25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Warga Ajibata Datangi Poldasu

UNJUKRASA: Puluhan warga Desa Jambur Pardomuan, menggelar unjukrasa di Mapoldasu, Selasa (14/8).(foto: Agusman/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Laporan tidak ditanggapi, puluhan warga Desa Jambur Pardamouan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa mendatangi Polda Sumut.

Kedatangan warga ini untuk meminta keadilan kepada Propam Polda Sumut, terkait laporan mereka pada 2017 silam yang tertuang dalam surat laporan Nomor: LP/110/V/2017/SU/TBS tidak ditanggapi oleh penyidik Polres Tobasa.

“Kedatangan kami juga untuk meminta Polda Sumut agar menangkap kelompok yang mengatasnamakan Popoaran Pande Na Bolon karena sudah mengklaim tanah mereka di Desa Jambur Pardamouan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, sebagai tanah mereka,” ungkap kuasa hukum Supralika Kemitraan, Donsisko Perangin-angin kepada wartawan, Selasa (14/8).

Donsisko mengaku, pihak Pande Na Bolon dan masyarakat sudah pernah mau melakukan mediasi, namun gagal. Sebab, pihak Pande Na Bolon melaporkan masyarakat melakukan pengrusakan dan berujung 8 orang masyarakat divonis di Pengadilan Negeri Balige.

Setelah itu, lanjut Donsisko, pada 18 Mei 2018, satu masyarakat yang diketahui bernama Roganda Manik melaporkan peristiwa pengrusakan yang dilakukan oleh pihak Panda Na Bolon ke Polsek Lumban Julu.

“Di situ pihak saksi pelapor sudah diperiksa. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait laporan tersebut dari pihak penyidik Polres Tobasa,” jelasnya.

Menurut Donsisko, jelas terlihat jika pihak penyidik di Polres Tobasa dan Polsek Lumban Julu tidak melaksanakan tugas penegakan hukum secara profesional, dan transparan. “Seharusnya setiap laporan yang disampaikan masyarakat harus diproses dengan baik sebagaimana aturan yang ada,” ujarnya.

Terkait tanah yang diklaim oleh kelompok Panda Na Bolon, Donsisko mengatakan luasnya sebesar 60 hektare. Padahal awalnya, sambung dia, para leluhur sepakat untuk membagi rata tanah tersebut kepada masyarakat seputar Ajibata.

Untuk itu, tutur dia, seharusnya penyidik berkewajiban memberitahukan kepada pelapor Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) paling lama seminggu sejak diterima laporan berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

 

“Namun semua laporan itu tidak diketahui perkembangannya. Itu yang kami sesalkan. Makanya kita mendatangi Polda Sumut bagian propam,” pungkasnya.

Sementara itu, salah seorang warga, Marolop Gurning mengaku sebenarnya lahan tanah kampung yang di klaim satu kelompok keluarga merupakan tanah nenek moyang mereka. “Itu tanah nenek moyang kami, enak saja mereka mengklaim,” katanya.

Karenaya, ia berharap agar pihak kepolisian bertindak netral dan mengayomi masyarakat. Karena, sambung Gurning, pada Tahun 1972 semua masyarakat setuju untuk mengelola lahan tersebut dan ada kesepakatan. “Surat tanah itu pun ada sama kami,” ujarnya.

Terpisah, Pelaksana Harian Kabid Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan membenarkan ada sekelompok masyarakat yang demo karena lahan mereka diserobot kelompok warga.

“Kita akan pelajari dulu kasusnya, dan setelah itu akan kami ambil tindakan,” pungkasnya. (man/han)

 

Foto: puluhan warga Desa Jambur Pardamouan, menggelar unjukrasa di Mapoldasu, Selasa (14/8).

 

UNJUKRASA: Puluhan warga Desa Jambur Pardomuan, menggelar unjukrasa di Mapoldasu, Selasa (14/8).(foto: Agusman/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Laporan tidak ditanggapi, puluhan warga Desa Jambur Pardamouan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa mendatangi Polda Sumut.

Kedatangan warga ini untuk meminta keadilan kepada Propam Polda Sumut, terkait laporan mereka pada 2017 silam yang tertuang dalam surat laporan Nomor: LP/110/V/2017/SU/TBS tidak ditanggapi oleh penyidik Polres Tobasa.

“Kedatangan kami juga untuk meminta Polda Sumut agar menangkap kelompok yang mengatasnamakan Popoaran Pande Na Bolon karena sudah mengklaim tanah mereka di Desa Jambur Pardamouan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, sebagai tanah mereka,” ungkap kuasa hukum Supralika Kemitraan, Donsisko Perangin-angin kepada wartawan, Selasa (14/8).

Donsisko mengaku, pihak Pande Na Bolon dan masyarakat sudah pernah mau melakukan mediasi, namun gagal. Sebab, pihak Pande Na Bolon melaporkan masyarakat melakukan pengrusakan dan berujung 8 orang masyarakat divonis di Pengadilan Negeri Balige.

Setelah itu, lanjut Donsisko, pada 18 Mei 2018, satu masyarakat yang diketahui bernama Roganda Manik melaporkan peristiwa pengrusakan yang dilakukan oleh pihak Panda Na Bolon ke Polsek Lumban Julu.

“Di situ pihak saksi pelapor sudah diperiksa. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait laporan tersebut dari pihak penyidik Polres Tobasa,” jelasnya.

Menurut Donsisko, jelas terlihat jika pihak penyidik di Polres Tobasa dan Polsek Lumban Julu tidak melaksanakan tugas penegakan hukum secara profesional, dan transparan. “Seharusnya setiap laporan yang disampaikan masyarakat harus diproses dengan baik sebagaimana aturan yang ada,” ujarnya.

Terkait tanah yang diklaim oleh kelompok Panda Na Bolon, Donsisko mengatakan luasnya sebesar 60 hektare. Padahal awalnya, sambung dia, para leluhur sepakat untuk membagi rata tanah tersebut kepada masyarakat seputar Ajibata.

Untuk itu, tutur dia, seharusnya penyidik berkewajiban memberitahukan kepada pelapor Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) paling lama seminggu sejak diterima laporan berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

 

“Namun semua laporan itu tidak diketahui perkembangannya. Itu yang kami sesalkan. Makanya kita mendatangi Polda Sumut bagian propam,” pungkasnya.

Sementara itu, salah seorang warga, Marolop Gurning mengaku sebenarnya lahan tanah kampung yang di klaim satu kelompok keluarga merupakan tanah nenek moyang mereka. “Itu tanah nenek moyang kami, enak saja mereka mengklaim,” katanya.

Karenaya, ia berharap agar pihak kepolisian bertindak netral dan mengayomi masyarakat. Karena, sambung Gurning, pada Tahun 1972 semua masyarakat setuju untuk mengelola lahan tersebut dan ada kesepakatan. “Surat tanah itu pun ada sama kami,” ujarnya.

Terpisah, Pelaksana Harian Kabid Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan membenarkan ada sekelompok masyarakat yang demo karena lahan mereka diserobot kelompok warga.

“Kita akan pelajari dulu kasusnya, dan setelah itu akan kami ambil tindakan,” pungkasnya. (man/han)

 

Foto: puluhan warga Desa Jambur Pardamouan, menggelar unjukrasa di Mapoldasu, Selasa (14/8).

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/