25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pajak Restoran Sulit Dikutip, DPRD Binjai Minta Pemko Proaktif

no picture

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Munculnya sejumlah retail dari mulai kelas bawah hingga elit di Kota Binjai, menunjukkan pesatnya pertumbuhan ekonomi di kota yang dijuluki Kota Rambutan ini. Sayangnya, keberadaan mereka dinilai belum menguntungkan dari sisi Pendapatan Asli Daerah bagi Pemko Binjai.

Apalagi Pemko Binjai belum melakukan pengutipan pajak terhadap para retail dan restoran karena belum membebankan pajak 10 persen kepada konsumen. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai, meng imbau agar eksekutif lebih proaktif lagi.

Ketua Komisi C DPRD Binjai, Irfan Asriandi yang dimintai tanggapannya perihal pengutipan pajak restoran, mengaku sudah menjadi bahan perbincangan.

“Akhir 2018 kemarin, kami ada melakukan Rapat Koordinasi terkait Pendapatan Asli Daerah melalui pajak restoran.

Nah itukan termasuk pendapatan dari sektor pajak restoran. Pajak restoran dikutip dari kita yang beli, artinya kita belanja Rp500 ribu kena pajak 10 persen, Rp50 ribu lah yang kita bayar,” ujar Irfan melalui telepon selularnya.

“Hari ini masalahnya di Binjai, tidak bisa semua dilaksanakan. Baru bisa yang ada di BSM, rata-rata 10 persen,” sambung Irfan.

Sekretaris Partai Amanat Nasional Kota Binjai ini mencontohkan salah satu mahkan, RM ETJ yang terkenal di Kota Rambutan tak membebankan pajak kepada pembeli.

Akibatnya, pajak restoran yang dikutip hanya melalui omzet saja. Sayangnya, Irfan juga tidak merinci pajak restoran untuk RM ETJ dikutip dalam periode 201\9/202han, mingguan atau bulanan.

“Dari omzet itu juga berdasarkan format setoran nanti yang nyetor langsung ke bank,” ujar Irfan.

Tentu saja hal ini dapat mengelabui Pemko Binjai setoran dimaksud melalui omzet yang diraup RM Etek Jaya. Irfan mengamini hal tersebut. “Kita percaya saja karena enggak ditunggui,” ujarnya.

Diterangkannya, jika konsumen dibebankan pajak setiap membeli di sejumlah restoran atau kedai kopi di Kota Binjai, berbuah hal mengejutkan. “ASN belum berani menerapkan itu secara keseluruhan. Makanya kita koordinasi soal ini,” uja dia.

Dalam Peraturan Wali Kota Binjai Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah memang disebutkan tarif pajak restoran sebesar 10 persen. Namun dalam Pasal 13, Dinas Pariwisata Kota Binjai yang dipercayakan mengutip pajak restoran dapat mendesak pengusaha yang memberikan pelayanan dalam warungnya untuk membayar pajaknya.

Melalui jumlah meja yang disediakan dalam pelayanan warung tersebut. Bahkan, wajib pajak restoran yang membayar secara mingguan atau bulanan melalui omzet wajib memiliki buku hasil penjualan setiap harinya.

“jujur aku bilang, kami ada jadwal dengan BPKAD terkait rapat sebelumnya menindaklanjuti ini konsepnya seperti apa. Jangan ada tebang pilih. Kalau memang mau menerapkan seperti itu, ayok. Sama-sama.

Sosialisasi perlu dilakukan. Apa jaminannya dari pemerintah supaya tidak memberatkan. Kendalanya aturan itu yang tidak dibebakan kepada konsumen. pajak restoran hanya sebatas dibudget per bulan,” ujar dia.

“Tapi macam Rumah Makan Etek Jaya seubulan Rp700 ribu. Enggak logika, tapi mereka enggak bisa kita paksa. Berlaku untuk pedagang, mau tegas kumpulin, pajak restoran guna untuk pembangunan. Artinya pemko harus bisa dipanggil ini, sosialisasikan,” sambung dia.

“Kalau dikembangkan (pajak restoran), bisa dongkrak 50 persen peningkatan PAD. Pro aktif Pemko. Harus bisa memanggil semua pengusaha terkait pajak restoran,” tandasnya.

Sementara, Wali Kota Binjai, H Muhammad Idaham ketika dimintai tanggapannya mengaku pihaknya tengah melakukan sosialisasi soal pajak restoran yang wajib membebankan pajak sebesar 10 persen kepada konsumen, setiap melakukan transaksi atau menikmat menu yang disajikan para pengusaha. “Pajak (restoran) tetap kita tarik,” jelas Idaham usai mendampingi Gubsu Edy Rahmayadi meninjau TPS di Kelurahan Jatimakmur, Binjai Utara, Rabu (17/4).

“Masalahnya juga sedang kita sosialisasi pajak restoran. Tapi di sini kita memang kita coba. Mungkin sudah ditarik mereka (petugas pajak),” sambung Idaham.

Dia memastikan, setiap retail dari kelas teri sampai kakap yang subur tumbuh di Kota Binjai ada dikenakan pajak. “Pakai omzet per bulan (pajak restoran jadi PAD),” jelas Wali Kota dua periode ini.

