Site icon SumutPos

Pidsus: Seluruh Tersangka Tidak Kooperatif

RSUD Djoelham Binjai

SUMUTPOS.CO – Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Hery PS menyatakan, penyidik sejauh ini masih terus melakukan pemanggilan secara masif terhadap tujuh tersangka korupsi pengadaan alat- kesehatan (alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djoelham yang merugikan negara Rp3,5 miliar. Jika tidak juga hadir, kata Hery, penyidik akan melakukan penjemputan paksa.

Begitupun saat akan dijemput paksa juga tidak berada di tempat, Hery bilang, Kejari Binjai akan menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk para tersangka. “Senin (20/11), akan kita panggil lagi Cipta untuk yang ketiga kalinya,” ujarnya.

Ditanya selain Cipta yang gagal diperiksa, siapa-siapa saja tersangka yang diperiksa oleh penyidik pada Senin (13/11), Hery mengaku tidak mengingat secara persis. Begitupun, yang diperiksa dan materi pemeriksaan adalah yang berkaitan dengan kasus yang sudah dalam tahap penyidikan atau tentang rumah sakit milik Pemko Binjai tersebut.

“Ada juga dari pihak swasta juga. Saat ini pemeriksaan tetap berjalan. Sekarang masih ada juga (Rabu),” ujarnya dari sambungan selular, Rabu (15/11)

Menurut Hery, tak hanya tersangka Cipta yang mangkir ketika dipanggil oleh penyidik guna dilakukan pemeriksaan secara intensif. Melainkan, nyaris seluruh tersangka disebut tidak koperatif.

“Kalau namanya koperatif, dari pemanggilan pertama seharusnya ada mereka. Ini tidak. Kalau dipanggil tidak datang. Kendalanya tidak ada yang koperatif saja orang-orang (tersangka) ini,” ujarnya.

Yang hadir, hanya seorang tersangka saja mau dari agenda pemeriksaan yang sudah dijadwalkan oleh penyidik. Pun, yang hadir itu adalah tersangka Suhadi Winata lantaran yang bersangkutan terlibat kasus serupa tapi beda instansi saja. Yakni Dinas Kesehatan Kota Binjai.

“Sementara yang lain-lain ada memberikan alasan, ada juga yang enggak. Seperti Suriyana dan Cipta, ini tidak ada memberikan alasan. Sementara yang lain, ada memberikan alasan,” ujarnya.

Lantas guna mengurangi biaya operasi, kapan para tersangka akan ditahan, Hery enggan menggubrisnya. Begitupun, kata Hery, pihaknya tetap ada rencana sendiri.

“Saya kira agak aneh juga gitu, ada ASN yang enggak pernah masuk itu wajib dipertanyakan. Tapi mereka terima gaji. Status ASN bisa dipecat berdasarkan Perpres 54. Jelas dalam aturan itu jika PNS dalam setahun berturut selama 53 hari enggak hadir, wajib dipecat,” tukasnya.

Diketahui, penyidik menetapkan 7 tersangka dalam kasus dugaan korupsi alkes RSUD Djoelham Kota Binjai yang sumber dana berasal dari APBN TA 2012 senilai Rp14 miliar. Ketujuh tersangka itu juga turut melibatkan mantan Direktur Utama (Dirut) RSUD Djoelham Kota Binjai, dr Mahim Siregar. Kemudian Cipta sebagai Unit Layanan Pengadaan RSUD Djoelham, Suriyana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Suhadi Winata sebagai Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, Budi Asmono sebagai Kepala Cabang Kimia Farma Medan tahun 2012, Teddy sebagai Direktur PT Mesarinda Abadi serta Feronica sebagai Direktur PT Petan Daya Medica. Terhadap mereka yang telah merugikan negara Rp3,5 miliar ini, belum ditahan pascaditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik pada 6 November 2017 lalu.

Dalam kasus ini, Inspektorat Kota Binjai dinilai tak berfungsi melakukan pengawasan keuangan maupun kedisiplinan daerah. Buktinya, temuan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut adanya kerugian negara Rp3,5 miliar dari pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djoelham. Namun, Inspektorat Kota Binjai tak mengendus adanya indikasi kerugian negara pada sumber dana alkes RSUD Djoelham yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012 senilai Rp14 miliar.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Binjai, Mahfullah Daulay menilai, temuan-temuan tentu ada yang terendus oleh Inspektorat. Namun mengacu pada kasus tersebut, Sekda berkilah belum tahu adanya temuan dari inspektorat.

“Untuk kasus ini, saya belum tahu. Tapi yang namanya temuan inspektorat, ada banyak. Khusus untuk ini, saya belum lihat. Saya belum cek,” kata Sekda di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kota Binjai, Rabu (15/11) petang.

Pada dasarnya, lanjut Sekda, Pemko Binjai mendukung langkah yang dilakukan oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Binjai, terkait penggeledahan yang menyasar ke RSUD Djoelham dan kediaman salah satu tersangka. Bagi dia, Pemko Binjai pun tak menghalangi kerja penyidik.

“Kami mendukung, supaya jelas permasalahan ini. Kalau dihalangi, tentu ada upaya turut serta. Penggeledahan boleh saja,” ujar mantan Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Binjai ini.

Menyoal 3 tersangka kasus dugaan RSUD Djoelham yang merupakan bawahan Sekda. Hal tersebut diserahkan kepada aparat penegak hukum. “Tugas Kejaksaan benar demikian. Ini tidak ada yang tabu,” katanya.

Terkait Cipta, aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Binjai yang tak masuk kantor sejak sepekan belakangan terakhir ini, Sekda mengaku, sudah melakukan konfirmasi kepada pucuk pimpinan yang bersangkutan. Yakni, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Binjai, drg Lilik Rosdewati.

“Saya sudah tegur pimpinannya (Cipta),” akunya.

Sekda mengaku, kasus dugaan korupsi alkes RSUD Djoelham ini sudah lama dilakukan penyelidik oleh aparat penegak hukum. Pascadigantinya pucuk pimpinan di Korps Adhyaksa Kota Binjai, dari Wilmar Ambarita kepada Victor Antonius Saragih Sidabutar, langsung menetapkan 7 tersangka. Artinya, kasus itu mandek selama Kajari Binjai dipegang oleh Wilmar.

“Saya rasa normatif. Menunjukkan prestasi kerja (Kajari Victor Antonius). Di sini, enggak ada hal yang baru,” ujarnya. (ted/azw)

 

 

 

Exit mobile version