25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Lahirnya Kecamatan Tampahan Diprakarsai Guru dan Siswa

TOBA, SUMUTPOS.CO – Sebelum membacakan sejarah singkat terbentuknya Kecamatan Tampahan di Kabupaten Toba, Janter Simanjuntak, mantan Kepala Desa Lintong Nihuta, periode 2003-2011, sedikit bercerita tentang awal mula lahirnya Kecamatan Tampahan.

Dari atas panggung pada Perayaan HUT ke-17 Kecamatan Tampahan, yang digelar di Bukit Singgolom, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Sabtu (9/12) lalu, Janter mengilasbalik peristiwa proses lahirnya Kecamatan Tampahan.

“Jika mengingat Tampahan, saya langsung teringat dengan 2 sosok penting, yakni Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan. Bapak Bakhtiar adalah mantan guru saya, dan Bapak Mangapul adalah teman sekelas saya. Jadi Pak Bakhtiar adalah mantan guru kami,” ungkap Janter, mengawali ceritanya, didampingi 2 sosok yang disebutkannya.

Di awal Juni 2006, kegiatan Bulan Bakti Kesehatan digelar di Desa Lintong Nihuta dihadiri oleh Bakhtiar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Toba Samosir, dan Mangapul menjabat Anggota DPRD Toba Samosir.

“Pada saat acara itu, Pak Bakhtiar berkata kepada saya, ‘Kita harus membentuk kecamatan yang baru, yakni Tampahan’. Beliau minta saya mengumpulkan kepala desa dan tokoh masyarakat,” tutur Janter.

Mengingat satu syarat pemekaran kecamatan harus minimal terdiri dari 7 desa, Janter bergerilya, menjalin komunikasi dengan desa tetangga, termasuk Desa Longat untuk memenuhi syarat 7 desa. Setelah melalui diskusi panjang dan komunikasi yang alot, Desa Longat mengundurkan diri, dengan alasan mereka masih terikat peradatan dengan Desa Hinalang. Tak menyerah, mereka terus bergerilya dan berupaya melobi Desa Sibodiala agar bersedia bergabung, namun Sibodiala menolak, karena letak mereka berada di wilayah marga Silalahi.

Dengan harapan kosong, Janter dan kawan-kawan menyampaikan laporan itu kepada Bakhtiar dan Mangapul. Dengan tegas, keduanya berkata, ‘Jangan mundur, masih ada opsi lain’. Opsi lain yang disebut adalah jumlah penduduk harus minimal 3.000 jiwa. Namun setelah ditelusuri, opsi ini juga tidak berhasil, karena jumlah penduduk calon Kecamatan Tampahan saat itu tidak sampai 3.000 jiwa.

“Tapi dalam waktu singkat, jumlah penduduk itu bisa dipenuhi, karena perpindahan penduduk,” lanjut Janter.

Setelah opsi itu terpenuhi, kendala lain nyaris menghambat pembentukan Kecamatan Tampahan. Perdebatan antardesa untuk menentukan ibukota kecamatan, tidak dapat dihindarkan, antara Desa Gurgur Aek Raja dan Desa Lintong Nihuta. Terlebih saat itu Desa Lintong Nihuta telah lebih dulu menyerahkan surat tanah. Namun setelah melalui berbagai diskusi panjang dan negosiasi, akhirnya terjadi kesepakatan, ibukota kecamatan berada di Desa Gurgur Aek Raja. Namun camat pertama harus berasal dari Desa Lintong Nihuta.

Selain soal negosiasi yang alot, pembentukan Kecamatan ini juga nyaris gagal, karena persoalan dana. Beruntung seorang dermawan bersedia bergabung, yakni Daulat Simanjuntak, beliau pensiunan ASN dari Pulau Sulawesi. Kerja sama para panitia ini berjalan baik, ditambah dengan dukungan penuh dari Bakhtiar dan Mangapul, yang mendukung dan mendorong sekuat tenaga dari lembaga legislatif.

“Pada 9 Desember 2006, Tampahan dimekarkan dari Kecamatan Balige, sesuai dengan Perda Nomor 17 Tahun 2006, tentang Pembentukan Kecamatan Tampahan, dimekarkan dari Kecematan Balige dan beribukota di Desa Gurgur Aek Raja,” beber Janter, membacakan sejarah terbentuknya Kecamatan Tampahan.

Pada kesempatan sama, Bakhtiar menyampaikan, ide pemekaran Kecamatan Tampahan lahir dari kelamnya kehidupan masa lalu. Terutama soal jarak beberapa desa di Kecamatan Tampahan yang sangat jauh ke Kantor Camat Balige, terutama Desa Meat dan Desa Tangga Batu. Tak hanya untuk urusan pemerintahan, kepedihan juga dialami anak-anak sekolah yang pada masanya harus berjalan kaki dari desa mereka ke Soposurung, Balige.