“Dihitung dari penjualannya. Kita sudah BPKAD bagian pajak. Mereka sudah punya survei, berapa omzet (per bulan). Sudah berjalan (penarikan pajak restoran melalui omzet). Itu target kita,” pungkasnya. (ted/han)

no picture

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Munculnya sejumlah retail dari mulai kelas bawah hingga elit di Kota Binjai, menunjukkan pesatnya pertumbuhan ekonomi di kota yang dijuluki Kota Rambutan ini. Sayangnya, keberadaan mereka dinilai belum menguntungkan dari sisi Pendapatan Asli Daerah bagi Pemko Binjai.

Apalagi Pemko Binjai belum melakukan pengutipan pajak terhadap para retail dan restoran karena belum membebankan pajak 10 persen kepada konsumen. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai, meng imbau agar eksekutif lebih proaktif lagi.

Ketua Komisi C DPRD Binjai, Irfan Asriandi yang dimintai tanggapannya perihal pengutipan pajak restoran, mengaku sudah menjadi bahan perbincangan.

“Akhir 2018 kemarin, kami ada melakukan Rapat Koordinasi terkait Pendapatan Asli Daerah melalui pajak restoran.

Nah itukan termasuk pendapatan dari sektor pajak restoran. Pajak restoran dikutip dari kita yang beli, artinya kita belanja Rp500 ribu kena pajak 10 persen, Rp50 ribu lah yang kita bayar,” ujar Irfan melalui telepon selularnya.

“Hari ini masalahnya di Binjai, tidak bisa semua dilaksanakan. Baru bisa yang ada di BSM, rata-rata 10 persen,” sambung Irfan.

Sekretaris Partai Amanat Nasional Kota Binjai ini mencontohkan salah satu mahkan, RM ETJ yang terkenal di Kota Rambutan tak membebankan pajak kepada pembeli.

Akibatnya, pajak restoran yang dikutip hanya melalui omzet saja. Sayangnya, Irfan juga tidak merinci pajak restoran untuk RM ETJ dikutip dalam periode 201\9/202han, mingguan atau bulanan.

“Dari omzet itu juga berdasarkan format setoran nanti yang nyetor langsung ke bank,” ujar Irfan.

Tentu saja hal ini dapat mengelabui Pemko Binjai setoran dimaksud melalui omzet yang diraup RM Etek Jaya. Irfan mengamini hal tersebut. “Kita percaya saja karena enggak ditunggui,” ujarnya.

Diterangkannya, jika konsumen dibebankan pajak setiap membeli di sejumlah restoran atau kedai kopi di Kota Binjai, berbuah hal mengejutkan. “ASN belum berani menerapkan itu secara keseluruhan. Makanya kita koordinasi soal ini,” uja dia.

Dalam Peraturan Wali Kota Binjai Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah memang disebutkan tarif pajak restoran sebesar 10 persen. Namun dalam Pasal 13, Dinas Pariwisata Kota Binjai yang dipercayakan mengutip pajak restoran dapat mendesak pengusaha yang memberikan pelayanan dalam warungnya untuk membayar pajaknya.

Melalui jumlah meja yang disediakan dalam pelayanan warung tersebut. Bahkan, wajib pajak restoran yang membayar secara mingguan atau bulanan melalui omzet wajib memiliki buku hasil penjualan setiap harinya.

“jujur aku bilang, kami ada jadwal dengan BPKAD terkait rapat sebelumnya menindaklanjuti ini konsepnya seperti apa. Jangan ada tebang pilih. Kalau memang mau menerapkan seperti itu, ayok. Sama-sama.

Sosialisasi perlu dilakukan. Apa jaminannya dari pemerintah supaya tidak memberatkan. Kendalanya aturan itu yang tidak dibebakan kepada konsumen. pajak restoran hanya sebatas dibudget per bulan,” ujar dia.

“Tapi macam Rumah Makan Etek Jaya seubulan Rp700 ribu. Enggak logika, tapi mereka enggak bisa kita paksa. Berlaku untuk pedagang, mau tegas kumpulin, pajak restoran guna untuk pembangunan. Artinya pemko harus bisa dipanggil ini, sosialisasikan,” sambung dia.

“Kalau dikembangkan (pajak restoran), bisa dongkrak 50 persen peningkatan PAD. Pro aktif Pemko. Harus bisa memanggil semua pengusaha terkait pajak restoran,” tandasnya.

Sementara, Wali Kota Binjai, H Muhammad Idaham ketika dimintai tanggapannya mengaku pihaknya tengah melakukan sosialisasi soal pajak restoran yang wajib membebankan pajak sebesar 10 persen kepada konsumen, setiap melakukan transaksi atau menikmat menu yang disajikan para pengusaha. “Pajak (restoran) tetap kita tarik,” jelas Idaham usai mendampingi Gubsu Edy Rahmayadi meninjau TPS di Kelurahan Jatimakmur, Binjai Utara, Rabu (17/4).

“Masalahnya juga sedang kita sosialisasi pajak restoran. Tapi di sini kita memang kita coba. Mungkin sudah ditarik mereka (petugas pajak),” sambung Idaham.

Dia memastikan, setiap retail dari kelas teri sampai kakap yang subur tumbuh di Kota Binjai ada dikenakan pajak. “Pakai omzet per bulan (pajak restoran jadi PAD),” jelas Wali Kota dua periode ini.

“Dihitung dari penjualannya. Kita sudah BPKAD bagian pajak. Mereka sudah punya survei, berapa omzet (per bulan). Sudah berjalan (penarikan pajak restoran melalui omzet). Itu target kita,” pungkasnya. (ted/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/