31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Labuhan Batu Nol Persen

Tabel Realisasi IMR

Pro kontra pemberian vaksin Measles Rubella (MR) kepada anak-anak di Sumatera Utara, membuat target program ini tidak bisa berjalan sesuai rencana. Buktinya, hingga saat ini realiasi pemberian vaksin MR baru sekitar 17,88 persen (710.312 anak) dari target 4.291.857 anak yang ditetepkan.

BERDASARKAN data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, sejumlah kabupaten/kota yang penduduknya mayoritas muslim, presentase anak usia 9 bulan hingga 15 tahun yang menjadi sasaran penerima imunisasi ini sangat minim. Hal ini menyusul kabar belum adanya rekomendasi halal vaksin MR tersebut.

Kepala Seksi (Kasi) Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadi kepada Sumut Pos mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan penghentian program tersebut sebelum ada arahan dari Kemenkes RI. Menurutnya, Dinkes Sumut hanya pelaksana di daerah Ia mengakui, terus terjadi penolakan terhadap pelaksanaan imunisasi MR.

Bahkan hingga 15 hari pelaksanaan Imunisasi MR Fase II, masih ada satu kabupaten yang terdata belum satupun anak yang menerima imunisasi MR. “Terhitung hingga tanggal 14 Agustus dengan jumlah sasaran 4.291.857, baru 710.312 atau 17,88 persen anak yang menerima vaksin. Meski terus ada penolakan dari orangtua, kita tetap melaksanakan sesuai instruksi dari pusat (Kemenkes),” katanya, Rabu (15/8).

Dari data yang diberikan, dari target 152.630 anak di Kabupaten Labuhanbatu, belum ada satupun yang divaksin MR alias masih 0 persen. Ini terindikasi masyarakat di sana masih menolak program imunisasi ini. Sementara, penerima vaksin MR tertinggi ada di Kabupaten Simalungun sebesar 50,68 persen. “Begitupun, kita tidak memaksa kepada orangtua, namun upaya yang kita lakukan tetap dengan memberikan advokasi tentang pentingnya vaksinasi ini,” ungkapnya.

Memang hingga sekarang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum ada memberi rekomendasi halal terkait vaksin tersebut. Hal itu memang diamini oleh Suhadi. “Memang hingga saat ini kita belum menerima informasi soal rekomendasi halal, tapi mudah-mudahan minggu depan sudah ada,” pungkas Suhadi.

Menyikapi polemik imunisasi MR, Kadis Kesehatan Kota Tebingtinggi dr Nanang Fitra Aulia Sp PK mengungkapkan, vaksin tersebut akan membuat tubuh manusia imun terhadap virus Rubella, namun tentunya harus disuntik dengan tepat dan benar. “Jika dilakukan dengan baik dan benar, kematian akibat virus MR dapat dihindari,”jelasnya kepada Sumut Pos di ruang kerjanya, Kantor Dinas Kesehatan Jalan Gunung Leuser Kota Tebingtinggi, Rabu (15/8).

Menurut dr Nanang Fitra Aulia, salah satu syarat bagi penerima vaksin imunisasi campak measles rubella adalah harus memiliki daya tahan tubuh yang kuat, sehat dan prima agar vaksin dapat bekerja dengan baik. “Kondisi kesehatan tubuh harus benar-benar sehat dan tidak sedang menderita batuk, demam ataupun flu, agar vaksin tidak menimbulkan dampak negatif,” ujar Nanang.

Sementara, terkait pro dan kontra program imunisasi MR yang saat ini terjadi di sejumlah daerah dan sekolah-sekolah, serta adanya keengganan orang tua yang tidak ingin anaknya divaksin, Nanang menegaskan, jajaran dinas kesehatan tidak memaksakan program imunisasi ini kepada siapapun. “Pihak sekolah serta orang tua para siswa yang berkenan saja yang akan divaksin,” tegasnya.

