Site icon SumutPos

Cipta Sepekan Tak Masuk Berkantor

Foto: Teddy Akbari/Sumut Pos
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai menggeledah tujuh ruang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djoelham di Jalan Sultan Hasanuddin, Binjai Kota, Rabu (8/11) pagi.

SUMUTPOS.CO – Usai ditetap sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djoelham, Cipta Depari sudah dua kali mangkir dari pempanggilan penyidik oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai. Dia pun saat ini masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Binjai.

Amatan wartawan koran ini, kantornya yang berada di Jalan Cut Nyak Dien Kelurahan Tanahtinggi Binjai Timur terpantau tanpa aktivitas, Selasa (14/11) pagi. Belasan ASN terlihat melakukan fingerprint saat mendatangi kantor sekitar pukul 09.30 WIB. Setelah itu kembali ke luar.

“Kami memang kerjanya banyak ke luar untuk sosialisasi. Meski begitu kami tetap harus mengabsem juga (fingerin),” kata seorang ASN berhijab.

Informasi diperoleh, Cipta warga Jalan Pangeran Diponegoro Gang Cipto Kelurahan Rambungdalam Binjai Selatan itu disebut tak pernah masuk kantor dalam sepekan belakangan terakhir. Usai ditetapkan satu dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi alkes yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012 senilai Rp14 miliar itu kini, Cipta sepertinya dinonjobkan dari tugas. Peran Cipta dalam proyek alkes yang merugikan negara Rp3,5 miliar itu, sebagai Unit Layanan Pengadaan (ULP) RSUD Djoelham.

Menurut Kasubbag Tata Usaha Dinas PPKB Kota Binjai, Horlean, Cipta merupakan stafnya sudah menjadi bawahannya sejak setahun yang lalu. “Dari Adminisnistrasi Program Sekretariat Kota Binjai, Pak Cipta ke sini. Sekitar satu tahun sudah,” ujarnya.

Dia mengaku, tidak paham betul mengenai kasus yang menetapkan Cipta sebagai tersangka. Bahkan, dia pun tak tahu jika stafnya itu menjadi tersangka.

Dia juga mengamini, Cipta sudah terlihat jarang berkantor sejak ditetapkan tersangka pada 6 November 2011. “Semalam tidak terlihat di kantor. Kalau minggu lalu, saya sempat lihat,” katanya dari sambungan telepon.

Horlean menambahkan, Cipta tanpa informasi tak masuk ke kantor. Artinya, tanpa alasan yang jelas. Surat pemberitahuan pun tidak ada dibuat oleh Cipta ke Dinas PPKB menyangkut ketidakhadirannya. “Enggak ada pemberitahuan. Baik surat maupun lisan,” sebutnya.

Sementara, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Binjai belum menerima tembusan dari Dinas PPKB menyoal tak berkantornya Cipta sepekan ini. Artinya, surat tembusan tentang teguran Cipta dari Dinas PPKB belum ada mendarat ke BKD Binjai.

“Menyangkut masalah Cipta Depari. Saya pun mendengar itu melalui koran. Surat tembusan dari dinas belum ada. Masih dengar berita dari koran,” ujar Amir Hamzah, Kepala BKD Kota Binjai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin PNS (ASN), inti dari aturan itu, tentang pendelegasian wewenang penjatuhan hukum disiplin tingkat ringan dan sedang yang diberikan kepada pucuk pimpinannya.

“Sementara pada hukuman tingkat berat, itu ada timnya yang terdirikan dari Ketua Sekda, anggota inspektorat, BKD, Asisten 3, Kesbang dan Kabag Hukum,” tambah Amir.

Sangsi berat itu berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai ASN. Dan itu bukan permintaan sendiri. Selain dicopot, sangsi berat itu berupa penurunan pangkat 1 tingkat lebih rendah selama 3 tahun.

Terkait dengan Cipta, Amir melanjutkan, Pemko Binjai masih menunggu proses hukum inkrah.

Soal Cipta tidak masuk selama 7 hari ini, kata Amir, penjatuhan sanksi itu berupa hukuman disiplin tingkat ringan.

Berdasarkan PP 53/2010, Amir bilang, kewenangan penjatuhan hukuman disiplin sejatinya dilakukan oleh drg Lilik Rosdewati.? Sementara BKD hanya menerima surat tembusan dari Dinas PPKB Kota Binjai.

“Sampai hari ini (kemarin), belum ada pemberitahuan (surat tembusan) menyangkut masalah hukuman disiplin terhadap saudara Cipta,” ujarnya.

Disinggung Lilik seperti melindungi bawahannya karena tidak memberikan sanksi disiplin, Amir enggan menanggapinya. Namun yang pasti, seorang pimpinan tentu tidak akan melindungi bawahannya yang bersalah. Apalagi, tersandung kasus korupsi.

“Biar saya luruskan sedikit. Surat teguran itu diberikan pada 5 hari (pertama) tidak masuk kerja. Itu juga ada prosesnya. Bakal dipanggil juga dulu yang bersangkutan untuk dimintai keterangan. Lalu ada berita acaranya yang kemudian dijatuhi hukum. tingkat ringan,” sambung Hasan Basri, Kasi Pembinaan BKD Binjai yang mendampingi Amir ketika diwawancarai wartawan.

Hasan menyebutkan jika yang bersangkutan berlanjut mengulangi kesalahannya hingga 10 hari, teguran tertulis kembali dilayangkan. Lalu pada 11 hari sampai 15 hari, sangsi ringan kembali diberikan.

“Seharusnya pimpinan memberikan teguran. Karena wewenangnya juga berdasarkan PP itu, diberikan kepada Kepala SKPD tersebut. BKD juga bagian dari SKPD?,” tambah Amir.

Amir menyebutkan, mengacu kepada UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN dan PP No 11/2017 disebutkan seorang pegawai yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, yang bersangkutan diberhentikan sementara dari ASN. Makan dari itu satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus mengajukan surat tentang yang bersangkutan kepada wali kota.

“Kalau sudah berkekuatan hukum tetap dinyatakan bersalah, dilihat lagi berencana atau tidak. Hukuman dua tahun penjara berdasarkan pertimbangan juga dapat diberhentikan. Berencana ini dimaksud punya niat di hatinya untuk melakukan hal itu,” tukasnya.

Perlu diketahui, selain ASN, Cipta menyambi sebagai dosen di Universitas Tunas Pelita Binjai.

Cipta ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya. Masing-masing, mantan Direktur Utama RSUD Djoelham Kota Binjai Mahim Siregar, Suriyana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Suhadi Winata sebagai Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, Budi Asmono sebagai Kepala Cabang Kimia Farma Medan tahun 2012, Teddy sebagai Direktur PT Mesarinda Abadi serta Feronica sebagai Direktur PT Petan Daya Medica. Terhadap mereka belum ditahan pascaditetapkan tersangka oleh penyidik pada 6 November 2017 lalu. (ted/azw)

 

 

 

Exit mobile version