Kunci Jawaban UN Sesat, Banyak Siswa Terjebak
SIANTAR-Hari kedua pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di SMA Negeri 1 Pematangsiantar, Selasa (19/4) diduga curang. Para siswa ditengarai membawa ponsel (HP) ke lokasi ujian dan menerima kunci jawaban melalui nomor tak dikenal. Namun, kunci jawaban yang diberi diduga palsu, sehingga banyak siswa menjadi korban.
Pengakuan itu disampaikan kepada E Simamora, warga Siantar yang ingin mengetahui pelaksanaan UN disekolah itu. Kepada METRO SIANTAR (grup Sumut Pos), E Simamora menduga kunci jawaban itu datang dari pihak sekolah di SMA N 1. “Menurut adik saya, kunci jawaban itu tidak benar,” ujar Simamora sembari mengatakan, dia memiliki hubungan saudara dengan salah seorang siswa di sekolah tersebut.
Menurut Simamora, siswa itu mengatakan, pihak sekolah diduga menjalin kerja sama dengan pengawas ujian. “Kita lihatlah hasilnya bulan enam nanti. Kalau banyak mereka (siswa SMA N 1, Red) tidak lulus, berarti benarlah informasi itu,” ujarnya.
Kabar peredaran kunci jawaban UN melalui pesan singkat di kalangan peserta ujian di SMA N 1 ini kini menjadi perbincangan warga di Siantar. Tidak sedikit warga yang menduga, soal UN bocor sejak sampai di SMK N 2 Siantar, Sabtu (17/4) lalu.
Kepala SMA N 1 Siantar melalui Pembantu Kepala Sekolah (PKS) bidang Kesiswaan, Drs Mula Simanjuntak membantah keras informasi tersebut. “Tidak ada kebocoran soal di sekolah ini, Pak,” ujarnya. Pihak sekolah juga tidak pernah memberikan kunci jawaban kepada peserta UN di Sekolah itu.
Mula menjelaskan, sebelum dibagikan kepada siswa, soal ujian dijemput dari SMK Negeri 2 Siantar. Petugas penjemput dari kepolisian dan tim pemantau satuan pendidikan Unimed. Soal ujian itu dibagikan kepada siswa dengan sistim paket A, B, C, D, dan paket E. Paket masing-masing peserta tidak sama soal ujiannya, sehingga tidak memungkinkan untuk memberikan kunci jawaban.
Ditanya soal penggunaan HP di ruang ujian, Mula tidak bisa menjamin dan mengontrol siswanya tidak membawa HP ke ruangan ujian. Pihak sekolah telah membuatkan tata tertib ujian di meja pegawas, termasuk larangan membawa HP ke ruangan ujian. “Kalau ada, itu di luar tanggung jawab kami,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar Drs Setia Siagian menegaskan, pihaknya tidak perlu menanggapi informasi yang tidak diketahui kebenaran sumbernya. “Tidak jelas SMS itu. Anak-anak tahu mana jawaban yang benar dan salah, makanya mereka perbaiki,” ujarnya.
Setia mengaku pihaknya telah berupaya maksimal menjaga agar soal tersebut tidak bocor.
Sementara itu, pelaksanaan UN hari kedua di Medan masih diwarnai keluhan kekurangan naskah soal hingga menyebabkan molornya pelaksanaan ujian. Hal antara lain terjadi di SMA Perguruan Nurul Islam di Jalan Megawati Kecamatan Medan Area. Menurut Kepala Sekolah, Nur Asni Pohan SPd, seperti sehari sebelumnya, soal paket D mata ujian matematika kurang satu berkas. Kepala sekolah didampingi pengawas dari Unimed bernama Khairiza Lubis terpaksa bergegas memfotokopi soal.
“Soal yang kurang soal paket D, cadangan yang berlebih hanya paket F. Jadi kami memfotokopinya (soal paket D) di depan sekolah. Kejadian ini sudah berlangsung sejak hari pertama ujian,” jelasnya.
Jumlah murid yang ikut UN ada 30 orang, 16 dari IPA dan 14 orang dari IPS. Sementara menurut seorang siswa, Mulia Sari, ia kesulitan mengerjakan soal ujian matematika. Dia hanya bisa menjamin kebenaran soal 50 persen. “Ada yang mirip soal latihan tapi ada beberapa yang tidak sama. Soalnya lumayan sulit,” katanya
—
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Medan Salman Al Farisi malah melihat panitia UN kurang profesional hingga menimbulkan banyak masalah, seperti kekurangan naskah soal. Hal itu dikatakanya saat meninjau UN di SMA 4 dan SMA Amir Hamzah Medan. “Tujuan kita langsung ke sekolah juga untuk melihat indikasi kecurangan. Namun semuanya berjalan lancar dan tidak ada indikasi kecurangan,” ujar Anggota Komisi B DPRD Medan ini.
—
Menyikapi laporan masyarakat tentang masih adanya dugaan sejumlah pelanggaran pelaksanaan UN di lapangan, Ketua Komunitas Air Mata Air Guru Abdi Musakarya Saragih memandang lebih baik meniadakan UN. Menurutnya, ujian itu hanya mengajari siswa melakukan kecurangan, menghalalkan segala cara untuk lulus.
“Belum lagi pihak sekolah akan melakukan kecurangan demi menjaga tingkat kelulusan siswanya,” katanya.
Sebagai pendidik, Abdi menegaskan, yang lebih tahun kemampuan siswa itu bukan pemerintah UN. Guru merupakan pihak yang paling kompeten menilai siswanya.
“UN harus dievaluasi lagi, pemerintah bisa minta pendapat siswa, guru dan Disdik sehingga UN tidak menjadi momok menakutan dan menimbulkan kecurangan siswa setiap tahun,” ujarnya. (mag-1/smg/mag-7/uma)