asia Tenggara itu. Mulai dari hilangnya potensi ekonomi hingga air yang tidak bisa lagi digunakan apalagi dikonsumsi.
RDP yang dihadiri Bupati Karo Terkelin Brahmana, Wakil Bupati Samosir Juang Sinaga, sekda Dairi dan perwakilan Pemkab Simalungun, Pemkab Humbahas, Pemkab Taput, dan Pemkab Tobasa, juga direncanakan untuk mendorong pembentukan Pansus Pencermaran Danau Toba
Ketua DPP Perkumpulan Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul yang hadir di RDP itu mengatakan, saat ini air Danau Toba sudah sangat tercemar oleh keramba jaring apung (KJA) yang banyak beroperasi di perairan itu. Ia juga menilai, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir selama ini tidak ada melakukan kajian apapun. “Dulunya orang bisa berenang dan bisa juga untuk minum air Danau Toba itu, tetapi sekarang apa yang ada? Bau sudah sangat terasa dan tercemar. Bupati lalai dalam hal penindakan ini,” katanya.
Ia juga meminta kepada DPRD Sumut segera membentuk Pansus sesegera mungkin melakukan penelitian terhadap pencemaran perairan Danau Toba. Kemudian, ia dengan puluhan warga yang tergabung dalam yayasan itu juga sudah membuat laporan ke Polda Sumut tetapi tidak juga ditanggapi. “Kami minta segera mungkin bentuk Pansus pencemaran Danau Toba. Kami sudah adukan ke Polda tahun 2017 tidak juga ditanggapi,” kata dia.
Pencemaran air Danau Toba saat ini, ungkapnya juga telah mengancam kehidupan masyarakat di kawasan danau vulkanik tersebut. Mulai dari hilangnya potensi ekonomi hingga air yang tidak bisa lagi digunakan berenang atau dikonsumsi. “Itu sebabnya seluruh perusahaan di kawasan Danau Toba yang menimbulkan pencemaran harus dihentikan izin usahanya,” tegas Lamsiang. (prn)