Kedua sosok guru dan siswa itu bahu-membahu bersama para kepala desa di kecamatan tersebut pada periode 2003-2008, ditambah dukungan para tokoh masyarakat, perantau, dan warga lainnya, Kecamatan Tampahan akhirnya lahir.

Sementara Bupati Toba Poltak Sitorus, yang hadir bersama beberapa kepala dinasnya, plus Anggota DPRD Robinson Tampubolon, dan Forkopimcam, diundang berdiri di tengah lapangan, di hadapan ratusan masyarakat, Poltak mewakili rombongan itu, menyampaikan ucapan selamat atas hari jadi ke-17 Kecamatan Tampahan. Tidak hanya ucapan selamat, Poltak juga menyambut permintaan Bakhtiar yang meminta agar pemerintah memberi perhatian serius untuk pembangunan Kecamatan Tampahan.

“Kita sepakat, ini akan menjadi prioritas. Terlebih saat ini yang menjadi super prioritas kita adalah pariwisata. Maka Tampahan menjadi prioritas kita,” jelasnya.

Meski begitu, Poltak berharap, agar ke depan tempat pemakaman umum bisa tersedia di Kecamatan Tampahan, dan tugu atau makam yang berdiri kokoh di beberapa spot wisata, bisa disatukan dalam satu tempat. “Kalau ini jadi, saya yakin wisawatan akan berjubel datang ke sini, membawa harta kekayaan bangsa-bangsa. Sedangkan Raja dan Ratu Belanda sudah pernah datang ke sini, apalagi rakyatnya,” harapnya.

Usai penyampaikan sambutan, acara perayaan kemudian dilanjutkan dengan meniup lilin dan pelepasan balon ke udara. Acara kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan tortor massal oleh para pelajar SD.

Sebelum meninggalkan lokasi, Bupati Toba bersama istri dan rombongan, menyempatkan diri mengunjungi stand setiap desa yang menyajikan berbagai hasil UMKM, pertanian, dan kerajinan tangan. Usai makan siang, acara kemudian dilanjutkan dengan defile dari masing-masing desa dan acara hiburan. (mag-10/saz)

TOBA, SUMUTPOS.CO – Sebelum membacakan sejarah singkat terbentuknya Kecamatan Tampahan di Kabupaten Toba, Janter Simanjuntak, mantan Kepala Desa Lintong Nihuta, periode 2003-2011, sedikit bercerita tentang awal mula lahirnya Kecamatan Tampahan.

Dari atas panggung pada Perayaan HUT ke-17 Kecamatan Tampahan, yang digelar di Bukit Singgolom, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Sabtu (9/12) lalu, Janter mengilasbalik peristiwa proses lahirnya Kecamatan Tampahan.

“Jika mengingat Tampahan, saya langsung teringat dengan 2 sosok penting, yakni Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan. Bapak Bakhtiar adalah mantan guru saya, dan Bapak Mangapul adalah teman sekelas saya. Jadi Pak Bakhtiar adalah mantan guru kami,” ungkap Janter, mengawali ceritanya, didampingi 2 sosok yang disebutkannya.

Di awal Juni 2006, kegiatan Bulan Bakti Kesehatan digelar di Desa Lintong Nihuta dihadiri oleh Bakhtiar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Toba Samosir, dan Mangapul menjabat Anggota DPRD Toba Samosir.

“Pada saat acara itu, Pak Bakhtiar berkata kepada saya, ‘Kita harus membentuk kecamatan yang baru, yakni Tampahan’. Beliau minta saya mengumpulkan kepala desa dan tokoh masyarakat,” tutur Janter.

Mengingat satu syarat pemekaran kecamatan harus minimal terdiri dari 7 desa, Janter bergerilya, menjalin komunikasi dengan desa tetangga, termasuk Desa Longat untuk memenuhi syarat 7 desa. Setelah melalui diskusi panjang dan komunikasi yang alot, Desa Longat mengundurkan diri, dengan alasan mereka masih terikat peradatan dengan Desa Hinalang. Tak menyerah, mereka terus bergerilya dan berupaya melobi Desa Sibodiala agar bersedia bergabung, namun Sibodiala menolak, karena letak mereka berada di wilayah marga Silalahi.