Disampaikan Nanang, sebelum program vaksin digelar, pihak dinas kesehatan telah menempuh dan melakukan langkah-langkah koordinasi dengan berbagai instansi lainnya perihal pelaksanaan program vaksin ini. “Sebelumnya kita telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Kesra, MUI, dan pihak Kejaksaan serta pihak Kepolisian,”ungkapnya.

Nanang juga menambahkan jika setengah dari jumlah anak yang ditargetkan untuk diimunisasi telah menjalani imunisasi tersebut. “Dari 41 ribuan balita hingga remaja usia 15 tahun, 35 persen telah dicapai. Semoga pada November mendatang target tersebut dapat kita capai,” harap Nanang.

Sementara pengamat kesehatan USU, Destanul Aulia, soal MUI yang mengeluarkan pernyataan agar imunisasi MR Fase II dihentikan sementara karena belum ada rekomendasi halal, menurutnya sah-sah saja. Memang dari segi klinikal, sebutnya, obat-obatan tidak memerlukan label halal dari MUI. Karena yang diperlukan terhadap obat-obatan itu adalah uji klinisnya, apakah obat tersebut baik untuk tumbuh dalam hal penyembuhan.

Namun, dari segi agama, setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh itu memerlukan rekomendasi halal dari MUI sebagai lembaga yang diakui negara mengingat hal itu diperlukan bagi kepastian makanan yang umat muslim dan itu wajib hukumnya.

Terkait perjalanan Imunisasi MR Fase II, harusnya ada koordinasi yang baik dilakukan antara Kemenkes RI dengan MUI. Jadi sebelum pelaksanaan imunisasi dilakukan, agar tidak menimbulkan kegaduhan, Kemenkes sudah meminta rekomendasi dari MUI soal keberadaan vaksin MR.

“Jadi seharusnya sebelum program itu berjalan, sudah ada koordinasi antara dua lembaga ini, Kemenkes dengan MUI. Saya rasa itu menjadi pelajaran. Apalagi, imunisasi MR inikan tidak mendesak, belum ada mewabah kan sifatnya lebih pada mencegah terjadinya penyebaran. Sehingga saya rasa hanya perlu koordinasi saja,” ungkapnya belum lama ini.

Menyikapi kenapa di tahun 2017 saat pemerintah melakukan Imunisasu MR Fase I tanpa ada penolakan dan isu haram nya vaksin, Destanul melihatnya masalah itu terlebih-lebih terkaitpaut soal politis. Dan hal itu memang isu yang sensitif menurutnya.

“Apalagi negara kita sedang mendekati tahun politik, saya melihat ribut-ribut soal Imunisasi MR ini lebih kepada arah politis. Harusnya mereka (Kemenkes RI) lebih sensitif soal hal itu. Jadi jangan sampai isunya berkembang jadi seperti ini,” ungkapnya.

Berkaca pada produk kesehatan, obat-obatan misalnya yang dijual ke masyarakat, pihak perusahaan harus meminta rekomendasi dari MUI atas halal nya obat tersebut tidak mau merugi karena penjualan yang tidak laku di pasaran. “Nah, di kasus Imunisasi MR ini, karena programnya nasional, pemerintah lalai untuk meminta rekomendasi halal MUI.

Pasahal tidak boleh begitu, jangan karena tidak untuk komersil pemerintah tak memerhatikan aspek agama terkait aturan halal-haramnya sebuah vaksin. Apalagi seperti yang saya bilang tadi, kan kasus Campak dan Rubella belum mewabah,” pungkas Destanul.

///Menkes Minta Penjelasan Produsen Vaksin MR
Sementara, untuk mengakhiri polemik vaksin MR ini, Menteri Kesehatan RI Prof Dr dr Nila Faried Moeloek, SpM(K) telah melayangkan surat permohonan informasi kepada produsen vaksin MR Serum Institute of India (SII), untuk mengetahui bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan vaksin tersebut.

