MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peraturan Gubernur (Pergub) Sumatera Utara (Sumut) Nomor 188/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Pencemaran di Danau Toba atas keberadaan produksi ikan keramba jaring apung (KJA) sampai 2022, dibahas ulang. Atas dasar itu, saat ini diberlakukan moratorium penambahan jumlah budidaya oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumut.
Kepala Diskanla Sumut Mulyadi Simatupang mengatakan bahwa soal kebijakan pengurangan KJA di Danau Toba akan dikaji kembali. Hal tersebut karena relevansi antara dasar pertimbangan dengan penetapan pengurangan produksi ikan KJA hingga 10 ribu ton per tahun pada 2022 mendatang, menjadi pertanyaan. Sebab kajiannya hanya dari segi lingkungan.
“Itu kan masih hasil kajian dari segi lingkungan. Untuk sosial ekonominya kan belum. Ini yang jadi pertanyaan, apakah masih relevan (Pergub dimaksud),” katanya.
Sebagimana diketahui sebelumnya, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KKP) menggelar focus group discussion (FGD) pada Agustus lalu. Ada enam rekomendasi untuk dibahas Pemprov dan DPRD Sumut, sebagai bahan kajian dalam rangka mengambil keputusan yang bersifat final.
Adapun diantaranya menetapkan daya dukung perairan Danau Toba untuk budidaya perikanan KJA sebesar 45.000 hingga 65.000 ton ikan per tahun. Menyesuaikan tata letak atau zonasi budidaya perikanan KJA di Danau Toba, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81/2014, tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, serta peraturan lain yang berlaku. Sehingga mendorong dilakukannya perubahan visi Pergub sebelumnya.
“Jadi untuk pengurangan, kita masih moratorium, jangan ada dulu penambahan. Apalagi soal pengurangan ini kita harus hati-hati, mana yang lebih dulu,” sebutnya.
Menanggapi itu, Anggota Komisi B DPRD Sumut Richard Sidabutar menyarankan agar Pergub yang dikeluarkan di masa Tengku Erry Nuradi itu dicabut dulu. Sejalan dengan itu, harus ada riset melibatkan berbagai pihak dan instansi terkait. Sehingga penetapan daya dukung dan daya tampung berdasarkan berbagai pertimbangan dan kajian.
“Tetapi kita jangan abaikan soal kondisi lingkungan Danau Toba itu sendiri. Karena kita tahu, dari pusat sudah ada sebenarnya master plan melalui badan otorita Danau Toba. Sehingga kalau ini masih kontradiktif, ini bisa jadi bola liar,” jelasnya. (bal/han)