25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pemerhati Pendidikan Minta Sekolah Hentikan Pungutan SPP

Ilustrasi
Ilustrasi

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Pemerhati Pendidikan, Roy Simamora dan Lambok Situmeang, secara terpisah meminta Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan status negeri di wilayah Humbang Hasundutan menghentikan pungutan uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang dibebani ke siswa, karena hal tersebut melanggar aturan.

Roy Simamora mengatakan, secara aturan pihak sekolah dilarang memungut biaya kepada siswa dalam bentuk apapun. Hal tersebut ditegaskanya, melihat adanya pungutan SPP di sekolah SMA 1 Dolok Sanggul dan SMA 1 Parlilitan.

“Dengan adanya penetapan angka nominal untuk setiap siswa yang bersifat wajib dan rutin setiap bulannya dapat diartikan dana tersebut adalah pungutan. Sementara, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud nomor 75 tahun 2016) tentang komite sekolah mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan oleh komite sekolah,” ujarnya.

Dijelaskannya, Permendikbud nomor 75 tahun 2016 pasal 12 ayat B komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya.

Sementara, di pasal 10 ayat (2) komite sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan atau sumbangan bukan pungutan. Kemudian, bantuan atau sumbangan memiliki arti berupa pemberian sesuatu berupa uang barang maupun waktu dan sifanya tidak dipatok, temporer, sukarela dan fakultatif

“ Jelas di Permendikbud nomor 75 batas-batas penggalangan dana yaitu berazaskan gotong royong. Artinya, sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan daan berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan dengan tidak mengikat dan bukan pungutan,” tegas Roy, Jumat ( 14/2).

Roy menjelaskan, kalaupun ada kesepakatan sekolah, komite dan orangtua siswa untuk menanggulangi kekurangan sekolah, perlu mencari solusi yang lain. Misalnya, sebutnya, dana CSR dari perusahaan.

“ Jadi jika ada namanya disebut pungutan, itu sama saja namanya pungli dan sudah masuk ke praktik tindak pidana korupsi,” bebernya.

Untuk itu, dia berharap, agar sekolah yang sudah sempat memungut uang dengan dalih bentuk sumbangan pembinaan pendidikan untuk segera dikembalikan kepada orangtua siswa. “Tidak ada alasan karena kesepakatan komite sekolah ke orangtua siswa, karena itu sudah melanggar aturan. Sementara dana BOS sudah ada, yang ada itu dipergunakan sebaik mungkin,” imbuhnya.

Ketua Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) setempat, Lambok Situmeang meminta kepada pihak sekolah yang sudah menerima dalam bentuk uang sumbangan pembinaan pendidikan untuk segera dikembalikan kepada siswa. Pasalnya, hal itu memberatkan orangtua, walaupun hanya Rp25 ribu persiswa, selain melanggar aturan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah.

“Dana BOS kan sudah ada, itu saja dipergunakan sebaik mungkin. Jangan memungut biaya dengan dalih banyaknya masalah disekolah, padahal jelas melanggar aturan,” sebutnya.

Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lain oleh komite sekolah dilakukan dalam bentuk bantuan atau sumbangan sukarela. Dengan kata lain, bukan dalam bentuk pungutuan melalui keputusan komite sekolah. Dan keseluruhan prosesnya juga dipertanggungjawabkan secara transparan. “Jadi jelas pungutan uang SPP ini mengikat, padahal Permendikbud 75 batas-batas meminta sumbangan sudah ada,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, ada dua Sekolah Menengah Atas (SMA) didaerah Kabupaten Humbang Hasundutan melakukan pungutan kepada siswa berupa uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Kedua sekolah itu, SMA Negeri 1 Dolok Sanggul dan SMA Negeri 1 Parlilitan.

Kedua sekolah ini memungut biaya uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dengan jumlah yang sama sebesar Rp 25 ribu. Adapun tujuannya, seperti SMA Negeri 1 Dolok Sanggul, uang sosial, kegiatan ekstra yang tidak ditampung didana BOS dan penggajian guru honorer yang tidak ada surat penugasan dari Provinsi.

Sama halnya juga SMA Negeri 1 Parlilitan, yaitu, pendanaan kegiatan hari besar dan pembayaran gaji guru honor yang tidak memiliki penugasan dari Provinsi. Namun, SMA Negeri 1 Parlilitan menerapkan kutipan uang SPP mengambil acuan dari Peraturan Pemerintah bernomor 48 tahun tentang pendanaan pendidikan atas keterlibatan orangtua siswa. (des/ram)

Ilustrasi
Ilustrasi

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Pemerhati Pendidikan, Roy Simamora dan Lambok Situmeang, secara terpisah meminta Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan status negeri di wilayah Humbang Hasundutan menghentikan pungutan uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang dibebani ke siswa, karena hal tersebut melanggar aturan.