Selama ini vaksin MR yang dipakai dalam program nasional di Indonesia dibuat di India. Namun bahan-bahannya telah direkomendasi WHO. Keamanannya pun terjamin karena sudah diuji oleh BPOM RI. Nah, untuk mendapatkan sertifikasi halal, tentu bukan hanya aman dan manjur. Masih dibutuhkan lagi informasi dan penelusuran terkait asal mula bahan baku vaksin tersebut, serta prosedur pembuatannya.

Menkes Nila mengatakan, pihak SII dapat membantu pemerintah Indonesia untuk segera penyampaian dokumen dan informasi. Karena dokumen tersebut jadi salah satu faktor kelancaran dalam proses sertifikasi halal vaksin MR. “Kami telah menerima respons SII yang menyatakan bahwa pihaknya akan berkomunikasi secara langsung dengan LPPOM, MUI dan Biofarma, dalam rangka mendukung proses sertifikasi halal vaksin MR,” ujar Menkes Nila, Selasa (14/8).

Dalam waktu dekat, harap Menkes Nila, proses tersebut dapat dilakukan. Terlebih, SII menjelaskan informasi kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Bahkan, siang ini masalah polemik kehalalan vaksin MR ini dibicarkan di Ombudsman RI. Dijadwalkan Menkes Nila, Ketua MUI, BPOM RI, serta PT Bio Farma akan hadir dalam pertemuan ini.

Menkes Nila menambahkan, sambil menunggu proses sertifikasi halal terlaksana, masyarakat diharapkan tetap ikut program imunisasi MR. Kegiatan ini penting karena dapat mencegah penyakit fatal campak dan rubella. “Program kampanye imunisasi MR di Indonesia tetap berjalan,” terangnya.

Di samping itu, Kementerian Kesehatan menghormati hak masyarakat Muslim untuk meyakinkan diri, dengan membantu mempercepat proses sertifikasi untuk vaksin Measles Rubella (MR). (dvs/ian/bbs/adz)

Tabel Realisasi IMR

Pro kontra pemberian vaksin Measles Rubella (MR) kepada anak-anak di Sumatera Utara, membuat target program ini tidak bisa berjalan sesuai rencana. Buktinya, hingga saat ini realiasi pemberian vaksin MR baru sekitar 17,88 persen (710.312 anak) dari target 4.291.857 anak yang ditetepkan.

BERDASARKAN data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, sejumlah kabupaten/kota yang penduduknya mayoritas muslim, presentase anak usia 9 bulan hingga 15 tahun yang menjadi sasaran penerima imunisasi ini sangat minim. Hal ini menyusul kabar belum adanya rekomendasi halal vaksin MR tersebut.

Kepala Seksi (Kasi) Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadi kepada Sumut Pos mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan penghentian program tersebut sebelum ada arahan dari Kemenkes RI. Menurutnya, Dinkes Sumut hanya pelaksana di daerah Ia mengakui, terus terjadi penolakan terhadap pelaksanaan imunisasi MR.

Bahkan hingga 15 hari pelaksanaan Imunisasi MR Fase II, masih ada satu kabupaten yang terdata belum satupun anak yang menerima imunisasi MR. “Terhitung hingga tanggal 14 Agustus dengan jumlah sasaran 4.291.857, baru 710.312 atau 17,88 persen anak yang menerima vaksin. Meski terus ada penolakan dari orangtua, kita tetap melaksanakan sesuai instruksi dari pusat (Kemenkes),” katanya, Rabu (15/8).

Dari data yang diberikan, dari target 152.630 anak di Kabupaten Labuhanbatu, belum ada satupun yang divaksin MR alias masih 0 persen. Ini terindikasi masyarakat di sana masih menolak program imunisasi ini. Sementara, penerima vaksin MR tertinggi ada di Kabupaten Simalungun sebesar 50,68 persen. “Begitupun, kita tidak memaksa kepada orangtua, namun upaya yang kita lakukan tetap dengan memberikan advokasi tentang pentingnya vaksinasi ini,” ungkapnya.

