SUMUTPOS.CO – Jajanan Ciki Ngebul (Cibul) yang biasa juga disebut Es Asap atau Smooky Snack, ternyata ada juga dijual di Kota Medan, dan sejumlah daerah lainnya di Sumatera Utara. Jajanan yang mengandung nitrogen cair ini cukup diminati karena keunikannya mengeluarkan asap saat dikonsumsi. Ternyata, jajanan ini cukup membahayakan bagi kesehatan karena menggunakan nitrogen cair untuk efek asapnya.
PENGAWASAN peredaran terhadap cibul atau es asap ini terus diperketat, menyusul banyaknya anak yang jadi korban. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyerahkan tugas itu sepenuhnya kepada dinas kesehatan (Dinkes) daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anas Ma’ruf mengatakan, dalam pengawasan di lapangan, Dinkes tak akan sendiri. Ada pihak Puskesmas serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang turut menyertai. Dinkes dan BPOM juga diwajibkan memberikan edukasi dan menyampaikan Surat Edaran (SE) Kemenkes terkait Pengawasan terhadap Penggunaan Nitrogen Cair pada Produk Pangan Siap Saji ke masyarakat. Dalam aturan itu, pedagang direkomendasikan tidak menggunakan nitrogen cair untuk pangan jajanan siap saji. “Mengingat bahayanya pada yang mengonsumsi,” ujarnya, kemarin.
Seperti diketahui, nitrogen cair ini bisa mengakibatkan radang dingin dan luka bakar jika terkena kulit. Bukan hanya itu, bila dikonsumsi, dapat mengakibatkan luka lambung. Uap yang dihasilkan pun bila terus-menerus terhirup berisiko mengakibatkan sesak napas.
Edukasi tentang cibul diharapkan menyasar ke sekolah-sekolah. Sebab, yang banyak mengonsumsi cibul adalah anak-anak. Selain itu, kebanyakan pedagang berjualan di area sekitar sekolah. “Agar anak-anak tidak mengonsumsi cibul,” tegasnya.
Disinggung soal update kasus, Anas mengatakan, pelaporan terus dipantau melalui kanal yang sudah eksisting di pusat. Update kemudian akan disampaikan melalui rilis/konferensi pers Kemenkes.
Pengawasan dan pembinaan, kata Anas, dilakukan dengan mewajibkan restoran yang menggunakan nitrogen cair pada produk pangan saji untuk memberikan informasi cara konsumsi yang aman pada konsumen. Khusus bagi pedagang keliling dan pasar malam, kata dia, untuk saat ini tidak direkomendasikan menggunakan nitrogen cair pada produk pangan siap saji yang dijual. “Kepada pelaku usaha yang keliling, atau pasar malam, tidak kami rekomendasikan menggunakan nitrogen cair mengingat ada beberapa kasus yang dilaporkan akibat konsumsi chiki ngebul,” ungkap Anas.
Ia mendorong pihak terkait menjelaskan edukasi tentang fungsi, penggunaan dan bahaya yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang nitrogen cair. Kemenkes meminta seluruh fasilitas pelayanan kesehatan agar melaporkan setiap kejadian keracunan pangan yang disebabkan oleh nitrogen cair melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).
Pelaporan juga bisa melalui WhatsApp (WA) Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) di nomor 0877-7759-1097 atau email: poskoklb@yahoo.com dan ditembuskan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. “Kami terus mengamati setiap laporan dari rumah sakit dan Puskesmas, Kita juga melakukan sosialisasi. Saat ini, teman-teman daerah sudah bergerak melakukan sosialisasi terkait bahaya penggunaan nitrogen cair pada makanan,” jelas Anas.
Anas juga menuturkan, yang berbahaya dari cibul bukan penganannya, melainkan nitrogen yang digunakan. Nitrogen cair biasanya bersuhu sangat dingin. “Persoalannya, nitrogen masih dalam kondisi dingin atau cukup banyak kadar yang masuk tubuh,” katanya.
Hal itu berisiko mengakibatkan radang dingin atau cold burn. Efek lainnya adalah bergejala seperti orang keracunan. Misalnya, mual, muntah, dan sakit perut.
Makanan itu sudah tren sejak beberapa tahun lalu. Namun, baru Juli 2022 ada laporan keracunan. Anas menyatakan, satu anak dari Ponorogo dilaporkan mengalami keracunan setelah mengonsumsi cibul. Lalu, laporan lain muncul pada 19 November 2022 dari Tasikmalaya. Di sana, dilaporkan ada 23 kasus anak keracunan. Tujuh di antaranya memakan cibul. Lalu, pada 21 Desember 2022, satu anak dari Jakarta mengeluh nyeri perut setelah makan cibul. Kemarin laporan datang lagi dari Jawa Timur. Namun, belum disebutkan asal kota si anak.
Karena kejadian beruntun itu, Kemenkes mengimbau agar dilakukan pengetatan penggunaan nitrogen cair pada makanan. Imbauan itu tertuang pada Surat Edaran Nomor KL.02.02/C/90/2023. “Kami rekomendasikan tidak menggunakan nitrogen cair,” tuturnya. Dinas kesehatan di daerah diminta untuk mengawasi.
