Site icon SumutPos

Rimbawan Sumut Siap Kerja Sama Kelola Hutan Konservasi

Foto: Istimewa Tim KPA AKARi berpose dengan latarbelakang tegakan pohon-pohon haminjon yang dilindungai di salah satu kompartemen HTI di sektor Tele. Saor Hutapea (ketiga dari kiri) memegang bahu Badmen Ritonga, pendamping dari TPL.
Foto: Istimewa
Tim KPA AKARi berpose dengan latarbelakang tegakan pohon-pohon haminjon yang dilindungai di salah satu kompartemen HTI di sektor Tele. Saor Hutapea (ketiga dari kiri) memegang bahu Badmen Ritonga, pendamping dari TPL.

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Kelompok Pencinta Alam (KPA) terbaik 2008 tingkat Sumatera Utara, AKARi Green, Kamis hingga Jumat pekan lalu menjelajahi HTI TPL di sektor Tele, Humbahas. Usai menjelajah, mereka memberikan berbagai kritikan dan saran demi penyempurnaan kinerja bidang kehutanan, dan menyatakan kesiapan menjalin kerja sama mengelola hutan konservasi.

Ketujuh aktivis KPA AKARi Green Team Pematangsiantar, dengan kepala suku Tomi AGT, Raffi AGT, Marta, Adi, Iwan, dan Tiar, bersama pendiri sekaligus pembina harian, Saor Hutapea SHut, selama dua hari menjelajahi sebagian konsesi TPL (PT Toba Pulp Lestari, Tbk), meliputi HTI (hutan tanaman industri) dengan tanaman pokok ekaliptus (Eucalyptus sp), serta hutan alam yang dipertahankan sebagai kawasan konservasi.

Kawasan konservasi berfungsi lindung, meliputi KPPN (kawasan pelestarian plasma nutfah) tempat flora dan fauna lokal dapat terus hidup dan berkembang, greenbelt penyekat antar kompartemen tanaman ekaliptus, sekat bakar dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati atau plasma nutfah.

Di hutan konservasi itu para aktivis lingkungan –seluruhnya anak-anak Siantar atau lebih populer dengan julukan Siantarman— menyaksikan areal kemenyan hutan (bahasa Batak: haminjon tombak) yang terpelihara baik, sehingga sampai kini tetap dapat diambil hasil (getah)-nya oleh petani (masyarakat setempat). Mereka juga menemukan pohon-pohon unggulan –seperti pinus, meranti– yang nilai ekonominya tergolong tinggi sebagai kayu pertukangan. Jumlahnya cukup banyak.

TPL adalah industri pulp berbasis HTI di Parmaksian, Toba Samosir. Konsesi HTI-nya tersebar di sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Salah satunya Humbahas. Luasnya mencapai 188 ribu hektar. Sesuai izin dimungkinkan membangun 70% dari luas konsesinya menjadi tanaman pokok. Tetapi kebijakan perusahaan hanya merencanakan tanaman pokok 40% atau sekitar 75 ribu hektar. Tujuannya tidak lain dari agar sebagian besar sisa hutan alamnya dapat dipertahankan sebagai kawasan konservasi berfungsi lindung.

Khusus di Humbahas terdapat tanaman kehidupan haminjon yang secara turun-temurun menjadi sumber penghasilan petani. Di kawasan konservasi pohon haminjon pasti dibiarkan tetap hidup bersama sekitar 70 jenis vegetasi alam lainnya. Sedangkan di blok-blok HTI, tanaman bergetah dengan bau khas ini dilindungi –sepanjang tertata baik– agar tetap dapat diambil hasilnya oleh penduduk. Ini telah ditetapkan sebagai komitmen perusahaan.

Selain mengobservasi tanaman unggulan dan tanaman kehidupan, tim AKARi di bawah bimbingan Saor Hutapea juga menyaksikan tumbuhan lokal (flora). Beberapa tahun silam, tim ekspedisi TPL yang melakukan penelusuran serupa ke jantung hutan konservasi juga menemukan anak-anak sungai dengan air jernih dan berarus deras, serta tumbuhan langka seperti anggrek hutan dan juga bunga raflesia. Hewan-hewan lokal dan langka –salah satunya katak daun berwarna keemasan dan sangat eksotik– juga masih dijumpai. Hewan-hewan besar dan liar yang ada di antaranya babi hutan, kijang, siamang, dan kera berekor panjang.