Memang hingga sekarang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum ada memberi rekomendasi halal terkait vaksin tersebut. Hal itu memang diamini oleh Suhadi. “Memang hingga saat ini kita belum menerima informasi soal rekomendasi halal, tapi mudah-mudahan minggu depan sudah ada,” pungkas Suhadi.

Menyikapi polemik imunisasi MR, Kadis Kesehatan Kota Tebingtinggi dr Nanang Fitra Aulia Sp PK mengungkapkan, vaksin tersebut akan membuat tubuh manusia imun terhadap virus Rubella, namun tentunya harus disuntik dengan tepat dan benar. “Jika dilakukan dengan baik dan benar, kematian akibat virus MR dapat dihindari,”jelasnya kepada Sumut Pos di ruang kerjanya, Kantor Dinas Kesehatan Jalan Gunung Leuser Kota Tebingtinggi, Rabu (15/8).

Menurut dr Nanang Fitra Aulia, salah satu syarat bagi penerima vaksin imunisasi campak measles rubella adalah harus memiliki daya tahan tubuh yang kuat, sehat dan prima agar vaksin dapat bekerja dengan baik. “Kondisi kesehatan tubuh harus benar-benar sehat dan tidak sedang menderita batuk, demam ataupun flu, agar vaksin tidak menimbulkan dampak negatif,” ujar Nanang.

Sementara, terkait pro dan kontra program imunisasi MR yang saat ini terjadi di sejumlah daerah dan sekolah-sekolah, serta adanya keengganan orang tua yang tidak ingin anaknya divaksin, Nanang menegaskan, jajaran dinas kesehatan tidak memaksakan program imunisasi ini kepada siapapun. “Pihak sekolah serta orang tua para siswa yang berkenan saja yang akan divaksin,” tegasnya.

Disampaikan Nanang, sebelum program vaksin digelar, pihak dinas kesehatan telah menempuh dan melakukan langkah-langkah koordinasi dengan berbagai instansi lainnya perihal pelaksanaan program vaksin ini. “Sebelumnya kita telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Kesra, MUI, dan pihak Kejaksaan serta pihak Kepolisian,”ungkapnya.

Nanang juga menambahkan jika setengah dari jumlah anak yang ditargetkan untuk diimunisasi telah menjalani imunisasi tersebut. “Dari 41 ribuan balita hingga remaja usia 15 tahun, 35 persen telah dicapai. Semoga pada November mendatang target tersebut dapat kita capai,” harap Nanang.

Sementara pengamat kesehatan USU, Destanul Aulia, soal MUI yang mengeluarkan pernyataan agar imunisasi MR Fase II dihentikan sementara karena belum ada rekomendasi halal, menurutnya sah-sah saja. Memang dari segi klinikal, sebutnya, obat-obatan tidak memerlukan label halal dari MUI. Karena yang diperlukan terhadap obat-obatan itu adalah uji klinisnya, apakah obat tersebut baik untuk tumbuh dalam hal penyembuhan.

Namun, dari segi agama, setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh itu memerlukan rekomendasi halal dari MUI sebagai lembaga yang diakui negara mengingat hal itu diperlukan bagi kepastian makanan yang umat muslim dan itu wajib hukumnya.

Terkait perjalanan Imunisasi MR Fase II, harusnya ada koordinasi yang baik dilakukan antara Kemenkes RI dengan MUI. Jadi sebelum pelaksanaan imunisasi dilakukan, agar tidak menimbulkan kegaduhan, Kemenkes sudah meminta rekomendasi dari MUI soal keberadaan vaksin MR.

