LABURA, SUMUTPOS.CO – Kepala Biro (Kabiro) Perencanaan dan Anggaran pada Setjen Kemenkes RI, Bayu Teja Muliawan menjadi saksi dalam kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) P-APBN Pemkab Labuhanbatu Utara (Labura) tahun 2017-2018. Ia mengungkap, jika usulan pembangunan RSUD Aek Kanopan, tidak bisa ditampung dalam DAK APBN tahun 2017, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (15/2).
Bayu mengatakan, saat di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Irgan Chairul Mahfiz dan menanyakan tentang apa penyebab usulan terdakwa selaku bupati terhadap pembangunan RSUD Aek Kanopan Kabupaten Labura tidak disetujui pada DAK APBN TA 2017.
“Waktu itu tidak ada bahasa Irgan untuk minta tolong agar usulan Bupati Labura bisa di Acc pada DAK APBN,” ujar-nya menjawab pertanyaan ketua tim JPU KPK, Budhi S.
Usai RDP dengan Komisi IX DPR RI lanjutnya, saksi kemudian mempertanyakan kepada salah seorang stafnya, Ahza Jaya alias Acok. Intinya, hasil rakor dengan instansi terkait pada Desember 2017. “Permohonan pembangunan RSUD Aek Kanopan tidak bisa disetujui karena DAK tidak mengakomodir pembangunan rumah sakit baru. Kecuali meneruskan pembangunan aset daerah yang mangkrak,” katanya.
Namun setahu bagaimana, pembangunan RSUD Aek Kanopan dimasukkan dalam DAK APBN TA 2018 menyusul adanya Surat Irjen Kes bahwa aset daerah yang pembangunannya mangkrak, boleh ditampung pada DAK bidang Kesehatan tergolong mendesak sebesar Rp30 miliar.
Hal senada juga diungkapkan stafnya, Ahza Jaya alias Acok. Masalahnya, kata dia, karena tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis). “Usulan Bupati (Kharruddin Syah) melalui e-budgeting Bappenas di TA 2017 untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan, tidak bisa disetuji karena tidak sesuai juknis yakni pembangunan rumah sakit baru,” bebernya.
Dia membenarkan bahwa anggota DPR RI dari Komisi IX Irgan Chairul, ada meminta agar usulan pembangunan rumah sakit tersebut mendapatkan atensi. Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim yang diketua Mian Munte menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda keterangan saksi selanjutnya.
Diketahui, Khairuddin Syah Sitorus selaku Bupati Labura membagi peruntukan DAK Bidang Kesehatan (Prioritas Daerah) sebesar Rp49 miliar menjadi dua bagian yakni pelayanan kesehatan dasar Rp19 miliar dan pembangunan RSUD Aek Kanopan sebesar Rp30 miliar, namun belum disetujui oleh Kemenkes RI agar ditampung dalam DAK apbn-perubahan TA 2017 dan 2018.
Terdakwa Kharuddin Syah pun memerintahkan Agusman Sinaga, selaku Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labura untuk meminta bantuan Yaya Purnomo (pejabat Kemenkeu RI) guna menyelesaikan kendala tersebut. Yaya kemudian meminta Wabendum PPP 2016-2019 Puji Suhartono, rekan kuliahnya saat program doktoral, untuk membantu pembahasan di Desk Kementerian Kesehatan untuk Kabupaten Labura.
Puji kemudian meminta Irgan, yang ada di Komisi yang bermitra dengan Kementerian Kesehatan, untuk mengupayakan adanya desk pembahasan RKA DAK Bidang Kesehatan Kabupaten Labura. Setelah terealisasi, Puji meminta Yaya agar Agusman mentransfer uang ke rekening Irgan yang diketahui digunakan untuk pembelian oleh-oleh umroh. Agusman kemudian memerintahkan Aan Arya Panjaitan melakukan transfer uang sejumlah Rp20 juta ke rekening atas nama ICM, pada 4 Maret 2018.
Pada 2 April 2018, terjadi penyerahan uang kembali sebesar Rp80 juta ke rekening Irgan. Total uang yang ditransfer ke Irgan sejumlah Rp100 juta. Agusman juga melakukan setoran tunai uang sejumlah Rp400 juta yang berasal dari Khairuddin ke rekening Toko Emas di bilangan Jakarta Pusat pada 9 April 2018 untuk kepentingan Yaya dan Rp100 juta di antaranya ditransfer ke rekening atas nama Puji Suhartono sebagai fee. (man)