KPA AKARi Green Team sendiri adalah komunitas rimbawan generasi muda dari berbagai kalangan masyarakat, berdiri sejak tahun 2000, dan meraih juara pertama tingkat provinsi Sumatera Utara untuk kategori kegiatan pecinta alam pada Pekan Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional 2008. Mereka suka bertualang di rimba. Dan dalam kunjungannya ke Tele mereka menyatakan siap diajak bekerjasama secara positif untuk mengelola hutan konservasi, bila dikehendaki.

PEMBELAJARAN
Saor Hutapea mengemukakan, kunjungan ke Tele memiliki nilai pembelajaran positif. Sebelum ke lapangan ia sudah lebih dulu mendengar banyak “cerita miring” tentang kinerja Kehutanan perusahaan TPL. Sesungguhnya, hal itu pula mendorong mereka ingin melihat sendiri fakta di lapangan sebagai dasar pengkajian (analisis). Dan dengan demikian mereka dapat menyampaikan kritik serta saran-saran bersifat positif.

Bagi Saor tidak ada istilah pro atau kontra dalam hal operasional TPL. “Kami hanya berpikir secara positif dan yakin akan lebih baik melihat. Setelah itu menyampaikan kritikan dan saran positif kepada manajemen TPL tanpa melibatkan atau memprovokasi pihak lain,” katanya. Selain itu AKARi sendiri ingin terus menambah wawasan melalui survai biodiversity di KPPN Tele.

Hasilnya, sejauh penjelajahan mereka, mereka mengaku sudah melihat beberapa hal yang masih dikerjakan. Status konsesi adalah kawasan hutan register berfungsi HP (hutan produksi tetap). Bukan hutan adat atau tanah ulayat seperti klaim segelintir pihak.

KPPN, misalnya, kelestariannya masih terjaga dan terpelihara baik. Juga sistem (proses) rotasi tebang-nya,baik. Jalan-jalan di lokasi konsesi pun cukup baik serta bisa pula dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai akses transportasi. Termasuk untuk memanen kemenyan. Di tombak konservasi masih berdiri gubuk-gubuk peristirahatan para penyadap haminjon. Sebagian dari mereka bahkan ikut berperan –sebagai tenaga kerja– dalam pembangunan HTI.

Tim AKARi pun berkesempatan melakukan penanaman bibit klon kemenyan di pinggiran KPPN bersama tim manajemen perusahaan.

Hutapea –kader konservasi alam terbaik-1 Sumut dan terbaik-2 nasional 2003– mengomentari keberadaan greenbelt “bagus dan cukup baik sebagai koridor satwa.” Ia kemudian memuji pelaksanaan nota kesepahaman (MoU – Memorandum of Understanding) perusahaan dengan masyarakat untuk membudiayakan tanaman kemenyan dengan memakai bibit unggul (kloning) hasil persemaian di kompleks pabrik.

Penanamannya di garis konservasi –agar hutan alam dapat menjadi pelindungnya– bertujuan untuk memperkaya (enrichment) jumlah tegakan di areal konservasi dan blok-blok HTI yang cenderung menurun karena ketiadaan peremajaan (replanting) selama ini. Dengan demikian kehadiran perusahaan benar-benar menjadi faktor yang memperbanyak dan bukannya mengurangi atau menghabisi tegakan haminjon seperti dicemaskan dan digembar-gemborkan segelintir orang. Seluruh hasilnya kelak diproyeksikan untuk menambah sumber pendapatan petani.

MASUKAN
Disamping melakukan penilaian, Hutapea juga menyampaikan sejumlah kritikan dan juga masukan melalui Bedman Ritonga SHut –staf senior perusahaan yang mendampingi tim AKARi selama peninjauan– berkaitan dengan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR – corporate social responsibility). Salah satu masukan itu berupa usul pemanfaatan dana CSR atau CD secara “lebih efektif” agar “tepat-sasaran.”
Kebutuhan-kebutuhan riil masyarakat sekitar HTI sedapat-mungkin teradopsi, misalnya melalui list-out oleh tim gabungan mengikutsertakan kalangan perguruan tinggi, pemerintah setempat, dan kelompok masyarakat yang kredibel. Semua hal baik tidak cukup hanya disuarakan, melainkan diimplementasikan secara nyata, kemudian dipertahankan tanpa perlu ragu, sedikit pun.

Menurut Ritonga, satu hal paling konstruktif dari kunjungan tim AKARi ialah “mereka berani datang walaupun nantinya mungkin akan mendapat sorotan miring dari berbagai kalangan, berani mencari fakta, berani melakukan kajian, dan kemudian berani menyampaikan saran-saran berharga untuk menyempurnakan kinerja perusahaan. Ini sesuatu yang hebat.” (rel/mea)

Exit mobile version