“Jadi seharusnya sebelum program itu berjalan, sudah ada koordinasi antara dua lembaga ini, Kemenkes dengan MUI. Saya rasa itu menjadi pelajaran. Apalagi, imunisasi MR inikan tidak mendesak, belum ada mewabah kan sifatnya lebih pada mencegah terjadinya penyebaran. Sehingga saya rasa hanya perlu koordinasi saja,” ungkapnya belum lama ini.

Menyikapi kenapa di tahun 2017 saat pemerintah melakukan Imunisasu MR Fase I tanpa ada penolakan dan isu haram nya vaksin, Destanul melihatnya masalah itu terlebih-lebih terkaitpaut soal politis. Dan hal itu memang isu yang sensitif menurutnya.

“Apalagi negara kita sedang mendekati tahun politik, saya melihat ribut-ribut soal Imunisasi MR ini lebih kepada arah politis. Harusnya mereka (Kemenkes RI) lebih sensitif soal hal itu. Jadi jangan sampai isunya berkembang jadi seperti ini,” ungkapnya.

Berkaca pada produk kesehatan, obat-obatan misalnya yang dijual ke masyarakat, pihak perusahaan harus meminta rekomendasi dari MUI atas halal nya obat tersebut tidak mau merugi karena penjualan yang tidak laku di pasaran. “Nah, di kasus Imunisasi MR ini, karena programnya nasional, pemerintah lalai untuk meminta rekomendasi halal MUI.

Pasahal tidak boleh begitu, jangan karena tidak untuk komersil pemerintah tak memerhatikan aspek agama terkait aturan halal-haramnya sebuah vaksin. Apalagi seperti yang saya bilang tadi, kan kasus Campak dan Rubella belum mewabah,” pungkas Destanul.

///Menkes Minta Penjelasan Produsen Vaksin MR
Sementara, untuk mengakhiri polemik vaksin MR ini, Menteri Kesehatan RI Prof Dr dr Nila Faried Moeloek, SpM(K) telah melayangkan surat permohonan informasi kepada produsen vaksin MR Serum Institute of India (SII), untuk mengetahui bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan vaksin tersebut.

Selama ini vaksin MR yang dipakai dalam program nasional di Indonesia dibuat di India. Namun bahan-bahannya telah direkomendasi WHO. Keamanannya pun terjamin karena sudah diuji oleh BPOM RI. Nah, untuk mendapatkan sertifikasi halal, tentu bukan hanya aman dan manjur. Masih dibutuhkan lagi informasi dan penelusuran terkait asal mula bahan baku vaksin tersebut, serta prosedur pembuatannya.

Menkes Nila mengatakan, pihak SII dapat membantu pemerintah Indonesia untuk segera penyampaian dokumen dan informasi. Karena dokumen tersebut jadi salah satu faktor kelancaran dalam proses sertifikasi halal vaksin MR. “Kami telah menerima respons SII yang menyatakan bahwa pihaknya akan berkomunikasi secara langsung dengan LPPOM, MUI dan Biofarma, dalam rangka mendukung proses sertifikasi halal vaksin MR,” ujar Menkes Nila, Selasa (14/8).

Dalam waktu dekat, harap Menkes Nila, proses tersebut dapat dilakukan. Terlebih, SII menjelaskan informasi kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Bahkan, siang ini masalah polemik kehalalan vaksin MR ini dibicarkan di Ombudsman RI. Dijadwalkan Menkes Nila, Ketua MUI, BPOM RI, serta PT Bio Farma akan hadir dalam pertemuan ini.

Menkes Nila menambahkan, sambil menunggu proses sertifikasi halal terlaksana, masyarakat diharapkan tetap ikut program imunisasi MR. Kegiatan ini penting karena dapat mencegah penyakit fatal campak dan rubella. “Program kampanye imunisasi MR di Indonesia tetap berjalan,” terangnya.

Di samping itu, Kementerian Kesehatan menghormati hak masyarakat Muslim untuk meyakinkan diri, dengan membantu mempercepat proses sertifikasi untuk vaksin Measles Rubella (MR). (dvs/ian/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/