Pada bagian lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah turun tangan terkait kasus cibul itu. Selain menerbitkan surat edaran terkait pengawasan pada balai besar POM di daerah sejak 6 Januari, BPOM mengeluarkan pedoman mitigasi risiko nitrogen cair pada pangan olahan. Dalam pedoman tersebut, kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang, terdapat panduan terperinci tentang apa saja yang harus dipenuhi bagi mereka yang ingin menggunakan bahan nitrogen cair dalam pangan olahan. Mulai penyimpanan hingga aturan bagi handler/penjualnya. “Tentu pertama harus sesuai standar. Standarnya apa? Tentu harus food grade,” ujarnya.
Terkait penyimpanan, Rita mengatakan, nitrogen cair itu harus dimasukkan tabung yang baik dengan suhu 50–52 derajat Celsius. Lalu, tabung ditempatkan dalam posisi berdiri. Kemudian, terkait penjual, prasyarat yang ditetapkan adalah wajib mengikuti pelatihan khusus. Menurut dia, penjual harus punya kompetensi menangani nitrogen cair. Penjual juga wajib menggunakan alat pelindung diri (APD). Mata dan wajahnya ditutup, menggunakan sarung tangan, sepatu, hingga jas. “Kenapa? Karena dingin sekali. Kalau kita lihat titik didihnya -195, sementara titik beku -210. Jadi, sangat dingin. Harus pakai APD,” paparnya.
Bukan hanya itu, penjual diamanatkan untuk memberikan peringatan kepada konsumen. Isinya soal ketentuan jaga jarak hingga tak boleh dikonsumsi dalam kondisi sangat dingin. Rita menegaskan, sebelum dikonsumsi, nitrogen cair harus hilang dari makanan. Sebab, jika tertelan, lambung bisa terluka. “Bagaimana mengetahui dia sudah tidak ada? Dia tidak boleh ada asapnya. Jadi, harus didiamkan dulu. Tidak boleh langsung dikonsumsi,” ungkapnya.
Dia juga menyarankan, konsumen yang kebanyakan anak-anak wajib didampingi orang tua ketika mengonsumsi jajanan viral tersebut. “Harus tahu juga cairannya tidak boleh dikonsumsi. Karena cairannya itu mengandung gas yang tinggi sekali tekanannya. Dan itu sangat berbahaya,” sambungnya.
Dengan pedoman itu, diharapkan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dapat menyampaikan kepada penjual. Di samping itu, BPOM akan tetap melakukan pengawasan dan edukasi terkait penggunaan nitrogen cair pada proses olahan pangan tersebut.
Di Kota Medan, Badan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) telah menurunkan petugasnya ke lapangan melakukan pengecekan. Kepala BBPOM di Medan Martin Suhendri kepada wartawan mengatakan, setidaknya ada empat atau lima lokasi pasar malam yang sudah mereka datangi, namun belum menemukan kasus chiki ngebul yang menyebabkan keracunan.”Salah satunya kami dijumpai di MMTC Pancing. Sudah didata dan sudah diberikan pengarahan supaya nitrogennya adalah yang food grade,” kata Martin Suhendri kepada wartawan.
Martin mengimbau pelaku usaha untuk memastikan bahan makanan mereka menggunakan nitrogen food grade yang merupakan nitrogen dikhususkan untuk makanan, sehingga aman dikonsumsi.Untuk memastikannya, sambung dia, ada tulisan di tabung nitrogen tersebut yang menerangkan food grade. “Jadi masyarakat agar teliti dan peduli untuk bertanya kepada pelaku usaha sumber nitrogen tersebut. Kalau nitrogennya food grade silahkan dibeli. Tapi kalau tidak, nggak usah dibeli, demikian,” tegasnya.
Meski begitu, Martin menyebutkan, jika pihaknya saat ini tengah mengusulkan ke Dinas Kesehatan untuk berkoordinasi terkait ini. Begitu juga, tambahnya, BBPOM telah mengirimkan perihal sosialisasi lebih lanjut tentang keamanan produk pangan.”Memang sebenarnya untuk makanan siap saji ini yang berwenang di dinas kesehatan. Namun BPOM tidak mungkin bisa lepas tangan begitu saja,” pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar meminta seluruh kementerian/lembaga terkait tak menganggap enteng kasus cibul. Apalagi, sudah ada korban anak-anak. “Kami sudah menginformasikan juga dengan kementerian teknis, dalam hal ini Kemenkes,” ujarnya.
Dalam rumus perlindungan anak, kata dia, penetapan kejadian luar biasa (KLB) yang dilakukan oleh Kemenkes harus dibarengi dengan penanganan sesuai dengan UU 35/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak. Di antaranya, akses pelayanan kesehatan serta jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. “Ada tahapan yang harus dilakukan. Karena kalau sudah bagian dari KLB, maka di rumus perlindungan anak, KLB itu masuk dalam anak dalam situasi darurat,” tegasnya.
Nahar juga mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ikut ambil bagian. Sebab, kebanyakan kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan. Harus ada edukasi ke satuan pendidikan dan para penjual di sekitarnya. “Karena satu masalah itu tidak tunggal penanganannya. Jadi, harus diwaspadai pula oleh yang punya kuasa di satuan pendidikan,” pungkasnya. (mia/c17/oni/jpg/adz)