30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Pungli Dana Insentif dan Uang Lembur BPKD Siantar

Saksi: Insentif Kami Dipotong 15 Persen

DIADILI: Kepala BPKD Siantar, Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, saat diadili di PN Medan, Jumat (7/1).
DIADILI: Kepala BPKD Siantar, Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, saat diadili di PN Medan, Jumat (7/1).

Kasus pungli Kepala BPKD Siantar Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, kembali disidangkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi di ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (17/1).

Pengakuan Kasubag Tata Program BPKD Pematang Siantar, Olo dan dua PHL, yakni PHL Bidang Pendapatan Dua BPKD Pematang Siantar, Windri dan PHL Bidang Perbendaharan BPKD Pematang Siantar, Tri Utami Sinaga, yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, insentif yang mereka terima per tiga bulannya dan uang lembur setiap bulan, mendapat potongan.

“Kami mendapatkan dana Insentif pertiga bulan, sedangkan uang lembur yang dihitung setiap bulannya,” ucap Olo.

Dikatakan Olo, ketika uang insentif ditransfer ke rekeningnya. Ia mendapat telepon dari Erni, yang meminta agar mengeluarkan 15 persen dari insentif yang diterima, dengan dalih ada pengeluaran yang harus dibayarkan sesuai arahan Kepala BPKD, Adiyaksa Purba.

Keterangan kesaksian ini juga dikuatkan Windri dan Tri Utami, yang juga dipotong dengan angka yang sama sebesar Rp15 persen. Namun untuk Windri, ia tidak langsung menyerahkan kepada Erni, akan tetapi melalui Lidia PNS di Bidang Pendapatan Dua BPKD Pematang Siantar.

“Kalau saya, langsung diberikan kepada Kak Lidia. Karena yang lain memberikan saya pun juga melakukan hal yang sama,” ucapnya, meski itu merasa berat baginya.

Bahkan, ia pernah dimintakan tolong untuk mengambil uang kepada rekanan bernama Tahan Sitorus, karena SP2D telah cair atas suruhan Erni.

Meski diakui Erni bukan atasannya langsung, melainkan M Danil Lubis selaku Kabid Pendapatan Dua.

Mendengar itu, tim penasehat hukum kedua terdakwa, menanyakan kenapa Windri mau melaksanakan permintaan tersebut. Windri menyatakan, sebelum ia telah meminta izin kepada atasannya.

“Uang yang saya terima dari Tahan Sitorus langsung diserahkan kepada Erni (Zendrato),” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Tri Utami sebagai Bidang Perbendaharaan juga menuturkan, bahwa ia harus mengeluarkan uang insetif. Namun ia hanya sekali saja mengeluarkan uang insetif karena saat triwulan kedua Insentif tidak dibayarkan karena keluar kota.

Sama halnya dengan Windri, ia pun pernah menagih karena SP2D telah cair kepada beberapa rekanan di antaranya, CV Tulus Maju, waktu memberikan uang Rp1,7 juta dan uang itu diserahkan kepada Erni.

Dari keterangan ketiga saksi yang diperiksa secara terpisah, mengatakan bahwa yang dilakukan Erni adalah arahan dari kepala badan.

Namun ketiganya, mengaku setelah OTT, uang insetif dan uang lembur mereka tidak dikenakan potongan termasuk tidak pernah lagi mengutip uang ke rekanan meski SP2D telah cair.

Usai mendengarkan keterangan ketiganya, majelis hakim yang diketuai Jarihat Simarmata menunda sidang hingga pekan depan.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Sipahutar, disebutkan pada tahun anggaran (TA) 2019 APBD kota Pematangsiantar, menganggarkan dana kepada kantor BPKD kota Siantar, berupa alat tulis kantor (ATK), makan minum kegiatan dan belanja modal.

Sekira bulan Februari 2019, telah bekerjasama dengan bendahara pengeluaran yaitu Erni Zendrata mengadakan rapat dengan mengumpulkan para kepala Bidang (Kabid). Dimana para Kabid yang ada pada kantor BPKD, yang dalam pengelolaan keuangan berkedudukan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Dalam pertemuan tersebut, terdakwa memerintahkan kepada seluruh Kabid, apabila dana-dana berupa alat tulis kantor, makan minum kegiatan dan belanja modal Modal termasuk dana insentif dan uang lembur yang telah cair agar dipotong 15 persen dari anggaran dan disetor kepada terdakwa melalui bendahara Erni Zendrato.

Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e, f UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHPidana. (man/han)

Saksi: Insentif Kami Dipotong 15 Persen

DIADILI: Kepala BPKD Siantar, Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, saat diadili di PN Medan, Jumat (7/1).
DIADILI: Kepala BPKD Siantar, Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, saat diadili di PN Medan, Jumat (7/1).

Kasus pungli Kepala BPKD Siantar Adiaksa Dian Sasman dan Bendahara Erni Zendrato, kembali disidangkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi di ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (17/1).

Pengakuan Kasubag Tata Program BPKD Pematang Siantar, Olo dan dua PHL, yakni PHL Bidang Pendapatan Dua BPKD Pematang Siantar, Windri dan PHL Bidang Perbendaharan BPKD Pematang Siantar, Tri Utami Sinaga, yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, insentif yang mereka terima per tiga bulannya dan uang lembur setiap bulan, mendapat potongan.

“Kami mendapatkan dana Insentif pertiga bulan, sedangkan uang lembur yang dihitung setiap bulannya,” ucap Olo.

Dikatakan Olo, ketika uang insentif ditransfer ke rekeningnya. Ia mendapat telepon dari Erni, yang meminta agar mengeluarkan 15 persen dari insentif yang diterima, dengan dalih ada pengeluaran yang harus dibayarkan sesuai arahan Kepala BPKD, Adiyaksa Purba.

Keterangan kesaksian ini juga dikuatkan Windri dan Tri Utami, yang juga dipotong dengan angka yang sama sebesar Rp15 persen. Namun untuk Windri, ia tidak langsung menyerahkan kepada Erni, akan tetapi melalui Lidia PNS di Bidang Pendapatan Dua BPKD Pematang Siantar.

“Kalau saya, langsung diberikan kepada Kak Lidia. Karena yang lain memberikan saya pun juga melakukan hal yang sama,” ucapnya, meski itu merasa berat baginya.

Bahkan, ia pernah dimintakan tolong untuk mengambil uang kepada rekanan bernama Tahan Sitorus, karena SP2D telah cair atas suruhan Erni.

Meski diakui Erni bukan atasannya langsung, melainkan M Danil Lubis selaku Kabid Pendapatan Dua.

Mendengar itu, tim penasehat hukum kedua terdakwa, menanyakan kenapa Windri mau melaksanakan permintaan tersebut. Windri menyatakan, sebelum ia telah meminta izin kepada atasannya.

“Uang yang saya terima dari Tahan Sitorus langsung diserahkan kepada Erni (Zendrato),” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Tri Utami sebagai Bidang Perbendaharaan juga menuturkan, bahwa ia harus mengeluarkan uang insetif. Namun ia hanya sekali saja mengeluarkan uang insetif karena saat triwulan kedua Insentif tidak dibayarkan karena keluar kota.

Sama halnya dengan Windri, ia pun pernah menagih karena SP2D telah cair kepada beberapa rekanan di antaranya, CV Tulus Maju, waktu memberikan uang Rp1,7 juta dan uang itu diserahkan kepada Erni.

Dari keterangan ketiga saksi yang diperiksa secara terpisah, mengatakan bahwa yang dilakukan Erni adalah arahan dari kepala badan.

Namun ketiganya, mengaku setelah OTT, uang insetif dan uang lembur mereka tidak dikenakan potongan termasuk tidak pernah lagi mengutip uang ke rekanan meski SP2D telah cair.

Usai mendengarkan keterangan ketiganya, majelis hakim yang diketuai Jarihat Simarmata menunda sidang hingga pekan depan.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Sipahutar, disebutkan pada tahun anggaran (TA) 2019 APBD kota Pematangsiantar, menganggarkan dana kepada kantor BPKD kota Siantar, berupa alat tulis kantor (ATK), makan minum kegiatan dan belanja modal.

Sekira bulan Februari 2019, telah bekerjasama dengan bendahara pengeluaran yaitu Erni Zendrata mengadakan rapat dengan mengumpulkan para kepala Bidang (Kabid). Dimana para Kabid yang ada pada kantor BPKD, yang dalam pengelolaan keuangan berkedudukan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Dalam pertemuan tersebut, terdakwa memerintahkan kepada seluruh Kabid, apabila dana-dana berupa alat tulis kantor, makan minum kegiatan dan belanja modal Modal termasuk dana insentif dan uang lembur yang telah cair agar dipotong 15 persen dari anggaran dan disetor kepada terdakwa melalui bendahara Erni Zendrato.

Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e, f UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHPidana. (man/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/