Roy Simamora mengatakan, secara aturan pihak sekolah dilarang memungut biaya kepada siswa dalam bentuk apapun. Hal tersebut ditegaskanya, melihat adanya pungutan SPP di sekolah SMA 1 Dolok Sanggul dan SMA 1 Parlilitan.

“Dengan adanya penetapan angka nominal untuk setiap siswa yang bersifat wajib dan rutin setiap bulannya dapat diartikan dana tersebut adalah pungutan. Sementara, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud nomor 75 tahun 2016) tentang komite sekolah mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan oleh komite sekolah,” ujarnya.

Dijelaskannya, Permendikbud nomor 75 tahun 2016 pasal 12 ayat B komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya.

Sementara, di pasal 10 ayat (2) komite sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan atau sumbangan bukan pungutan. Kemudian, bantuan atau sumbangan memiliki arti berupa pemberian sesuatu berupa uang barang maupun waktu dan sifanya tidak dipatok, temporer, sukarela dan fakultatif

“ Jelas di Permendikbud nomor 75 batas-batas penggalangan dana yaitu berazaskan gotong royong. Artinya, sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan daan berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan dengan tidak mengikat dan bukan pungutan,” tegas Roy, Jumat ( 14/2).

Roy menjelaskan, kalaupun ada kesepakatan sekolah, komite dan orangtua siswa untuk menanggulangi kekurangan sekolah, perlu mencari solusi yang lain. Misalnya, sebutnya, dana CSR dari perusahaan.

“ Jadi jika ada namanya disebut pungutan, itu sama saja namanya pungli dan sudah masuk ke praktik tindak pidana korupsi,” bebernya.

Untuk itu, dia berharap, agar sekolah yang sudah sempat memungut uang dengan dalih bentuk sumbangan pembinaan pendidikan untuk segera dikembalikan kepada orangtua siswa. “Tidak ada alasan karena kesepakatan komite sekolah ke orangtua siswa, karena itu sudah melanggar aturan. Sementara dana BOS sudah ada, yang ada itu dipergunakan sebaik mungkin,” imbuhnya.

Ketua Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) setempat, Lambok Situmeang meminta kepada pihak sekolah yang sudah menerima dalam bentuk uang sumbangan pembinaan pendidikan untuk segera dikembalikan kepada siswa. Pasalnya, hal itu memberatkan orangtua, walaupun hanya Rp25 ribu persiswa, selain melanggar aturan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah.

“Dana BOS kan sudah ada, itu saja dipergunakan sebaik mungkin. Jangan memungut biaya dengan dalih banyaknya masalah disekolah, padahal jelas melanggar aturan,” sebutnya.

Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lain oleh komite sekolah dilakukan dalam bentuk bantuan atau sumbangan sukarela. Dengan kata lain, bukan dalam bentuk pungutuan melalui keputusan komite sekolah. Dan keseluruhan prosesnya juga dipertanggungjawabkan secara transparan. “Jadi jelas pungutan uang SPP ini mengikat, padahal Permendikbud 75 batas-batas meminta sumbangan sudah ada,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, ada dua Sekolah Menengah Atas (SMA) didaerah Kabupaten Humbang Hasundutan melakukan pungutan kepada siswa berupa uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Kedua sekolah itu, SMA Negeri 1 Dolok Sanggul dan SMA Negeri 1 Parlilitan.

Kedua sekolah ini memungut biaya uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dengan jumlah yang sama sebesar Rp 25 ribu. Adapun tujuannya, seperti SMA Negeri 1 Dolok Sanggul, uang sosial, kegiatan ekstra yang tidak ditampung didana BOS dan penggajian guru honorer yang tidak ada surat penugasan dari Provinsi.

Sama halnya juga SMA Negeri 1 Parlilitan, yaitu, pendanaan kegiatan hari besar dan pembayaran gaji guru honor yang tidak memiliki penugasan dari Provinsi. Namun, SMA Negeri 1 Parlilitan menerapkan kutipan uang SPP mengambil acuan dari Peraturan Pemerintah bernomor 48 tahun tentang pendanaan pendidikan atas keterlibatan orangtua siswa. (des/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/