Site icon SumutPos

Terungkap… SKPD Dipaksa Nyetor ke DPRD Sumut

Foto: Sutomo Samsu/JPNN Kamaluddin Harahap, unsur pimpinan DPRD Sumut, menjadi salahsatu tersangka kasus dugaan suap Gatot ke DPRD Sumut.
Foto: Sutomo Samsu/JPNN
Kamaluddin Harahap, unsur pimpinan DPRD Sumut, menjadi salahsatu tersangka kasus dugaan suap Gatot ke DPRD Sumut.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Sumut Herawati mengaku mendapatkan ancaman pemecatan. Dia bakal dikeluarkan jika tidak menyerahkan uang sebesar lima persen dari total anggaran belanja langsung SKPD (satuan kerja perangkat daerah) kepada kepala biro keuangan Provinsi Sumut.

Menurut Herawati, potongan lima persen dari anggaran belanja langsung itu merupakan partisipasi wajib kepentingan pimpinan di pemerintahan Sumut. Herawati lantas mengisahkan pengalamannya saat dimintai uang oleh Kabiro Keuangan Sumut, Ahmad Fuad Lubis pada 2013.

‎”Seminggu sebelum lebaran minta Rp500 juta. Saya enggak punya akhirnya memberikan Rp200 juta. Kalau enggak mau berikan dilaporkan ke gubernur,” kata Herawati saat menjadi saksi dalam sidang mantan Anggota DPRD Sumut Kamaluddin Harahap di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/3).

Herawati mengungkapkan, uang partisipasi sebesar Rp200 juta itu dikumpulkan dari rekanan SKPD yang dia pimpin. Meski mengetahui partisipasi itu wajib, namun dia mengaku tidak mengetahui uang tersebut akan digunakan Gatot untuk menyuap anggota DPRD Sumut.

“Tidak tahu. Saya baru tahu untuk itu, katanya untuk Dewan,” tuturnya.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Rajali mengungkapkan cara ‘trio’ anak buah Gatot Pujo Nugroho, mengumpulkan duit dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).  Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, dan Baharuddin Siagian meminta tiap SKPD menyerahkan lima persen dari anggaran belanja langsung kepada Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Baharuddin Siagian. Selanjutnya, uang haram tersebut diteruskan ke Sekretaris Dewan Randiman Tarigan.

Rajali mengisahkan, awalnya Sekda Sumut Nurdin Lubis, Sekretaris Dewan Randiman Tarigan, dan Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Baharuddin Siagian memanggil para kepala SKPD ke ruangan sekda. Menurut dia, ada beberapa kepala dinas yang dipanggil saat itu.

“Ada dinas kesehatan, ada kadis perkebunan, ada kadispora, dinas pertambangan,” kata Rajali saat menjadi saksi dalam sidang perkara mantan Anggota DPRD Sumut Kamaluddin Harahap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/3).

Namun, alih-alih mengadakan rapat kerja, Nurdin Lubis justru memanggil kepala dinas satu persatu. ‎Saat itulah, Nurdin Lubis memerintahkan para kepala SKPD untuk mengumpulkan uang sebesar lima persen dari anggaran belanja langsung.

Dalihnya, Nurdin menyampaikan kepada para kepala SKPD agar berpartisipasi untuk kepentingan pimpinan.

Rajali mengaku mulai dipanggil untuk mengumpulkan uang dari anggaran SKPD sejak 2013. Menurutnya, dia pun menyanggupi permintaan Sekda Sumut Nurdin Lubis.

“Pada 2013 sudah ditelpon Randiman Tarigan. Jadi kita ditelepon terus. Kasih aja ke Alinafiah (bendahara Setjen DPRD Sumut),” tuturnya.

Rajali menyebutkan beberapa kali menyerahkan ‘uang partisipasi’ itu kepada Randiman Tarigan.

‎”Januari Rp2,5 miliar pertama 2014, tapi anggaran 2013 . Terus Mei 2014 membayar Rp500 juta. Itu sisanya tadi. Jadi 2013 itu kita serahkan,” papar Rajali.

Dalam dakwaan disebutkan, Kamaluddin Harahap dan pimpinan DPRD 2009-2014 lainnya mengajukan permintaan uang ketok kepada Baharuddin Siagian dan Nurdin Lubis menjelang paripurna pengesahan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2012. Serta, persetujuan pelaksanaan APBD 2013 hingga 2015.

Atas permintaan itu, Baharuddin dan Nurdin melaporkannya kepada Gatot. Dan untuk menindaklanjuti perintah tersebut, Baharuddin Siagian mengumpulkan uang dari SKPD-SKPD di lingkungan pemerintah Provinsi Sumut.

Setiap tahunnya, permintaan uang ketok dari DPRD Sumut terus meningkat. Pada 2012, pimpinan dewan meminta Rp1,5 miliar. Kemudian meningkat di tahun berikutnya menjadi Rp2,5 miliar. Di tahun 2014, DPRD meminta Gatot menyediakan uang ketok sebesar Rp50 miliar. Sementara pada 2015, uang ketok yang diberikan sebesar Rp 200 juta per anggota dewan.

Penyaluran suap Gatot juga disamarkan karena dimasukkan ke dalam uang gaji dan honor anggota DPRD Sumut yang dibayarkan Bendahara Sekretariat DPRD, Muhammad Alinafiah.

Sebagaimana diketahui, dalam sidang atas Kamaluddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/2), terungkap bahwa DPRD Sumut pada 1 Juli 2013 menggelar rapat paripurna terkait laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2012.

Dalam paripurna itu Gatot secara resmi menyampaikan nota pengantar gubernur tentang ‎rancangan peraturan daerah (Ranperda) pelaksanaan APBD.

Namun, hampir satu bulan setelah paripurna itu, Kamaluddin beserta pimpinan DPRD Sumut lainnya, yakni Muhammad Affan, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri menemui Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, dan Baharuddin Siagian. Dalam pertemuan itu, Nurdin menyampaikan permintaan agar pimpinan DPRD Sumut menyetujui Ranperda tentang pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2012.

Namun agar permintaan disetujui oleh DPRD Provinsi Sumut, Kamaluddin meminta kompensasi berupa uang yang disebut dengan ‘uang ketok’ sebesar Rp1,5 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut. Selanjutnya, Nurdin menyampaikan permintaan DPRD Sumut ke Gatot. Kemudian, Gatot memerintahkan tiga anak buahnya, Nurdin, Baharuddin, dan Randiman untuk memenuhi permintaan DPRD.

Menindaklanjuti perintah tersebut, Baharuddin Siagian mengumpulkan uang dari SKPD-SKPD di lingkungan pemerintah Provinsi Sumu. ‎Pada 26 Agustus 2013, Kamaluddin memberikan catatan pembagian uang untuk seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut kepada Randiman Tarigan.

Rinciannya, ‎anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebesar Rp12,5 juta, sekretaris fraksi masing-masing mendapat bagian sebesar Rp17,5 juta, untuk ketua fraksi masing-masing mendapat bagian sebesar Rp20 juta. (put/jpg/val)

Exit mobile version