Dengan harapan kosong, Janter dan kawan-kawan menyampaikan laporan itu kepada Bakhtiar dan Mangapul. Dengan tegas, keduanya berkata, ‘Jangan mundur, masih ada opsi lain’. Opsi lain yang disebut adalah jumlah penduduk harus minimal 3.000 jiwa. Namun setelah ditelusuri, opsi ini juga tidak berhasil, karena jumlah penduduk calon Kecamatan Tampahan saat itu tidak sampai 3.000 jiwa.

“Tapi dalam waktu singkat, jumlah penduduk itu bisa dipenuhi, karena perpindahan penduduk,” lanjut Janter.

Setelah opsi itu terpenuhi, kendala lain nyaris menghambat pembentukan Kecamatan Tampahan. Perdebatan antardesa untuk menentukan ibukota kecamatan, tidak dapat dihindarkan, antara Desa Gurgur Aek Raja dan Desa Lintong Nihuta. Terlebih saat itu Desa Lintong Nihuta telah lebih dulu menyerahkan surat tanah. Namun setelah melalui berbagai diskusi panjang dan negosiasi, akhirnya terjadi kesepakatan, ibukota kecamatan berada di Desa Gurgur Aek Raja. Namun camat pertama harus berasal dari Desa Lintong Nihuta.

Selain soal negosiasi yang alot, pembentukan Kecamatan ini juga nyaris gagal, karena persoalan dana. Beruntung seorang dermawan bersedia bergabung, yakni Daulat Simanjuntak, beliau pensiunan ASN dari Pulau Sulawesi. Kerja sama para panitia ini berjalan baik, ditambah dengan dukungan penuh dari Bakhtiar dan Mangapul, yang mendukung dan mendorong sekuat tenaga dari lembaga legislatif.

“Pada 9 Desember 2006, Tampahan dimekarkan dari Kecamatan Balige, sesuai dengan Perda Nomor 17 Tahun 2006, tentang Pembentukan Kecamatan Tampahan, dimekarkan dari Kecematan Balige dan beribukota di Desa Gurgur Aek Raja,” beber Janter, membacakan sejarah terbentuknya Kecamatan Tampahan.

Pada kesempatan sama, Bakhtiar menyampaikan, ide pemekaran Kecamatan Tampahan lahir dari kelamnya kehidupan masa lalu. Terutama soal jarak beberapa desa di Kecamatan Tampahan yang sangat jauh ke Kantor Camat Balige, terutama Desa Meat dan Desa Tangga Batu. Tak hanya untuk urusan pemerintahan, kepedihan juga dialami anak-anak sekolah yang pada masanya harus berjalan kaki dari desa mereka ke Soposurung, Balige.

Kedua sosok guru dan siswa itu bahu-membahu bersama para kepala desa di kecamatan tersebut pada periode 2003-2008, ditambah dukungan para tokoh masyarakat, perantau, dan warga lainnya, Kecamatan Tampahan akhirnya lahir.

Sementara Bupati Toba Poltak Sitorus, yang hadir bersama beberapa kepala dinasnya, plus Anggota DPRD Robinson Tampubolon, dan Forkopimcam, diundang berdiri di tengah lapangan, di hadapan ratusan masyarakat, Poltak mewakili rombongan itu, menyampaikan ucapan selamat atas hari jadi ke-17 Kecamatan Tampahan. Tidak hanya ucapan selamat, Poltak juga menyambut permintaan Bakhtiar yang meminta agar pemerintah memberi perhatian serius untuk pembangunan Kecamatan Tampahan.

“Kita sepakat, ini akan menjadi prioritas. Terlebih saat ini yang menjadi super prioritas kita adalah pariwisata. Maka Tampahan menjadi prioritas kita,” jelasnya.

Meski begitu, Poltak berharap, agar ke depan tempat pemakaman umum bisa tersedia di Kecamatan Tampahan, dan tugu atau makam yang berdiri kokoh di beberapa spot wisata, bisa disatukan dalam satu tempat. “Kalau ini jadi, saya yakin wisawatan akan berjubel datang ke sini, membawa harta kekayaan bangsa-bangsa. Sedangkan Raja dan Ratu Belanda sudah pernah datang ke sini, apalagi rakyatnya,” harapnya.

Usai penyampaikan sambutan, acara perayaan kemudian dilanjutkan dengan meniup lilin dan pelepasan balon ke udara. Acara kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan tortor massal oleh para pelajar SD.

Sebelum meninggalkan lokasi, Bupati Toba bersama istri dan rombongan, menyempatkan diri mengunjungi stand setiap desa yang menyajikan berbagai hasil UMKM, pertanian, dan kerajinan tangan. Usai makan siang, acara kemudian dilanjutkan dengan defile dari masing-masing desa dan acara hiburan. (mag-10/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/