JAKARTA-Pasangan calon Nomor urut 5, Zahir MAP-Suriono, menggugat hasil perhitungan pemungutan suara pemilihan Bupati Batubara, Sumatera Utara, ke Mahkamah Konstitusi. Dihadapan majelis sidang yang dipimpin Hakim MK, Hamdan Zoelva, pasangan ini menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batubara dan pasangan calon Bupati Oka Arya Zulkarnain-Harry Nugroho, telah melakukan kecurangan-kecurangan.
“Apabila Pilkada Batubara berlangsung jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia (Jurdil Luber), maka pemohon adalah pemenang pertama terbanyak. Tapi ini pelanggaran telah dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif oleh termohon (KPUD) hingga jajaran ke bawahnya dan pasangan calon bupati Oka-Harry, yang tidak lain adalah pasangan incumbent,” ujar Kuasa Hukum pemohon, Irwanuddin Simatupang, di Jakarta, Rabu (16/10).
Menurut Irwanuddin, kecurangan antara lain terkait hasil perhitungan rekapitulasi yang dilakukan KPU Batubara, di mana disebutkan pasangan Oka-Harry meraih suara terbanyak 36 persen. Sementara kliennya pasangan pemohon meraih 35,24 persen.
“Termohon bersama Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK), merekayasa, merubah berita acara hasil perolehan suara. Seperti pembukaan kotak suara, didahului di rumah panitia, bukan di kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS). Ada camat Tanjung Tiram, perintahkan Kepala Desa Lima Laras, untuk buka dan mengambil berita acara. Berdasarkan hal-hal di atas, maka fakta tidak dapat dibantah telah terjadi penambahan dan pengurangan. Kalau tidak terjadi, maka Zahir dan Suryono meraih 40,96 persen suara,” ujarnya.
Pemohon juga menuding pihak terkait (Bupati Batubara) telah melakukan intimidasi terhadap PNS dan honorer. Tindakan tersebut masih ditambah adanya kampanye terselubung dengan pemberian Kartu Jamkesmas yang disisipi jargon, mendukung Oka.
“Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), bantuan siswa miskin dan bantuan beras raskin, juga tidak akan diberikan jika tidak memilih pasangan nomor urut 6. Termohon juga perbolehkan orang yang tidak berhak, untuk memilih. Ini dapat kita buktikan adanya penangkapan terhadap seseorang yang miliki kartu keluarga di Kota Medan, namun memilih untuk Pilkada Batubara,” ujarnya.
Selain itu, pihak pemohon juga menduga persyaratan ijazah SD-SLTA Oka tidak sah. Sebagai contoh untuk surat keterangan pengganti ijazah SD, Oka tidak menyertakan persyaratan mencatumkan nomor ijazah dan daftar nilai.
“Untuk surat pengganti ijazah pada April 2008 lalu (Pilkada lima tahun lalu), Oka menggunakan surat keterangan hilang dari Polsek Lima Puluh. Namun untuk persyaratan Pilkada tahun 2013, Oka menyatakan ijazah hilang dari Polsek Percut Sei Tuan,” ujarnya.
Ditemui usai persidangangan, pihak terkait, calon Wakil Bupati Harry Nugroho, membantah dalil-dalil yang disampaikan pemohon. Sayangnya ia tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Ia hanya menyatakan Kuasa Hukum yang nantinya akan membuktikan di depan persidangan.
“Kalau untuk ijazah, Pak Oka itu kan lulusan sarjana dari Universitas Sumatera Utara. Tentu sebelum beliau masuk kuliah, persyaratan ijazah dari SLTA segala macam, sudah dilengkapi. Jadi saya kira itu tidak benar,” ujarnya.
Sidang sengketa perselisihan pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Batubara, Sumatera Utara, rencananya akan dilanjutkan pada Jumat (18/10) besok. (gir)
KPU Batubara Dituding Rekayasa Perhitungan Suara
JAKARTA-Pasangan calon Nomor urut 5, Zahir MAP-Suriono, menggugat hasil perhitungan pemungutan suara pemilihan Bupati Batubara, Sumatera Utara, ke Mahkamah Konstitusi. Dihadapan majelis sidang yang dipimpin Hakim MK, Hamdan Zoelva, pasangan ini menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batubara dan pasangan calon Bupati Oka Arya Zulkarnain-Harry Nugroho, telah melakukan kecurangan-kecurangan.
“Apabila Pilkada Batubara berlangsung jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia (Jurdil Luber), maka pemohon adalah pemenang pertama terbanyak. Tapi ini pelanggaran telah dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif oleh termohon (KPUD) hingga jajaran ke bawahnya dan pasangan calon bupati Oka-Harry, yang tidak lain adalah pasangan incumbent,” ujar Kuasa Hukum pemohon, Irwanuddin Simatupang, di Jakarta, Rabu (16/10).
Menurut Irwanuddin, kecurangan antara lain terkait hasil perhitungan rekapitulasi yang dilakukan KPU Batubara, di mana disebutkan pasangan Oka-Harry meraih suara terbanyak 36 persen. Sementara kliennya pasangan pemohon meraih 35,24 persen.
“Termohon bersama Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK), merekayasa, merubah berita acara hasil perolehan suara. Seperti pembukaan kotak suara, didahului di rumah panitia, bukan di kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS). Ada camat Tanjung Tiram, perintahkan Kepala Desa Lima Laras, untuk buka dan mengambil berita acara. Berdasarkan hal-hal di atas, maka fakta tidak dapat dibantah telah terjadi penambahan dan pengurangan. Kalau tidak terjadi, maka Zahir dan Suryono meraih 40,96 persen suara,” ujarnya.
Pemohon juga menuding pihak terkait (Bupati Batubara) telah melakukan intimidasi terhadap PNS dan honorer. Tindakan tersebut masih ditambah adanya kampanye terselubung dengan pemberian Kartu Jamkesmas yang disisipi jargon, mendukung Oka.
“Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), bantuan siswa miskin dan bantuan beras raskin, juga tidak akan diberikan jika tidak memilih pasangan nomor urut 6. Termohon juga perbolehkan orang yang tidak berhak, untuk memilih. Ini dapat kita buktikan adanya penangkapan terhadap seseorang yang miliki kartu keluarga di Kota Medan, namun memilih untuk Pilkada Batubara,” ujarnya.
Selain itu, pihak pemohon juga menduga persyaratan ijazah SD-SLTA Oka tidak sah. Sebagai contoh untuk surat keterangan pengganti ijazah SD, Oka tidak menyertakan persyaratan mencatumkan nomor ijazah dan daftar nilai.
“Untuk surat pengganti ijazah pada April 2008 lalu (Pilkada lima tahun lalu), Oka menggunakan surat keterangan hilang dari Polsek Lima Puluh. Namun untuk persyaratan Pilkada tahun 2013, Oka menyatakan ijazah hilang dari Polsek Percut Sei Tuan,” ujarnya.
Ditemui usai persidangangan, pihak terkait, calon Wakil Bupati Harry Nugroho, membantah dalil-dalil yang disampaikan pemohon. Sayangnya ia tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Ia hanya menyatakan Kuasa Hukum yang nantinya akan membuktikan di depan persidangan.
“Kalau untuk ijazah, Pak Oka itu kan lulusan sarjana dari Universitas Sumatera Utara. Tentu sebelum beliau masuk kuliah, persyaratan ijazah dari SLTA segala macam, sudah dilengkapi. Jadi saya kira itu tidak benar,” ujarnya.
Sidang sengketa perselisihan pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Batubara, Sumatera Utara, rencananya akan dilanjutkan pada Jumat (18/10) besok. (gir)